The Jose Flash Review
Catatan Akhir Kuliah

Tak banyak film, apalagi film Indonesia, yang khusus mengangkat dunia kampus. Bukan tanpa alasan, karena tema kampus hitungannya tanggung. Terlalu dewasa untuk penonton remaja yang didominasi anak-anak SMA, namun juga terlalu ‘teenage’ buat penonton dewasa yang sudah melewati masa-masa kuliah. Toh penonton usia kuliah lebih memilih untuk cocok dengan film-film yang lebih dewasa. Kebanyakan malah film-film (atau FTV) yang berlatar belakangkan dunia kampus jatuh ke romance ala remaja SMA demi bisa diterima dengan baik oleh range usia yang lebih luas. Maka apa yang disuguhkan Darihati Film sebagai project film panjang pertamanya, Catatan Akhir Kuliah (CAK) ini bisa dibilang nekad. Apalagi dengan dukungan aktor-aktris yang masih kurang begitu populer dan familiar di telinga masyarakat luas sebagai lini depannya, dan sutradara baru, Jay Sukmo, yang sebenarnya sudah sering jadi asisten sutradara dari Hanung Bramantyo dan Rizal Mantovani. Tentu saja judul ini bukan berarti punya benang merah dengan film remaja yang pernah populer di awal 2000-an, Catatan Akhir Sekolah. CAK ini diangkat dari sebuah novel karya Sam Maulana yang di versi filmnya dipasang sebagai karakter utama.

Sebagai “frame” CAK memang masih mengusung drama percintaan cheesy ala remaja, dengan tema-tema yang juga sudah sangat generik, seperti friendzone dan jomblo abadi. Namun yang membuatnya lebih menarik adalah bagaimana CAK memvisualisasikan segala aspek romansa cheesy-nya. Sesuai dengan background cerita yang dunia kampus, maka CAK memetaforakan kisah percintaan dengan penyusunan sebuah skripsi. Tak hanya itu, CAK juga dengan berani memasukkan lebih banyak detail background akademisnya, sehingga terkesan juga bagian yang penting dalam cerita, tak hanya sebagai background tempela semata.  Begitu juga dialog-dialog yang biasanya super cheesy, di sini menjadi terasa lebih kreatif. Perpaduan dari kesemuanya terasa punya keseimbangan yang pas. Namun yang jauh lebih penting adalah bagaimana CAK bisa menghibur penonton lewat kemasannya. CAK memilih untuk memasukkan humor-humor ringan yang kadang berhasil mengundang tawa, namun tak jarang pula terkesan garing. Mungkin lebih tepat jika mengatakan guyonan CAK cocok dengan segmen utamanya, yaitu anak kuliahan. Tentu saja kehadiran Muhadly Acho dan Abdur Arsyad yang memang punya background stand up comedy, sebagai pemeran utama mau tidak mau turut mempengaruhi gaya humor CAK.

Visualisasi yang dibuat oleh Jay Sukmo awalnya masih banyak terkesan canggung dalam menyampaikan cerita. Namun seiring dengan durasi, adegan bergerak menjadi lebih luwes dan enak diikuti. Guyonan-guyonan yang dilontarkan pun semakin banyak yang menghibur. Tak bisa dipungkiri pula ada beberapa adegan yang terasa tak perlu atau bisa diringkas dengan lebih efektif, seperti misalnya visualisasi khayalan ala Harry Potter yang nyatanya tak berhasil memberikan manfaat apa-apa, bahkan sebagai gimmick komedi sekalipun, atau juga beberapa adegan flashback yang terasa terlalu panjang. Wajar sih, mengingat orang-orang di belakang layar tergolong baru dan fresh, sehingga masih terasa idealismenya untuk memasukkan semua yang ada di kepala. Akibatnya terasa sedikit draggy dan kadang membuat saya mikir, “apaan sih?”, tapi overall setidaknya masih tidak sampai membuat saya ingin walk out.

Dipercaya mengisi karakter utama, Muhadly Acho mungkin kharismanya masih belum terlalu kuat. Namun ia sama sekali tak buruk. Hampir semua adegan mampu dihidupkan dengan porsi yang pas. Abdur Arsyad sebagai Ajeb yang seolah dimunculkan hanya sebagai bahan bullyan dan sumber kelucuan juga cukup mampu mengemban perannya. Sementara Ajun Perwira yang ditampilkan sebagai charming character juga cukup pas mengisi perannya meski juga tak istimewa. Sebaliknya, Anjani Dina sebagai Kodok cukup berhasil mencuri hati penonton dengan pesonanya.

Di deretan pemeran-pemeran pendukung lain, Aida Nurmala mengobati kerinduan akan penampilannya yang selalu catchy. Tak ketinggalan Niken Ayu (masih ingat Ayu, anak dari Ayu Azhari dan Cok Simbara di sinetron Noktah Merah Perkawinan?), Rangga Moela (Rangga SMASH), Budi Doremi, dan Mario Teguh sendiri, yang bikin CAK terkesan lebih meriah.

Aspek yang turut menghidupkan nuansa “muda” dari CAK adalah pemilihan musik, terutama Friendzone yang dibawakan oleh Budi Doremi. Tata kamera dan artistik pun juga menarik dalam menghiasi adegan-adegannya, seperti kamar kos yang down to earth namun tetap punya karakter, taman kelinci yang cantik dan manis, serta kafe outdoor yang terasa hangat dan akrab.

Well, di balik keunikan dan kekurangannya, CAK adalah presentasi yang sama sekali tak buruk dari sebuah PH baru dengan semangat baru dari orang-orang di depan serta di balik layar yang juga baru dikenal. Setidaknya bagi penonton awam, CAK sudah lebih dari cukup dalam menghadirkan tontonan yang sangat menghibur, pun juga dengan esensi-esensi yang memotivasi.


Lihat data film ini di filmindonesia.or.id
Diberdayakan oleh Blogger.