3.5/5
Action
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Comedy
Family
Fantasy
Kids
Oscar 2013
The Jose Movie Review
Video Games
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Wreck-It Ralph
Overview
Nostalgia
tampaknya sedang menjadi semacam trend ide cerita di Hollywood. Selain berbagai film
dari masa era 80-90’an yang di-reborn dengan gaya baru, lengkap dengan aneka tribute
dari original material-nya, ada juga materi cerita baru yang mengambil banyak sekali referensi dari budaya
pop masa lampau. Terakhir sebut saja Ted
yang paling terasa tribute-nya. Walt Disney tak mau ketinggalan merilis film
bertema nostalgia melalui animasi panjang ketiganya tahun ini setelah Brave musim panas lalu mendapat sambutan yang
biasa saja serta Frankenweenie yang
meski mendapat banyak pujian kritikus namun hasil box office-nya ternyata juga biasa saja.
Membaca premise-nya,
saya jadi teringat premise Toy Story
(TS) yang menjadi komoditas Disney-Pixar paling menguntungkan atau Who Framed Roger Rabbit? (WFRR).
Hanya saja jika TS mengangkat kehidupan paramainan ketika sedang tidak dimainkan dan
WFRR tentang karakter-karakter kartun, Wreck-It
Ralph (WIR) mengajak penonton berfantasi bagaimana kehidupan karakter-karakter
video game ketika mesin console dimatikan. Tentu saja meski punya premise yang
sama, hanya beda di subjeknya, ketiganya mempunyai esensi yang jauh berbeda.
WIR dibuka oleh perkenalan karakter-karakter utama dan kehidupannya yang
tervisualisasi dengan sangat menarik. Penonton dibawa ke dunia 8-bit yang saat ini sering disebut pixelate melalui game fiktif Fix-It Felix, Jr. Lantas perkenalan dilanjutkan ke alam dimana para karakter-karakter dari berbagai
video game ber-“sosialisasi”. Remind me of Monsters,
Inc.’s realm tetapi jauh lebih menarik karena kita bisa melihat aneka karakter game
dari era 30 tahun silam hingga sekarang yang tampil sebagai cameo. Mulai Pac-Man, Street Fighter, Sonic the
Hedgehog, Q*bert, Tapper, hingga Mortal Kombat. Bagi “generasisekarang” jangan takut tidak nyambung karena beberapa
game dijelaskan sekilas cara memainkannya. Bagi yang familiar, of course it
was already a big gems itself.
Petualangan karakter utama kita,
Ralph, yang sedang mencari jati diri (disimbolkan dengan medali emas) lantas membawa kita ke alam-alam
video game yang jauh berbeda : luar angkasa di Hero’s
Duty dan candyland di game fiktif Sugar
Rush. Variasi “alam” yang ditampilkan tentu menjadi daya tarik utama bagi WIR, selain tentu saja perkembangan cerita dan karakter Ralph sendiri. Berbagai humor cerdas seperti plesetan kata juga menghiasi hampir sepanjang film dan saya rasa
cukup berhasil memancing tawa (tentu saja bagi penonton yang mengerti dialog
Bahasa Inggris-nya). Chemistry antara Ralph danVanellope yang
awalnya saling bermusuhan tetapi ternyata punya persamaan tujuan,
terbangun dengan lancar melalui proses dan penggambaran yang cukup realistis.
Sayangnya entah kenapa menurut saya alur cerita
yang sudah terbangun dengan sangat baik dan menarik sejak awal terasa kendur di pertengahan. Ada kalanya saya merasa bosan dan tidak begitu tertarik dengan alurnya di tengah-tengah,
terutama ketika melibatkan sang villain, King Candy. Mungkin faktor konflik antara
Ralph-King Candy dan Vanellope-King Candy yang penceritaannya kurang atraktif
(atau kurang efektif?), atau bisa jadi karena kurangnya kedalaman emosi yang
potensial untuk digali. Mungkin juga karena saking terlalu cepatnya alur dan hingar
bingar di mana-mana sehingga tidak cukup ruang untuk mengundang simpati penonton.Jangankan menyamai kedalaman emosi
TS, dibandingkan Shrek saja masih terasa sangat kurang. Menjelang klimaks hingga
ending, thankfully it was back on track dan setidaknya berhasil memuaskan secara keseluruhan.
