3/5
Action
Based on Book
Blockbuster
Box Office
Drama
Franchise
Gore
Romance
Teen
The Jose Movie Review
Vampire
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Breaking Dawn Part II
Overview
Kebanyakan
dari Anda mungkin sudah tahu betapa saya membenci franchise ini sejak
awal. Pertanyaan ini mungkin juga terbersit dalam pikiran Anda :
terus kenapa saya masih tetap menontonnya? Jawabannya sederhana :
saya selalu beruntung ada orang-orang yang rela membayar tiket untuk
saya sebagai kompensasi dari menemani mereka nonton. Lagipula,
kebodohan dan kekonyolan sepanjang film nyatanya selalu menjadi
hiburan tersendiri bagi saya. Maaf yah buat para twihards kalau saya
sering tertawa mengejek atau nyinyir seiring dengan durasi film.
So,
here we are now... the finale dari 'katanya sih' saga yang seharusnya
menjadi bagian terbaik dari semuanya. Well, dalam terminologi
franchise Twilight, yes...
this was the best part of them all. Setidaknya ini yang paling
menghibur bagi saya. Jika pada Breaking Dawn part 1
(BD1) Anda hanya disuguhkan adegan-adegan bulan madu Edward-Bella,
kehamilan, melahirkan, dan ujung-ujungnya perubahan Bella menjadi
vampire (yang kesemuanya seharusnya bisa disajikan hanya dalam durasi
setengah jam saja jika tidak dibuat bertele-tele), maka Breaking
Dawn part 2 (BD2) memberikan
sedikit lebih banyak perkembangan cerita meski Bella setelah menjadi vampir masih saja kegatelan ketika mengendus pria... dari ketiaknya! Setidaknya ada hal yang
membuat penasaran saya, seperti apa tujuan Alice Cullen menghilang
yang juga melalui proses jawaban yang menarik disimak. Sedikit lebih
menarik ketimbang BD1 maupun installment pertama hinga ketiga. Namun
tetap saja entah mengapa, perkembangan cerita ini disajikan dengan
dialog-dialog yang cheesy, terkesan basa-basi, penuh kecanggungan
di sana-sini, dan terkadang lucu (bagi beberapa orang, tetapi tidak bagi saya) sama seperti installment-installment sebelumnya.
Penyakit lama yang nampaknya sudah menjadi comfort zone bagi
pembuatnya dan ditolerir oleh penontonnya (terutama para twihards).
Sorry, but for me (and I believe most of the non-twihard audiences
too) those are just flat and boring. I mean, buat apa saya perlu
mendengar seorang vampir yang pernah terlibat dalam setiap perang
Amerika Serikat ketika bonfire? Ok, kalau dia hanya menceritakan satu
kalimat sombong itu sekali saja tidak masalah. Jika lantas ditimpali
oleh vampir-vampir lainnya dengan menyebutkan nama-nama perangnya,
itu namanya basa-basi dan sangat cheesy! Toh pada akhirnya karakter
tersebut sama sekali tidak menonjol dalam cerita.
Oh
yes, penambahan karakter-karakter baru yang didapuk sebagai saksi
keluarga Cullen agar kaum Volturi batal membunuh Renesmee. Ada
(sekali lagi, maaf yah twihards :)) kelompok four-some dimana ketiga
wanitanya berdandan seperti bintang bokep Eropa, pasangan lesbian
seksi dari Amazon, pasangan gay Rusia dimana salah satunya albino, dan vampir-vampir lainnya yang berasal dari
berbagai belahan dada... ehm.. maksud saya belahan dunia, mulai dari
Irlandia hingga yang beretnis Timur Tengah (tidak jelas letak
geografis persisnya). Faktor menarik lainnya dari BD2, meski mereka
hanya bertugas “pamer kekuatan” layaknya mutan-mutan X-Men.
(Untungnya) sama sekali tidak ada pengembangan karakter dari
tokoh-tokoh baru ini (yang berpotensi menambah durasi sekaligus rasa
kebosanan penonton).
Baiklah,
demikianlah isi dari tiga perempat pertama film. Sementara bagian
yang paling menarik dan menghibur, tidak hanya sepanjang installment
ini, tetapi juga keseluruhan franchise, ada di seperempat terakhir
film. Berdurasi tak sampai 15 menit, bagian “final battle” ini
saya akui sebagai pertarungan yang digarap dengan sangat baik. Brutal
sekaligus memancing emosi penonton. Brutal? Yes, saya sendiri juga
heran bagaimana MPAA bisa meloloskan rating PG-13 untuk adegan-adegan
gore yang terekam jelas dengan angle medium close-up. Apa karena
tidak terlihat darah sama sekali ya? Lah memangnya vampir tidak punya
darah? