4.5/5
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Comedy
Drama
Family
Fantasy
Hollywood
Oscar 2016
Science
Teen
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Inside Out
Sama seperti Disney,
animasi-animasi produksi Pixar sudah punya fanbase tersendiri. Tak heran,
film-film animasi Pixar memang punya ciri khas yang selalu ditunggu-tunggu.
Mulai ide ceritanya yang seringkali sederhana namun nyaris tak terbayangkan
sebelumnya, eksekusi yang memang bagus, baik dari segi naskah, desain produksi
(termasuk karakter), maupun kekuatannya dalam mengundang emosi penonton.
Sebagai film panjang ke-15-nya, Pixar memilih untuk mengajak kita masuk ke
dalam pikiran manusia dengan visualisasi yang seperti biasa, imajinatif dan
penuh warna, Inside Out (IO). Di
Indonesia penayangannya ditunda 2 bulan dari peredaran di US, yang konon untuk
menghindari persaingan dengan Minions
produksi Ilumination Studio milik Universal. Tanpa membandingkan dari segi
cerita, keduanya jelas punya target market yang berbeda. Jika Minions lebih bisa dinikmati oleh range
usia yang lebih luas, maka IO sejatinya lebih segmented.
Ide memvisualisasikan apa yang
terjadi di dalam tubuh manusia melalui cerita fiksi memang bukan hal yang baru.
Seingat saya tahun 2001 ada animasi tentang sel darah putih yang
dipersonifikasi sebagai seorang polisi dalam menghancurkan virus lewat Osmosis Jones yang disutradarai oleh
Farrelly Brothers (There’s Something
About Mary, Dumb & Dumber).
Jauh sebelumnya ada juga Fantastic Voyage
(1966) yang dibintangi Stephen Boyd dan Raquel Welch, serta Innerspace (1987) dimana Dennis Quaid
‘masuk’ ke dalam tubuh Martin Short. Speaking of human’s mind pun, ada Inception dan Being John Malkovich yang memang sangat fiktif dan sedikit jauh
dari ilmiah. Bahkan saat perilisan trailernya, IO sempat mendapatkan cibiran
karena kemiripan ide cerita dengan manga yang juga sudah diangkat menjadi
serial drama romantis, Poison Berry in My
Brain. In short, tema ‘what happens in human’s body’ memang bukan barang
baru tapi harus diakui, sangat jarang diangkat. Lewat lima karakter emosi utama
yang dipilih (dari total 27 emosi), Pixar mengajak penonton untuk memahami cara
kerja emosi, kepribadian, dan memori manusia.
Sudut pandang cerita berada pada
Riley, seorang gadis berusia 11 tahun yang sejatinya sejak kecil mengalami masa
kecil yang sangat bahagia. Baik karena faktor orang tuanya, teman-teman, dan prestasinya
sebagai pemain hockey. Tentu saja kesemuanya berkat campur tangan 5 emosi utama
yang ada di dalam tubuh Riley: Sadness (sedih), Fear (takut), Disgust (Jijik),
Anger (Marah), dan dipimpin oleh Joy (senang). Namun kepindahannya dari
Minnesota ke San Francisco mengguncang keseimbangan dari kelima emosi dalam
diri Riley. Terutama sekali Sadness yang mendadak ingin mendominasi kendali
setelah selama ini dipegang oleh Joy. ‘Bencana’ dalam diri Riley pun satu per
satu bermunculan bak efek domino. Maka Joy pun bertualang agar Riley kembali
bahagia seperti masa kecilnya dulu.
Seperti yang sudah saya sebutkan
sebelumnya, secara garis besar IO sebenarnya menjelaskan bagaimana cara kerja
emosi, kepribadian (sebagai hasil dari dominasi emosi), dan memori manusia.