It was fun, has several of its moments, and a little piece of heart as well. WIR
bisa jadi franchise baru yang sangat potensial bagi Disney
di kemudian hari. Semoga saja kekurangan yang terasa di installment
pertama ini bisa diperbaiki di installment-installment berikutnya.
P.S. : seperti film-film panjang
Disney lainnya, ada sebuah film pendek yang ditayangkan sebelum film
utama. Kali ini mereka menyelipkan film pendek, hitam-putih (plus
merah), dan bisu, berjudul Paperman.
Sebuah animasi dengan cerita sederhana tetapi very
sweet. Malahan jauh lebih banyak mencuri hati saya ketimbang film
utamanya sendiri. Teknik animasi yang unik, gaya gambar animasi 2D khas Disney
classic dengan kedalaman 3D. It’s beautiful, don’t miss it!
The Casts
Aktor yang
bisa berakting serius maupun komedik dengan sama baiknya, John C. Reilly, cocok sekali dengan karakter Ralph yang beraura penjahat sekaligus komedik disaat yang
sama. Just like Shrek, very lovable. Sementara Sarah Silverman (Vanellope),
Jack McBrayer (Felix), Jane Lynch (Calhoun), dan Alan Tudyk (King Candy)
juga mengisi peran masing-masing dengan pas meski tidak terlalu istimewa juga.
Technical
Selain visualisasi aneka alam yang
menarik,
atmosfer masing-masing alam juga terasa hidup berkat aneka atributnya. Misalnya saja pergerakan karakter di alam
8-bit yang patah-patah, suasana suram, menegangkan, serta dinamis di alam Hero’s Duty, dan colorful diSugar Rush. Lihat juga tampilan animasi 3D
dari bercak kue tart yang masih sangat terasa 8-bit-nya di alam Fix-It Felix, Jr. Perpaduan dua dunia yang
menarik sekali.
Efek 3D yang
ditawarkan cukup terasa, baik depth of field maupun pop-out gimmick yang lumayan banyak. But
after all, I assure you will only realize some of the effects due to focusing
on the storyline.
Henry Jackman yang
pernah menggarap score untuk Monsters vs
Aliens, film-film animasi pendek Kungfu
Panda, dan Puss in Boots tahu betul bagaimana menghidupkan suasana
fun untuk film animasi. Ditambah single dari Owl City dan Skrillex yang
cocok sekali untuk ilustrasi musik game. Tak ketinggalan girlband Jepang, AKB48
membawakan theme song dari game fiktif Sugar
Rush yang cukup ear-catchy di telinga saya.
The Essence
Ada kerancuan esensi yang
saya rasakan sepanjang film. Awalnya saya berpikir WIR ingin menyampaikan esensi bahwa
yang tampak jahat belum tentu benar-benar jahat, begitu juga sebaliknya. Karakter Felix
(dan karakter-karakter warga alam Fix-It
Felix, Jr.) yang notabene heroine, justru memperlakukan Ralph
dengan buruk. Sementara Ralph yang di dalam game dijadikan musuh,
seperti terperangkap takdirnya yang harus menjadi jahat. Padahal sebenarnya ia bosan menjadi penjahat. Kontradiksi dua kubu yang berbanding terbalik dengan peran dalam game.
Seiring dengan berjalannya film,
saya merasakan tema “kebaikan tidak akan terasa baik jika tidak ada kejahatan”. Semacam pembelaan dari kaum penjahat
yang telah lama tercetus. Lantas saya berpikir, wow berani sekali Walt Disney
menyelipkan esensi seperti ini ke dalam film yang audience utamanya anak-anak.
Menjelang akhir baru terasa esensi utamanya
: tidak peduli seberapa jahatnya seseorang bagi suatu pihak,
ia bisa saja menjadi pahlawan bagi pihak yang lain.
Baik-jahat hanyalah masalah sudut pandang saja.
They who will enjoy this the most
- Game freaks, especially from the 80’s until early 2000’s
- General audiences who seek for a fun and entertaining movie
Academy Awards 2013 Nominees for :
- Best Animated Feature Film of the Year