3.5/5
Adventure
Animation
Based on Toys
Based on TV show
Comedy
Family
Fantasy
Franchise
Friendship
Hollywood
Kid
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
My Little Pony The Movie
Bukan hal yang mengejutkan bahwa serial TV yang sukses akan hijrah ke layar lebar, tak terkecuali untuk serial animasi 2D tradisional. Adalah My Little Pony, serial TV yang populer di berbagai belahan dunia berdasarkan mainan produksi Hasbro sejak 1982. Sempat di-reboot mulai tahun 2010 dengan judul My Little Pony: Friendship is Magic, Hasbro (di bawah Allspark Pictures) bekerja sama dengan DHX Media dan Toon Boom Animation asal Kanada untuk membawanya ke layar lebar dengan judul My Little Pony The Movie (MLPTM). Selain Ashleigh Ball, Michelle Creber, Nicole Oliver, Andrea Libman, Tabitha St. Germain, Britt McKillip, Peter New, dan Tara Strong yang berasal dari serial aslinya, MLPTM juga dimeriahkan oleh voice talent populer seperti Emily Blunt, Taye Diggs, Michael Peña, Zoe Saldana, Liev Schreiber, hingga biduan, Sia. Tetap setia dengan format animasi 2D tradisional (yang berarti merupakan film layar lebar animasi 2D ketiga di era 2010-an setelah Winnie the Pooh (2011) dan The SpongeBob Movie: Sponge Out of Water (2015)), MLPTM mencoba peruntungannya.
Alkisah para kuda poni di Kerajaan Equestria sedang mempersiapkan Festival Persahabatan yang diadakan oleh Putri Twilight Sparkle. Kemeriahan tiba-tiba terusik oleh serangan makhluk-makhluk yang dipimpin oleh seekor unicorn bertanduk patah, Tempest Shadow. Teman-teman putri Twilight dilumpuhkan. Sementara Putri Twilight berhasil lolos dan mengajak lima sahabatnya; Pinkie Pie, Rainbow Dash, Rarity, Applejack, Fluttershy, serta asistennya, Spike, bertualang menemukan Ratu Hippo yang dipercaya mampu menyelamatkan Kerajaan Equestria dari kuasa jahat Storm King. Petualangan yang menguji persahabatan mereka sekaligus mempertemukan mereka-mereka yang berada pada posisi abu-abu; Capper si kucing penipu, Kapten Celaeno si beo bajak laut, Putri Skystar, dan ibunya, Ratu Novo yang ternyata juga bersembunyi dari kejaran Storm King.
Sebagai sajian animasi untuk semua umur dengan target audience utama anak-anak, MLPTM tergolong sangat ‘aman’ dan cenderung mengusung tema generik tentang persahabatan. Namun berkat desain karakter (berikut karakteristik masing-masing) dan universe yang memikat, ditambah nomor-nomor musikal dari Daniel Ingram yang catchy, ia menjadi tontonan yang mengasyikkan untuk disimak. Lebih dari itu, ia mengajak penonton ciliknya (sekaligus mengingatkan kembali penonton dewasa) untuk memahami persahabatan secara aktif. Tidak hanya sekedar mengharapkan benefit dari sahabat alias persahabatan yang pasif. Tema yang secara konsisten diusung sejak awal film hingga konklusi lewat karakter Putri Twilight dan Tempest. Sederhana, tapi dikembangkan dengan cukup solid dan mengalir lancar.
Selain voice talents utama yang secara konsisten mengisi suara karakter ikoniknya, Emily Blunt terdengar paling menonjol sebagai sosok Tempest Shadow. Bahkan ketika bernyanyi pun sekilas terdengar seperti Madonna. Taye Diggs tak kalah mencuri perhatian sebagai Capper. Begitu juga Zoe Saldana sebagai Captain Celaeno yang ternyata punya bakat bernyanyi yang cukup besar. Sementara Liev Schreiber terdengar begitu kharismatik dan powerful sebagai sosok villain, Storm King. Terakhir, tentu saja tak boleh melupakan penampilan Sia sebagai Songbird Serenade. Apalagi dengan lagu Rainbow yang sangat memorable dan suportif terhadap tema film.
Sinematografi Anthony Di Ninno mempersembahkan visual yang sinematik di balik animasi 2D tradisional yang mungkin bagi beberapa orang dianggap ketinggalan jaman. Editing Braden Oberson pun mengalirkan plotnya yang sederhana menjadi tetap punya daya tarik secara konsisten sepanjang film. Didukung sound design dan sound mixing yang mantap, MLPTM terasa begitu sinematik untuk dinikmati di layar lebar dengan fasilitas audio-visual yang mumpuni.
Di tengah bombardir animasi 3D, MLPTM berhasil membuktikan bahwa animasi 2D tradisional belum kehilangan pesona dan masih jauh dari kesan ketinggalan jaman. In the end memang benar bahwa yang terpenting bukan format 2D atau 3D, tapi bagaimana mendesain karakter, universe, serta treatment bercerita lewat visual. Untuk tujuan tersebut, MLPTM saya rasa telah berhasil menyampaikan misinya. Tak hanya menarik bagi penonton cilik perempuan yang image-nya selama ini sudah sangat melekat dengan versi serialnya, tapi juga punya tema yang universal, melampaui batas gender dan usia.
Lihat data film ini di IMDb.