Dengan desain yang seolah futuristik namun penuh warna bak pabrik cokelat
Charlie, Pixar begitu detail menyimbolkan berbagai aspek ilmiahnya. Mulai
kepingan memori berbentuk seperti bola bowling yang bisa terus ada di core
memory ataupun dibuang selamanya, warna-warna yang menyimbolkan berbagai emosi
dalam memandang berbagai kejadian-kejadian di memori, sampai bentuk rak long
term memory yang melingkar dan berkelok-kelok sesuai dengan bentuk celebral
cortex otak yang berkerut dan berlipat-lipat. Begitu juga dengan berbagai
keadaan tubuh yang ditunjukkan, misalnya tentang fantasi dan mimpi. Pixar
sendiri mengaku banyak berkonsultasi dengan banyak psikolog dan para pakar
dalam mengembangkan naskah dan visualisasinya. Sebuah kerja dengan detail yang
luar biasa dan patut diapresiasi dengan luar biasa pula.
Meski tampilannya sudah dibuat
sangat warna-warni dan terkesan ‘dekat’ dengan penonton cilik, kayaknya
penonton yang masih terlalu kecil agak susah untuk menikmati jalan ceritanya
yang harus diakui, terlalu kompleks dan ilmiah. Tak heran jika ada penonton
cilik yang merasa bosan atau bahkan tertidur, simply karena memang belum
waktunya mereka bisa mencerna dan memahami, apalagi menikmatinya. Ada sih
guyonan ringan yang bisa dengan mudah bikin tertawa usia berapa saja, terutama
yang bersifat fisik. Tapi ada pula humor bereferensi yang lebih susah dipahami
tanpa mengetahui referensi yang dimaksud. So yes, tidak ada salahnya mengajak
anak-anak untuk ikutan nonton. Siapa tau kebetulan mereka punya kecerdasan di atas
rata-rata. But I suggest at least seusia Riley (11 tahun) untuk sekedar bisa
memahami jalan ceritanya. As for me, yang paling mengasyikkan dari menyaksikan IO adalah penasaran apa yang bakal terjadi selanjutnya dan merepresentasikan proses apa di dalam tubuh.
Pengisi suara kelima emosi utama;
Amy Poehler (Joy), Phyllis Smith (Sadness), Bill Hader (Fear), dan Lewis Black
(Anger) memang sengaja dipilih karena benar-benar mewakili karakternya. Bahkan
konon karakter Anger yang memakai kemeja dan dasi dibuat mirip dengan tampilan
Black ketika tampil sebagai komika. Alhasil, kelimanya memang berhasil
menghidupkan karakter masing-masing dengan maksimal, terutama Joy dan Sadness.
Tak ketinggalan, Richard Kind yang kebagian mengisi suara karakter yang saya
jamin paling dicintai penonton, Bing Bong!
Seperti biasa, animasi Pixar
selalu bisa memanjakan mata dengan desain karakter yang kuat dan memorable,
serta desain produksi yang catchy. Detail fisik kelima emosi utama yang seperti
terbuat dari spons patut mendapat kredit lebih. Juga desain karakter Bing Bong
dengan campuran berbagai spesies, mulai gajah, kucing, gulali, dan lumba-lumba.
It’s a super fun of a wild imagination. Keren banget! Tata suara juga layak
mendapatkan kredit lebih dalam menghidupkan berbagai adegan fantastisnya.
Terutama faktor pembagian kanal yang begitu detail, seperti bola-bola memori
yang meluncur di rak meliuk-liuk, pusaran angin, dan banyak lagi. Score dari
Michael Giacchino meski tak sampai level modern classic seperti layaknya score Up gubahannya tahun 2009 lalu, tetap
berhasil membawa adegan-adegan IO ke dalam dramatisasi yang begitu menyentuh
emosi penonton.
Lagi-lagi IO membuktikan bahwa
Pixar memang masih maestro di dunia animasi, terutama dari segi orisinalitas
cerita dan memainkan emosi penonton. Di tangan Pete Docter yang sudah ‘bekerja’
untuk Pixar sejak Toy Story dengan
berbagai peran, IO simply menjadi salah satu animasi terbaik sepanjang masa. Oya, jangan terlambat masuk karena seperti biasa, ada animasi pendek Lava yang manis dan romantis. Gara-gara lagu simple dengan lirik yang diulang-ulang, otomatis stuck lama di dalam ingatan!
Lihat data film ini di IMDb.
The 88th Annual Academy Awards nominees for:
- Best Writing, Screenplay Written Directly for the Screen - Pete Docter, Meg LeFauve, Josh Cooley, and Ronnie Del Carmen
- Best Animated Feature Film of the Year