3/5
Asia
Based on Book
Comedy
Drama
Friendship
Indonesia
mature relationship
Pop-Corn Movie
Remake
Romance
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Jomblo [2017]
Jomblo yang diangkat dari novel berjudul sama karya Adhitya Mulya pernah menjadi film Indonesia box office tahun 2006 dan bahkan aktor-aktor utamanya; Ringgo Agus Rahman, Dennis Adhiswara, Rizky Hanggono, serta Christian Sugiono, begitu lekat dengan image geng ‘jomblo’. Sebelas tahun kemudian, ketika dirasa telah berganti generasi, Falcon Pictures mencoba membawa kembali kisah klasik ‘persahabatan versus asmara’, tentu saja dengan kemasan dan update perkembangan sosio-kultural sesuai dengan generasi kekinian. Hanung Bramantyo kembali mengisi bangku penyutradaraan dan Adhitya Mulya pun kembali meng-update versi novelnya sekaligus menyusun naskah versi filmnya bersama dengan Ifan Ismail (Habibie & Ainun, Di Balik 98). Ge Pamungkas, Richard Kyle, Deva Mahenra, dan Arie Kriting didapuk menjadi geng ‘jomblo’ yang baru. Didukung Natasha Rizky, Aurellie Moeremans, Indah Permatasari, dan Deswita Maharani yang makin menyemarakkan film.
Agus, Bimo, Olip, dan Doni adalah sahabat yang berkuliah di Universitas B. Meski berbeda latar belakang dan kepribadian, keempatnya sama-sama jomblo dengan alasan masing-masing. Konflik antar-sahabat meruncing ketika Agus jatuh hati kepada Lani yang sudah diincar oleh Bimo sejak lama tapi tak pernah dihiraukan. Padahal Agus masih tengah menjalin hubungan dengan Rita tapi sedang mengalami titik buntu. Sementara Doni yang selama ini dikenal player dibuat benar-benar jatuh cinta kepada Asri. Tak disangka ternyata Asri lah wanita yang selama ini diincar Olip tapi tak pernah diungkapkan karena ketakutannya. Persahabatan antara keempatnya semakin berada di ujung tanduk seiring dengan hubungan asmara masing-masing yang kian pelik.
Secara garis besar, Jomblo versi 2017 masih mengusung tema yang sama dengan versi 2006: persahabatan yang diuji ketika konflik asmara muncul. Tema klasik yang sampai generasi sekarang pun masih relevan. Hanya saja ada gaya dan pola-pola pikir yang berbeda. Di situlah utamanya Adhitya meng-update kisah Jomblo versi 2017. Bahkan saya menemukan kedalaman lebih pada isu moralitas benar-salah dalam konflik asmara. Misalnya hak wanita untuk menolak pria yang dirasa tidak menarik hatinya atau sahnya mendekati wanita yang juga didekati sahabat jika si wanita memang tak menghiraukan sang sahabat. Intinya, ada kedewasaan lebih dalam menyikapi kasus-kasus demikian yang patut menjadi bahan pemikiran lebih bagi remaja (menjelang dewasa) saat ini.
Namun ‘update’ sesuai jaman juga bisa jadi bumerang bagi Jomblo versi 2017. Yang paling menonjol tentu saja persahabatan antara Agus, Bimo, Olip, dan Doni yang terasa tak seakrab atau sedekat versi 2006. Entah faktor apa. Bisa jadi chemistry para aktor utama yang kurang, porsi kebersamaan yang kurang, atau memang disengaja mengingat perbedaan pola dan gaya pertemanan masa kini yang jelas berbeda sama sekali dengan era 2006.
Secara struktur dan porsi, Jomblo versi 2017 masih menawarkan komedi gila-gilaan sekaligus drama yang thoughtful. Sisi komedinya terasa begitu menggelitik tanpa henti, terutama di paruh pertama film. Apalagi dengan kehadiran Ge Pamungkas yang porsi plot hubungannya dengan Rita sangat mengingatkan saya akan feel serupa di Mars Met Venus. To be honest, Ge menampilkan karakter yang tak berbeda jauh atau malah bisa dibilang ‘menjadi diri sendiri’. Ditambah set lokasi dan konflik asmara yang 11-12, feel Mars Met Venus all over again menjadi terasa begitu kuat. Masih bisa menjadi formula yang cukup berhasil dalam mengocok perut dan menghibur, terutama lewat ‘alternate Agus imajiner’, plesetan-plesetan politis (lewat karakter Jonur dan jingle maskot cupcake Teh Guti Cake), dan tentu saja satu nomor musikal Bojoku Ketikung yang sangat ‘pecah’. Belum lagi ditambah kehadiran Deswita Maharani sebagai Teh Guti dan Joe P Project sebagai A’a Rahman yang menjadi scene stealer tersendiri di tiap kemunculannya.
Sayang, gelaran komedi yang membombardir sejak awal membuat saya kehilangan ketertarikan ketika drama (yang seharusnya menjadi fokus konflik utama) mulai masuk. Bisa jadi karena perpindahan atmosfer film yang terlalu signifikan, atau visualisasi yang tak se-‘menghentak’ versi 2006. Terakhir, konklusi yang digunakan untuk menutup film sebenarnya kurang lebih sama. Masih realistis. Namun feel yang dihadirkan tak lagi se-thoughtful versi 2006. Bisa jadi karena faktor musik pengiring, Jomblo dari Mahesa Utara, Yacko, Iwa K, dan Wizzy yang bernuansa EDM, tak mampu (baca: tidak match) menghantarkan emosi sebaik BDG 19 OKT dari Seurieus di versi 2006.
Selain Ge yang masih berhasil membangkitkan energi utama film sebagai Agus, Arie Kriting, Deva Mahenra, dan Richard Kyle terasa sekali tidak punya porsi yang cukup untuk membuat penonton peduli akan eksistensi maupun nasib mereka. Masih cukup jauh jika dibandingkan porsi karakter-karakter yang sama di versi 2006. Namun setidaknya dengan arahan Hanung, Richard Kyle menunjukkan sedikit lebih banyak ekspresi wajah dibandingkan peran-peran sebelumnya. Natasha Rizky sedikit mengingatkan saya akan karakter serupa yang diperankan Pamela Bowie di Mars Met Venus, sementara Aurelie Moeremans dan Indah Permatasari, seperti biasa, tampil mempesona.
Sinematografi Satrio Kurnianto dan editing Wawan I Wibowo masih berhasil menghidupkan adegan-adegan komikal sesuai kebutuhan, kecuali untuk urusan peralihan atmosfer yang terasa masih terlalu signifikan. Tata suara Khikmawan Santosa menghadirkan detail dan kedalaman ruang yang cukup seimbang, sebagaimana set dan properti dari Allan Sebastian. Tak ketinggalan pula musik dari Krisna Purna yang mampu sedikit memperkuat kebutuhan adegan, terutama untuk adegan-adegan komikal.
Sulit sebenarnya untuk memutuskan mana yang lebih baik, apakah Jomblo versi 2006 atau 2017. Masing-masing punya relevansi generasi pada masanya, begitu pula kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mungkin saja versi 2017 bisa lebih relate ke penonton muda saat ini. Namun setelah ditimbang-timbang lagi, saya harus jujur bahwa versi 2006 masih jauh lebih mengena bagi saya pribadi. Nevertheless, setidaknya saya masih sangat terhibur dan berhasil dibuat tertawa terpingkal-pingkal di cukup banyak momen oleh Jomblo versi 2017.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.