2.5/5
Action
Adventure
Bad-ass Oldman
Blockbuster
Box Office
Father-and-Daughter
Franchise
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Taken 3
Taken adalah sebuah fenomena sinema (khususnya di ranah film
action) yang tidak terduga. Berangkat dari film Perancis yang diproduseri Luc
Besson, premise-nya yang sederhana namun punya style yang electrifying dan dinamis.
Meski gaungnya agak terlambat di Indonesia karena tidak didistribusikan secara luas
oleh jaringan bioskop terbesar di negara ini, namun berhasil membuat
orang-orang penasaran dan tersebar dari mulut ke mulut. Apalagi Taken bisa disebut trend-setter untuk
tema badass-oldman sekaligus menobatkan Liam Neeson sebagai action hero baru yang lebih banyak mengandalkan aksi tangan kosong, meski sudah tidak muda lagi. Meski sekuelnya, Taken 2 tergolong sekedar mengulang formula yang nyaris sama, namun
setidaknya masih punya banyak aspek yang membuatnya tetap enak dinikmati dan
seru. Kemudian ketika dibuat seri ketiganya, tidak salah jika penonton
mencibir, “Siapa lagi nih yang diculik kali ini?”.
Taken 3 ternyata tidak lagi mengulang formula seri pioneer-nya.
Namun bukan berarti premise-nya jadi sesuatu yang baru. Tema fugitive jelas
sudah berkali-kali diangkat oleh Hollywood, dengan kualitas keseruan yang
bervariasi pula. Sebenarnya menurut saya, Taken
3 punya konsep cerita yang menarik di balik premise dasarnya yang cliché.
Sayangnya, tidak dieksekusi dengan baik. Mulai dari skrip yang mengembangkan
konsep cerita dengan sangat biasa, tanpa ada satu pun yang benar-benar kuat,
baik dari segi pengadeganan, perkembangan karakter-karakter, dialog, sampai
twist yang sebenarnya cukup tertebak (setidaknya oleh saya) sejak pertengahan
film. Semuanya seperti berjalan begitu plain.
Eksekusi buruk diperparah dengan
penyutradaraan yang super lemah, baik ketika adegan-adegan drama maupun action.
Sama sekali tidak mengundang emosi penonton. Saya sama sekali gagal berempati
terhadap para karakter ketika adegan-adegan (yang seharusnya) menyentuh, serta
gagal pula merasakan ketegangan dan keseruan seperti di dua installment
sebelumnya. Bisa jadi penyebab lainnya adalah sinematografi yang bikin pusing
dan editing yang terlalu cepat berpindah shot. In my opinion, perpaduan kedua
aspek inilah penyebab utama Taken 3
jatuh menjadi film yang tidak nyaman ditonton. Tiring dan causing nausea.
Meski tidak terasa se-badass dan
se-emosional di dua installment sebelumnya, Liam Neeson masih punya kharisma
yang setidaknya sedikit menolong film ini. Tapi sebenarnya ini merupakan
kekuatan karakter yang dibangun sejak film pertamanya. Seandainya Taken 3 adalah film yang berdiri
sendiri, kharismanya tidak akan sekuat ini. Selain Neeson, aktor-aktris lainnya
tidak begitu diberi porsi untuk tampil menarik. Maggie Grace dan Famke Janssen
yang di dua installment sebelumnya cukup menarik perhatian, di sini justru
terasa seperti pemanis semata. Apalagi Forest Whitaker dan Dougray Scott yang
bakatnya sangat disia-siakan di sini. Jika digantikan oleh aktor TV atau aktor
kelas B, tidak akan terlalu memberikan pengaruh apa-apa.
Gimmick Dolby Atmos yang jadi salah satu materi jualan Taken 3 pun ternyata tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tata suaranya tergolong sangat biasa, termasuk jika dibandingkan dengan film-film yang 'hanya' menggunakan tata suara surround biasa.
Well after all, bagi Anda yang
asal ada banyak adegan action sudah bisa terpuaskan, apalagi jika belum
mengalami Taken dan Taken 2, mungkin masih bisa
menikmatinya. Sebaliknya, jika Anda butuh craftman khusus dan emosi dari
adegan-adegan aksi agar terasa hidup, apalagi menyukai Taken dan Taken 2, maka Taken 3 akan membuat Anda capek dan
kesal begitu credit title bergulir.
Lihat data film ini di IMDb.
Lihat data film ini di IMDb.