3/5
Bromance
campus
college
Comedy
Drama
Friendship
Indonesia
Pop-Corn Movie
Teen
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Catatan Akhir Kuliah
Tak banyak film, apalagi film
Indonesia, yang khusus mengangkat dunia kampus. Bukan tanpa alasan, karena tema
kampus hitungannya tanggung. Terlalu dewasa untuk penonton remaja yang
didominasi anak-anak SMA, namun juga terlalu ‘teenage’ buat penonton dewasa
yang sudah melewati masa-masa kuliah. Toh penonton usia kuliah lebih memilih
untuk cocok dengan film-film yang lebih dewasa. Kebanyakan malah film-film
(atau FTV) yang berlatar belakangkan dunia kampus jatuh ke romance ala remaja SMA demi bisa diterima dengan baik oleh range usia yang lebih luas. Maka apa
yang disuguhkan Darihati Film sebagai project film panjang pertamanya, Catatan Akhir Kuliah (CAK) ini bisa
dibilang nekad. Apalagi dengan dukungan aktor-aktris yang masih kurang begitu
populer dan familiar di telinga masyarakat luas sebagai lini depannya, dan
sutradara baru, Jay Sukmo, yang sebenarnya sudah sering jadi asisten sutradara
dari Hanung Bramantyo dan Rizal Mantovani. Tentu saja judul ini bukan berarti
punya benang merah dengan film remaja yang pernah populer di awal 2000-an, Catatan Akhir Sekolah. CAK ini diangkat
dari sebuah novel karya Sam Maulana yang di versi filmnya dipasang sebagai
karakter utama.
Sebagai “frame” CAK memang masih
mengusung drama percintaan cheesy ala remaja, dengan tema-tema yang juga sudah
sangat generik, seperti friendzone dan jomblo abadi. Namun yang membuatnya lebih
menarik adalah bagaimana CAK memvisualisasikan segala aspek romansa cheesy-nya.
Sesuai dengan background cerita yang dunia kampus, maka CAK memetaforakan kisah
percintaan dengan penyusunan sebuah skripsi. Tak hanya itu, CAK juga dengan
berani memasukkan lebih banyak detail background akademisnya, sehingga terkesan
juga bagian yang penting dalam cerita, tak hanya sebagai background tempela
semata. Begitu juga dialog-dialog
yang biasanya super cheesy, di sini menjadi terasa lebih kreatif. Perpaduan
dari kesemuanya terasa punya keseimbangan yang pas. Namun yang jauh lebih
penting adalah bagaimana CAK bisa menghibur penonton lewat kemasannya. CAK
memilih untuk memasukkan humor-humor ringan yang kadang berhasil mengundang
tawa, namun tak jarang pula terkesan garing. Mungkin lebih tepat jika mengatakan guyonan CAK cocok dengan segmen utamanya, yaitu anak kuliahan. Tentu saja kehadiran Muhadly Acho
dan Abdur Arsyad yang memang punya background stand up comedy, sebagai pemeran
utama mau tidak mau turut mempengaruhi gaya humor CAK.
Visualisasi yang dibuat oleh Jay
Sukmo awalnya masih banyak terkesan canggung dalam menyampaikan cerita. Namun
seiring dengan durasi, adegan bergerak menjadi lebih luwes dan enak diikuti.
Guyonan-guyonan yang dilontarkan pun semakin banyak yang menghibur. Tak bisa
dipungkiri pula ada beberapa adegan yang terasa tak perlu atau bisa diringkas
dengan lebih efektif, seperti misalnya visualisasi khayalan ala Harry Potter
yang nyatanya tak berhasil memberikan manfaat apa-apa, bahkan sebagai gimmick
komedi sekalipun, atau juga beberapa adegan flashback yang terasa terlalu panjang. Wajar sih, mengingat orang-orang di belakang layar tergolong
baru dan fresh, sehingga masih terasa idealismenya untuk memasukkan semua yang
ada di kepala. Akibatnya terasa sedikit draggy dan kadang membuat saya mikir,
“apaan sih?”, tapi overall setidaknya masih tidak sampai membuat saya ingin
walk out.
Dipercaya mengisi karakter utama,
Muhadly Acho mungkin kharismanya masih belum terlalu kuat. Namun ia sama sekali
tak buruk. Hampir semua adegan mampu dihidupkan dengan porsi yang pas. Abdur
Arsyad sebagai Ajeb yang seolah dimunculkan hanya sebagai bahan bullyan dan
sumber kelucuan juga cukup mampu mengemban perannya. Sementara Ajun Perwira
yang ditampilkan sebagai charming character juga cukup pas mengisi perannya
meski juga tak istimewa. Sebaliknya, Anjani Dina sebagai Kodok cukup berhasil mencuri
hati penonton dengan pesonanya.
Di deretan pemeran-pemeran
pendukung lain, Aida Nurmala mengobati kerinduan akan penampilannya yang selalu
catchy. Tak ketinggalan Niken Ayu (masih ingat Ayu, anak dari Ayu Azhari dan
Cok Simbara di sinetron Noktah Merah
Perkawinan?), Rangga Moela (Rangga SMASH), Budi Doremi, dan Mario Teguh
sendiri, yang bikin CAK terkesan lebih meriah.
Aspek yang turut menghidupkan
nuansa “muda” dari CAK adalah pemilihan musik, terutama Friendzone yang dibawakan oleh Budi Doremi. Tata kamera dan
artistik pun juga menarik dalam menghiasi adegan-adegannya, seperti kamar kos
yang down to earth namun tetap punya karakter, taman kelinci yang cantik dan
manis, serta kafe outdoor yang terasa hangat dan akrab.
Well, di balik keunikan dan
kekurangannya, CAK adalah presentasi yang sama sekali tak buruk dari sebuah PH
baru dengan semangat baru dari orang-orang di depan serta di balik layar yang
juga baru dikenal. Setidaknya bagi penonton awam, CAK sudah lebih dari cukup
dalam menghadirkan tontonan yang sangat menghibur, pun juga dengan
esensi-esensi yang memotivasi.