3/5
coming of age
Drama
Erotic
Investigation
Pop-Corn Movie
Teen
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Careful What You Wish For
Salah satu genre yang sempat
booming di era 90-an adalah erotic thriller. Rata-rata formulanya sama: affair
yang berujung teror dan tak jarang berakhir tragis. Salah satu produser yang
sering bermain dan pernah menelurkan judul-judul legendaris di area genre ini
adalah Ashok Amritraj dengan franchise Night
Eyes dan Scorned (A Woman’s Scorned). Setelah trend genre
ini semakin berkurang, Amritraj dengan studionya, Hyde Park Entertainment,
lebih banyak memproduksi genre lain yang lebih populer seperti horor dan
action. Terakhir, film erotic thriller yang diproduksinya mungkin Original Sin yang dibintangi Antonio
Banderas dan Angelina Jolie. Tahun ini rupanya erotic thriller nampaknya mulai
dilirik lagi. Ditandai dengan The Boy
Next Door-nya Rob Cohen yang dibintangi Jennifer Lopez dan Ryan Guzman.
Maka tak heran jika Amritraj melihat peluang untuk kembali bermain-main di area
yang sama. Mantan artis Disney, Nick Jonas pun dimanfaatkan untuk menarik
perhatian.
Careful What You Wish For (CWYWF) nyatanya punya premise yang tak
jauh berbeda dengan Night Eyes dan
kebanyakan erotic thriller 90-an lainnya. Kalau mau referensi yang rentang
waktunya yang lebih dekat, CWYWF seperti The
Boy Next Door hanya saja dari sudut pandang si brondong (meski sang woman
interest di sini, Isabel Lucas, tak setua Jennifer Lopez juga). Maka lebih
tepatlah CWYWF membidik pasar yang lebih muda (baca: remaja). Tak heran jika
penceritannya pun lebih naif ketimbang erotic thriller lain (well, erotic
thriller yang lebih dewasa pun sebenarnya menghadirkan karakter pria yang nggak
kalah naif-nya sih), namun bukan berarti buruk. Chris Frisina yang mana ini
merupakan naskah film panjang pertamanya, ternyata cukup baik dan cermat dalam
menyusun detail karakter yang logis dan relevan, terutama si brondong, Doug yang
diperankan oleh Nick Jonas. Timing dalam membangun ketegangan dan ceritanya pun
termasuk pas sehingga secara keseluruhan masih nyaman diikuti, meski mungkin
penonton sudah familiar dengan tipikal film seperti ini. Turning over cerita
yang lagi-lagi, sebenarnya sudah cukup familiar, juga mampu dihadirkan dengan
menarik. Ketika saya mengira fokus cerita terletak pada bagaimana Doug
berhadapan dengan resiko jika suami sang love interest mengetahui affairnya,
ternyata ada fokus cerita yang lebih jauh lagi. Twist ala Wild Things di menjelang akhir cerita pun tidak asal ada, tapi
relevan dengan hint dan clue yang tersebar di sepanjang cerita meski tidak
terlalu obvious.
Naskah yang perpaduan Night Eyes dan Wild Things ini juga cukup baik digarap oleh sutradara Elizabeth
Allen (Aquamarine dan Ramona and Beezus). Dengan pengalamannya
menyutradarai beberapa episode serial remaja yang bernuansa serupa, seperti 90210 dan Gossip Girl, Elizabeth tak punya kendala berarti dalam
menerjemahkan naskah Frisina. Hanya saja beberapa joke yang diletakkan tidak
pada momen yang pas, sedikit merusak nuansa investigation thriller yang
dibangun. But other than that, it’s still enjoyable to follow.
Melebihi ekspektasi saya, Nick
Jonas rupanya tampil cukup baik. Tak hanya berhasil melepaskan image remaja
manis, Nick mampu dengan luwes menerjemahkan karakter Doug yang aslinya geek
namun harus berhadapan dengan kasus seberat itu. Chemistry yang dibangunnya
bersama Isabel Lucas pun termasuk convincing. Hanya saja beberapa adegannya
bersama Carson (Graham Rogers) maupun Paul Sorvino masih terasa canggung.
Isabel Lucas, masih menjadi karakter tipikalnya, wanita ber-sex appeal tinggi
yang misterius dan manipulatif. Tidak terlalu kuat karena faktor naskah yang
memang tidak memberikan porsi yang cukup, namun tak buruk pula. Sebaliknya,
Dermot Mulroney sebagai sang suami, terasa lebih kuat karena kharisma yang
mengintimidasi meski screen presence-nya tak begitu banyak. Sementara Kandyse
McClure sebagai Angie Alvarez yang screen presence-nya baru mendominasi di
paruh kedua film, cukup kuat untuk menarik perhatian penonton, melebihi Isabel
Lucas.
CWYWF memang tidak menawarkan
sesuatu yang benar-benar baru maupun cukup kuat untuk bertahan lama dalam benak
penonton. Apalagi sebagai erotic thriller, ia masih sangat sangat halus dan
sopan (apalagi jika dibandingkan softcore-softcore era 90-an). Mungkin faktor
target market utama yang lebih muda (baca: remaja), but I don’t know why saya
merasa film-film erotic thriller yang dirilis akhir-akhir ini tak seberani dan
sepanas era 90-an. Padahal sebenarnya sex scene atau minimal nudity yang
menjadi daya tarik utama. Tanpa kedua aspek tersebut yang cukup kental, tak
banyak yang bisa membuat penonton tertarik untuk nonton.
Lihat data film ini di IMDb.