3/5
Action
Adventure
Box Office
Comedy
Crime
Film Lebaran
Franchise
Indonesia
Investigation
Parody
Pop-Corn Movie
Secret Agent
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Comic 8: Casino Kings Part 1
Di ranah perfilman Indonesia,
Anggy Umbara adalah nama yang telah menunjukkan keunikan lewat karya-karyanya.
Dimulai dengan Mama Cake yang
membungkus ‘dakwah’ dengan kemasan yang begitu pop, warna-warni vibrant dan
imajinatif ketimbang natural, dan jalinan cerita yang seru. Begitu juga dengan Coboy Junior The Movie dan Comic 8 yang dengan jelas menunjukkan
betapa ‘unik’-nya karya-karya dari Anggy. Meski jelas, terlepas dari kenyataan
unik bisa berarti bagus maupun buruk, juga pasti menimbulkan gap fans berat dan
haters yang semakin lebar. As for me, I still appreciate the uniqueness. Khusus
untuk Comic 8 (C8), terlepas dari
selera humor yang cocok dengan penontonnya atau tidak, menurut saya berhasil
memanfaatkan para komika yang memang sedang sangat diminati, namun dengan
naskah, pencitraan, dan konsep fantasi yang tidak main-main. Twist di ending
harus diakui menarik, tak sekedar asal twist, dan yang pasti bisa dikembangkan
lebih jauh menjadi sebuah franchise. Dari story base itulah Comic 8: Casino Kings Part 1 (CK1)
dibangun.
Kali ini para komika yang
ternyata pasien rumah sakit jiwa yang dicuci otaknya dan dimanfaatkan sebagai
agen rahasia, kembali ‘dicuci otaknya’ untuk mengemban misi yang lebih berat,
kompleks, dan berbahaya. Secara garis besar, premise-nya seperti gabungan spoof
dari The Hunger Games dan The Raid. Tentu saja tujuan utamanya cuma
satu, menampilkan adegan-adegan big bang boom yang lebih banyak dan dahsyat
seperti yang dijanjikan di trailernya. And yes, CK1 memang menepati janji-janji
yang diumbar di trailernya. Adegan big bang boom digeber di tiap cut-nya,
apalagi dengan editing super dinamis yang dilakukan Andi Mamo.
CK1 masih mengusung alur cerita
yang back and forth dan memakai judul bab bak buku seperti C8. Bedanya, jika di
C8 kebanyakan alur back and forth-nya dimanfaatkan untuk perkenalan karakter
dan penjelasan di ending, di sini terasa lebih random. Mungkin ingin sedikit
memberikan penonton rasa penasaran dengan tiap kejadian adegan, namun karena
adegan-adegannya tak begitu ‘mengundang penasaran’, konsep back and forth ini
lebih untuk men-create efek big bang boom yang lebih non-stop. Bagi penonton
yang sudah familiar dan suka C8, maka tak ada kesulitan untuk mengikuti
alurnya, pun juga menyukai gaya penceritaannya. Namun bagi yang tidak menonton
C8 ataupun membencinya, kemungkinan besar akan dibuat bingung dan bahkan semakin
membencinya.
Tapi tidak bisa dipungkiri,
faktor kesuksesan yang membuat penonton berbondong-bondong ke bioskop bukanlah
naskah yang brilian maupun efek big bang boom-nya, tapi penampilan para komika
dengan kekhasan guyonan masing-masing. And for that term, meski lagi-lagi on
and off, masing-masing komika cukup memuaskan penggemarnya. Apalagi kali ini
dengan pembagian part yang cukup adil dan merata. Sementara Anggy juga tak lupa
menambahkan sangat banyak all-star, baik yang populer di masa kini maupun
aktor-aktirs lawas, untuk mendukung. Masing-masing pun juga diberi part yang
sama kuatnya dan bekal joke-joke bereferensi pop culture Indonesia untuk
men-serve lebih banyak kalangan. Saya yang tergolong cukup cocok dengan
joke-joke C8, juga masih bisa tertawa terbahak-bahak di beberapa joke-nya, baik
yang dibawakan komika maupun aktor-aktris pendukungnya.
Para komika berhasil tampil
semakin luwes di depan kamera, mulai Ernest, Arie Kriting, Bintang Timur,
Kemal, Ge Pamungkas, Fico, dan tentu saja terutama sekali Mongol Stres dan Babe
Cabiita. Deretan pemeran pendukungnya juga tak kalah menariknya. Mulai Boy
William yang juga kemampuannya mulai kelihatan, Dhea Ananda yang menggantikan
Nirina Zubir, Pandji Pragiwaksono,
Indro Warkop. Hannah Al Rashid dan Donny Alamsyah yang biasanya serius pun kali
ini mampu membuat terbahak-bahak tanpa kehilangan kesan kerennya dengan ability
masing-masing. Sophia Latjuba seperti biasa, mempesona. Dan let’s not forget
Prisia Nasution dengan aksen Melayu Singapore yang begitu luwes dan menarik
untuk disimak.
Sinematografi dari Dicky R Maland
yang sudah menjadi langganan Anggy sejak Mama
Cake, masih memamerkan berbagai shot yang mendukung konsep serba grande,
epic, luxury, dan cool. Efek visual menjadi ‘komoditas’ utama yang cukup kuat
untuk teknis CK1. Meski tak semua tampak sepenuhnya rapi, namun tetap saja
berada sedikit di atas efek visual rata-rata sinema kita. Sementara di divisi
tata suara, meski tak ada yang begitu istimewa, pun juga tak begitu
memanfaatkan gimmick efek surround, sudah lebih dari cukup untuk menghidupkan
adegan-adegan serunya. Tata musik yang memanfaatkan daur ulang lagu-lagu milik
Rhoma Irama dan Benyamin S. dengan aransemen yang cukup kreatif dan unik, turut
mendukung cerita, adegan-adegan, serta konsep secara keseluruhan.
Pembagian CK menjadi 2 bagian
dengan rentang waktu yang cukup lama (6 bulan, CK2 dijadwalkan rilis Februari
2016) mungkin memang faktor komersial, namun dengan desain produksi yang begitu
megah, jauh lebih megah, niat, dan tentu saja cost more ketimbang C8, wajar
jika produser ingin menggali potensial sedalam-dalamnya. Efeknya, secara
keseluruhan CK1 terasa seperti sebuah potongan-potongan adegan dan teaser
setup-setup ketimbang satu cerita yang utuh. Apalagi dengan konsep alur back
and forth yang semakin menguatkan kesan itu. Tapi tak mengapa, dengan ending yang
begitu ‘mengundang’ dan sedikit cuplikan dari part 2-nya, bisa diduga menyimpan
cerita, lebih banyak nama-nama terkenal di lini pendukung, serta adegan-adegan
yang semakin seru. Well, let’s just not judging CK from its first part only.
Let’s wait until part 2 and then judge as one whole movie.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.