3/5
Franchise
Hollywood
Horror
Pop-Corn Movie
Psychological
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Annabelle
Overview
Harus saya
akui, The Conjuring adalah aset
franchise yang begitu berharga dan bisa dikembangkan ke mana-mana untuk
mengeruk keuntungan finansial. Tak heran jika lantas Annabelle menjadi incaran para penikmat horor (yang artinya hampir
semua penikmat film di bioskop). Jika saja Annabelle
dirilis tanpa atau sebelum The Conjuring,
saya tidak yakin hasilnya akan sama. So, yes euphoria jelas menjadi materi
promosi yang penting di sini. Lantas bagaimana kualitas sebenarnya?
Awalnya saya
memang skeptis dengan Annabelle.
Terutama sekali sutradaranya adalah John R. Leonetti yang sebelumnya dikenal
sebagai director of photography The
Conjuring maupun duologi Insidious.
Piawai merekam gambar sesuai kebutuhan bukan berarti juga piawai menuturkan
cerita sebagai sutradara. DoP langganan Nolan, Wally Pfister, bisa menjadi
bukti ketika menggarap Transcendence.
Ternyata apa yang menjadi kekhawatiran saya terbukti. Padahal saya harus
mengakui sebenarnya Annabelle punya
naskah yang disusun dengan rapi dan menarik.
Jika Anda
berusaha membandingkan Annabelle
dengan The Conjuring, jelas Anda akan
kecewa. Di mata saya, keduanya punya gaya
horor yang berbeda. Jika The Conjuring
menggunakan formula horor klasik yang dimodifikasi dengan selera penonton
sekarang, maka Annabelle sebenarnya
lebih menjadi sebuah horror thriller psikologis bak Rosemary’s Baby. Begitu pula jika Anda membandingkan Annabelle dengan sosok boneka horor
lainnya, Chucky dari seri Child’s Play.
Bukan tanpa alasan saya menyebut judul Rosemary
Baby, karena banyak sekali elemen dan gaya
bertutur Annabelle yang mengingatkan
saya (atau malah menjadi semacam referensi atau tribute?) akan horor klasik
itu. Tapi tentu saja dalam derajat yang jauh berbeda, terutama dalam hal
membangun atmosfer horor-nya.
Maaf kepada sutradara
yang masih harus mengasah sense-nya dalam menghadirkan atmosfer horor dan
thriller secara konstan dibangun. Yang terjadi pada Annabelle, ada beberapa adegan yang berhasil membangkitkan nuansa
eerie, namun seringkali harus menurun secara drastis seiring dengan pergantian
adegan. Tensi ketegangan yang saya rasakan pun ikut tidak konstan, dan dengan
seiring dengan durasi, lama-kelamaan kebal juga dengan nuansa yang berusaha
dibangun. Dengan kata lain, secara keseluruhan Annabelle masih gagal dalam upaya menakut-nakuti saya.
The Casts
Penggunaan
cast yang sama sekali tidak popular sebenarnya sudah menunjukkan seperti apa
proyek ini sebenarnya didesain. Lihat saja jajaran pemeran utama yang
sebelumnya hanya pernah mengisi peran-peran figuran di film-film box office.
Tapi bukan berarti buruk. Terutama sekali Annabelle Wallis yang mendapatkan
porsi paling dominant, mampu mengisi peran Mia dengan cukup baik. Sementara
Ward Horton tidak begitu menonjol. Justru Alfre Woodard mampu tampil cukup
mengesankan di balik kemisteriusannya. Peran yang sebenarnya masih tidak jauh
beda dengan perannya di serial Desperate
Housewives season 2.
Technical
Tidak ada yang
begitu istimewa dari teknis Annabelle.
Setidaknya semua departemen sesuai dan pas dengan kebutuhannya. Desain produksi
yang meliputi desain setting dan kostum cukup baik mendukung nuansa horror dan
retro 70-an. Sedikit banyak mengingatkan saya akan desain produksi Rosemary’s Baby, tapi actually in a good
way.
Tata suara
juga cukup membangun atmosfer seram serta tentu saja efek jumpscare yang maksimal di beberapa bagian. Meski scoring
Joseph Bishara tergolong mild dan generik untuk ukuran film horror.
The Essence
- Satu hal yang bisa mengalahkan kekuatan iblis adalah pengorbanan diri.
- They who will enjoy this the most
- Psychological thriller’s fans