The Jose Flash Review
Judwaa 2
[जुड़वा 2]

Tema ‘kembar’ rupanya menjadi salah satu favorit sinema Hindi. Bahkan mungkin salah satu tantangan prestis bagi aktornya adalah memerankan karakter kembar. Salah satunya adalah Salman Khan di Judwaa (1997) yang  merupakan remake dari film Telugu, Hello Brother (1994) yang juga merupakan remake tak resmi dari film Jackie Chan, Twin Dragon. Disutradarai David Dhawan, Judwaa mencetak box office besar, tercatat sebagai terlaris ke-sembilan pada tahun tersebut. 

Tahun 2017 ini, David Dhawan kembali menghadirkan tema serupa sebagai sekuel dari Jadwaa. Kali ini menggandeng sang putra, Varun Dhawan, yang karirnya terus menanjak sejak pemunculan perdananya di Student of the Year. Menariknya, Varun didukung oleh Jacqueline Fernandez yang baru saja mendampingi Sidharth Malhotra (lawan main Varun di Student of the Year) di A Gentleman: Sundar, Susheel, Risky yang juga punya unsur ‘kembar’.
Istri Rajiv Malhotra, Ankita, baru saja melahirkan anak kembar yang punya ikatan batin begitu kuat hingga apa yang dilakukan salah satunya akan ikut dilakukan oleh yang lainnya. Naas, salah satunya diculik oleh seorang mafia bernama Charles karena setelah aksi kejahatannya digagalkan oleh Rajiv. Rajiv disarankan untuk pindah dari kota tersebut mengingat reputasi Charles yang pasti akan terus mencari dan membalas dendam. Ia, istri, dan putranya yang diberi nama Prem pindah ke London. Sementara kembaran Prem ditemukan oleh seorang penduduk lokal dan diberi nama Raja. Ketika dewasa keduanya tumbuh menjadi pribadi yang sama sekali berbeda, terutama dari segi watak. Raja yang tumbuh di lingkungan keras menjadi pria yang jago berkelahi, sementara Prem yang cenderung lebih lemah tumbuh menjadi pria terpelajar tapi penakut dan minder di hadapan wanita. Takdir mempertemukan keduanya kembali di London. Membuat Samara dan Alishka, pacar masing-masing kebingungan dalam kekacauan demi kekacauan. Belum lagi kehadiran Alex yang sempat dilukai dan kini terus memburu Raja.
Secara garis besar tak banyak perubahan dilakukan dari Judwaa pertama. Formula-formula seperti karakterisasi karakter kembar, pengembangan konflik, terutama asmara dan dendam, hingga nama-nama karakter utama yang tetap dipertahankan. Pembeda yang terlihat jelas terletak pada setting yang mayoritas berpindah ke London, tak lagi di India seperti di film pertama. Maka sebenarnya tak salah jika Judwaa 2 lebih tepat disebut sebagai remake daripada sekuel. Mengandalkan komedi non-sensical dan serba kebetulan (teramat sangat, malah), Judwaa 2 agaknya memang menghiraukan logika. Maka tak perlu Anda berpusing-pusing memikirkan logika yang sudah janggal di mana-mana, seperti bagaimana Raja bisa dengan mudah membuat orang-orang di sekitarnya percaya dengan ceritanya hingga rela melakukan hal sedermawan itu, atau bagaimana duo opsir polisi selalu bertemu dengan Raja. Nikmati saja perjalanan luar biasa konyol dan menggelitik yang digelar sepanjang durasi yang mencapai 145 menit. Mulai humor-humor situasional yang ditata sedemikian ‘kebetulan’ dan memanfaatkan ikatan batin antara Raja-Prem, sikap-sikap eksentrik para karakter (terutama ibu Samaara, Inspektur Dhillon, dan Nancy), plesetan nama-nama populer (seperti Aliaa Bhatt/Mahesh Bhatt, atau Varun Dhawan dan Shikhar Dhawan), dan penggunaan judul-judul film Hindi populer sebagai bagian dari dialog, seperti Prem Ratan Dhan Payo hingga Bhaag Milkha Bhaag
Dengan dukungan aksi komedik yang begitu pas oleh Varun Dhawan (serta dengan diferensiasi karakter yang cukup konsisten dan jelas), Jacqueline Fernandez (Alishka), Tapsee Pannu (Samaara), Rajpal Yadav (Nandu), Upasna Singh (ibu Samaara), Anupam Kher (Mr. Balraj Baksi), Atul Parchure, Pavan Malhotra (Inspektur Dhillon), dan tentu saja Donna Preston (Nancy) yang tak kalah menggelitik dengan Melissa McCarthy, Judwaa 2 menjadi sajian pemancing tawa (nyaris) non-stop yang kerap kali tak terduga.
Tentu pengarahan David Dhawan punya andil besar dalam menjaga energi komedi yang konsisten meski sebenarnya pengembangan plot tergolong tak banyak (konflik utama saja baru dihadirkan di sekitar 20 menit terakhir yang diikuti langsung oleh klimaks). Sinematografi Ayananka Bose sebenarnya tak banyak variasi, terutama adegan-adegan dialog dengan mayoritas medium-shot yang membuatnya terasa seperti sajian FTV. Namun camera work untuk adegan-adegan aksi, musical performance, dan insert-insert mampu memberikan feel sinematik lebih. Editing Ritesh Soni mempertegas energi keseluruhan film sehingga perkembangan plot yang lemah dapat didistraksi. Begitu juga inkonsistensi konsep ikatan batin antara Raja-Prem yang agaknya tak begitu menjadi masalah berarti bagi beberapa penonton yang berhasil terdistraksi.
Menambah ‘meriah’ film, Judwaa 2 juga memasukkan lagu-lagu yang begitu festive dan didukung pula oleh koreografi-koreografi yang tak hanya sangat mampu ‘menggerakkan’ penonton, tapi juga sangat menggelitik. Masih ada Chaltih Hai Kya 9 Seh 12 dan Oonchi Hai Building dari film pertama yang di-daur ulang, ditambah Lift Teri Bandh Hai, Aa To Sahii, dan Suno Ganpati Bappa Morya yang tak kalah ‘seru’-nya.
Dengan konsep non-sensical humor dan terlalu serba kebetulan, ada baiknya menikmati Judwaa 2 dengan santai serta mengabaikan logika sejauh mungkin. Laju plotnya pun memang terkesan diulur-ulur hingga konflik utama (pemicu elemen aksinya) yang baru dikeluarkan di menjelang akhir. Namun energi komedi yang konsisten menggelitik urat tawa penonton dari awal hingga akhir, membuat kesemua kelemahan tersebut tak menjadi kendala berarti dalam menikmatinya sebagai paket murni hiburan. Gokil!
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.