3/5
Comedy
Drama
Family
Franchise
Indonesia
religious
Romance
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
99% Muhrim: Get Married 5
Siapa yang menyangka kalau Get Married (GM) menjelma menjadi salah
satu franchise valuable di ranah perfilman Indonesia? Mungkin bahkan Starvision
sendiri tak pernah merencanakan GM ketika installment pertamanya digarap.
Dengan angka 1.389.454 penonton untuk seri pertamanya, meski seri-seri
berikutnya terus mengalami penurunan angka, namun masih termasuk angka
perolehan yang bagus (GM2 1.199.161 penonton, GM3 601.786 penonton, dan GM4
315.390 penonton). Toh dengan cerita yang dikembangkan melalui karakter-karakter
uniknya, cerita GM bisa dikembangkan ke mana-mana, mulai kegalauan pasangan
yang menginginkan keturunan, baby blues, sampai menikah muda. Bisa dibilang, GM
menjadi semacam komedi satir yang memotret fenomena-fenomena sosial masyarakat
Indonesia, dengan guyonan-guyonan yang akrab dengan mayoritas masyarakat kita.
Itulah kunci mengapa GM bisa tetap diminati penontonnya hingga saat ini. Dengan
alasan ‘mengikuti fenomena kekinian’ pula, cerita GM5, yang katanya menjadi
penutup franchise GM, dikembangkan.
Kali ini Sophie, adik Rendy yang
di installment sebelumnya kawin gantung dengan Jali, mulai risih dengan suami
gantungnya. Akhirnya Sophie menemukan ide untuk berpura-pura masuk pondok
pesantren untuk menghindari Jali. Namun rupanya Sophie benar-benar mendapatkan
hidayah untuk lebih mendalami agama dan… BERHIJAB! Di saat yang sama, sebuah
kecelakaan membuat Mae sadar kalau selama ini dia menomerduakan ibadah. Melihat
Sophie, Mae pun tergerak untuk ikut mendalami agama.
Membaca sinopis di atas, sudah
pasti Anda menemukan benang merah dengan fenomena sosial di masyarakat kita
akhir-akhir ini. Terutama hijab yang memang tiba-tiba menjadi booming, tidak
lagi sekedar menjalankan syariat, tapi juga fashion statement, seperti yang
pernah dituangkan Hanung Bramantyo lewat Hijab
awal tahun ini. Dengan nuansa khas GM (yang sebenarnya tercermin lewat karakter
Mae, dan bahkan ‘sangat Nirina Zubir), sebenrnya GM menyelipkan
fenomena-fenomena ‘mendadak relijius’ ini lebih jauh dan dalam. Seperti
misalnya anggapan kalau orang-orang yang mendadak relijius biasanya karena
sedang menghadapi kesulitan, jilboobs, pengajian hedon, dan yang menurut saya
paling menarik adalah kebahagiaan yang sudah tercapai tanpa harus menjadi
relijius seperti yang dialami oleh Rendy. Kenapa menarik? Menurut saya, yang
dialami oleh Rendy ini mewakili banyak sekali individu yang hidup biasa-biasa
saja, mensyukuri dan bahagia dengan semua yang sudah dimiliki, meski tidak
bergaya hidup reliji seperti yang sering disugestikan sebagai kebahagiaan yang
sesungguhnya. Di sini hanya sekedar dimunculkan untuk kemudian dikompromikan
dengan karakter Mae yang menginginkan keluarga yang ‘lebih dekat dengan Tuhan’.
That’s okay, setidaknya ia berani memunculkan fenomena yang menurut saya masih
jarang diangkat ini.
Tidak ada yang salah dengan
konsep cerita yang seperti ini. GM
masih bawel, cerdas, namun menggelitik. Sayangnya tak hanya nuansa itu yang
dimunculkan di sini, seperti installment-installment sebelumnya. Yang mendominasi
di installment kali ini justru melodrama kegundahan Mae yang terasa terlalu
berlarut-larut, dengan memakan durasi yang cukup panjang tanpa perkembangan
cerita yang cukup berarti, dan bagi penonton sekuler, terkesan halu (okay,
mungkin lebih bijak kalau saya menggunakan istilah ‘sugestif semata’). Alhasil,
kerenyahan komedi khas GM hanya ada di bagian awal dan menjelang akhir saja,
dengan porsi yang jauh lebih sedikit. Alhasil, secara keseluruhan naskah GM5
terasa tak punya perkembangan cerita yang cukup signifikan, terkesan
tergesa-gesa, dan uninspired. Yang tersisa hanya beberapa line cerdas yang
untungnya masih khas GM.
Nirina Zubir, Nino Fernandez,
Jaja Mihardja, Meriam Bellina, Tatjana Saphira, Ricky Harun, dan Ira Wibowo masih
melanjutkan peran sebelum-sebelumnya dengan kekuatan yang kurang lebih sama.
Pasangan Jaja Mihardja-Meriam Bellina justru tampil lebih dari biasanya dengan
satu adegan yang sangat menyentuh. Sayang, dari trio Ringgo-Amink-Desta, hanya
Amink saja yang masih hadir. Itu pun dengan porsi yang seolah-olah sekedar
cameo. Kehadiran Danang-Darto cukup menghibur, meski belum mampu menutupi
absennya trio Ringgo-Amink-Desta.
Lagu-lagu Slank masih mendominasi
sepanjang durasi, seperti Pandangan
Pertama yang sudah jadi theme song, dan yang baru, sesuai dengan konsep, Halal, yang masih ‘sanga Slank’ dan
tentunya ‘sangat Get Married’. Tak
ada yang begitu istimewa maupun kendala di divisi sound. Sinematografi pun
cukup mampu memvisualisasikan cerita.
After all, sebagai penutup
franchise GM, GM5 mungkin menjadi turnover yang cukup signifikan meski masih
menyisakan sedikit ‘spirit’-nya. Tak terlalu istimewa, bahkan mungkin jadi yang
terlemah dari franchise GM, namun sedikit epilog di akhir mengajak penontonnya
untuk bernostalgia sepanjang perjalanan franchise. At least, it put a little
smile to its audience in the end.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.