4/5
Comedy
Drama
Friendship
Indonesia
Romance
Socio-cultural
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Hijab
Overview
Di ranah film Indonesia,
nama Hanung Bramantyo sudah jadi salah satu nama sutradara papan atas yang
dikenal selalu menggarap film-filmnya dengan serius. Lebih dari itu, film-film
Hanung selalu membidik fenomena-fenomena (khususnya yang bersifat sosial,
religi, atau politik) yang terjadi di masyarakat. Sempat dikenal lewat
drama-drama dengan sentuhan komedi seperti Catatan
Akhir Sekolah, Brownies, Jomblo, dan yang jadi franchise box
office, Get Married. Namun sejak Ayat-Ayat Cinta, Hanung jadi punya label
baru: sutradara film religi (baca: islami). Mulai dari Perempuan Berkalung Sorban, Sang
Pencerah, dan Cinta tapi Beda. Padahal jika menganalisa lebih dalam
film-filmnya yang berbau religi, sebenarnya Hanung mengkritisi berbagai
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat kita, apalagi ketika harus
berbenturan dengan nilai-nilai agama yang masih ... Religi hanya berfungsi
sebagai background cerita. Hanung yang “rebel” lebih menunjukkan realitas di
masyarakat ketimbang berceramah. In that fact, menurut saya karya-karyanya
tidak bisa dikatakan sebagai film religi.
Sayang semakin lama
Hanung seolah-olah terlalu tenggelam (dan terlalu serius) dalam berbagai
protesnya dalam karya-karyanya sehingga menimbulkan kejenuhan dan semakin jauh
pula untuk bisa dinikmati. Apalagi ketika menggarap film-film biopic, seperti Sang Pencerah dan Soekarno: Indonesia Merdeka, terasa datar dan hanya seperti sekedar
meruntut timeline. Ada kerinduan untuk menikmati film Hanung yang ringan,
menghibur, namun masih merupakan refleksi sosial yang relevan dan dalam. Maka Hijab bisa jadi salah satu jawabannya.
Tidak seperti judulnya, Hijab nyatanya sama sekali tidak
membahas seperti apa hijab yang benar menurut agama, atau apa perlunya memakai
hijab. Seperti sebelum-sebelumnya, Hanung sangat menghormati berbagai pilihan
wanita dalam berhijab, termasuk jika memilih untuk tidak berhijab. Lebih dari
itu, konflik Hijab jauh lebih
substansial dan universal. Terutama sekali tentang independensi wanita terutama
setelah berumah tangga, bahkan jika punya suami yang modern dan liberal
sekalipun. Saya yakin tidak hanya bagi muslim, konflik peran wanita dalam rumah
tangga masih sering jadi perdebatan. Apapun agamanya.
Tak hanya itu, Hijab juga menyentil berbagai fenomena
kekinian, mulai online shop, lifestyle sosialita, sampai ketergantungan
masyarakat terhadap gadget. Tentu saja semua dirangkai dengan cukup solid,
natural, tidak terasa dipaksakan, dan yang pasti dalam kemasan yang lucu dan
fresh. Humornya mungkin tidak selalu berhasil (tergantung selera humor dan
preferensi masing-masing penonton sih), namun secara keseluruhan humornya mampu
bersinergi dengan sangat baik dengan plot.
Dengan alur yang sangat
enak untuk dinikmati, Hanung juga tidak terjebak dalam drama berlebihan.
Endingnya mungkin sangat bisa ditebak, namun justru itulah yang membuat Hijab terasa realistis, natural, manis,
sekaligus hangat. Toh berbagai permasalahan di kehidupan nyata sebenarnya juga
sebenarnya punya penyelesaian yang nggak ribet-ribet amat kan?
The Casts
Keberhasilan dalam
menghidupkan film sangat dipengaruhi oleh cast-nya yang mampu mengisi peran
masing-masing dengan sangat hidup, segar, dan chemistry yang saling kuat.
Carissa Putri, Tika Bravani, Zaskia Adya Mecca, dan Natasha Rizky mampu
membangun chemistry persahabatan yang solid dan very convincing. Masing-masing pula
membuktikan mampu tampil segar dan hidup, baik ketika adegan comedic maupun
mellow.
Tak hanya 4 karakter
utamanya, Mike Lucock, Nino Fernandez, Ananda Omesh, dan Dion Wiyoko yang
berperan sebagai pasangan mereka pun mampu mengimbangi porsi para wanita. Pun
juga masing-masing mampu tampil dengan porsi yang pas dan seimbang. Begitu pula
puluhan pemeran pendukung yang sengaja dipilih all-star. Mulai Sophia Latjuba,
Jajang C Noer, Rina Hassim, Marini Soerjosoemarno, Meriam Bellina, Mathias
Muchus, Slamet Rahardjo Djarot, Epy Kusnandar, Mpok Atiek, Cici Tegal, hingga
yang katanya dijadikan gimmick promosi, Dijah Yellow yang nyatanya cukup
berhasil sebagai bahan humor.
Technical
Tak perlu meragukan
kualitas Faozan Rizal dalam merangkai gambar. Art-nya yang punya tone warna
vibrant terekam dengan sangat cantik dalam framing serta angle sinematis yang
indah.
Tata musik yang pop dan
komikal mampu menghidupkan nuansa film menjadi lebih terasa urban ketimbang
religi. Apalagi suara Andien yang menyumbangkan beberapa lagu, termasuk Let It Be My Way dan Satu yang Tak Bisa Lepas mampu
memaksimalkan emosi sesuai dengan adegannya.
Terakhir, teknis yang
patut mendapatkan apresiasi lebih adalah tata kostum yang mampu menampilkan
variasi hijab dengan sentuhan lifestyle modern, sekaligus juga warna-warni yang
mendukung konsep tone warna film secara keseluruhan.
The Essence
Seperti biasa, Hanung
berusaha mengajak untuk menghormati segala perbedaan. Dengan konteks kali ini,
dalam hal pilihan berhijab dan juga dalam pilihan mengijinkan istri bekerja.
Semua harus tepat pada porsinya masing-masing agar berjalan harmonis.
They who will enjoy this the most
- Hijabers
- Woman in general, especially modern and stylish young adult ones
- Mature men
- General audiences who seek for a light and enjoyable entertainment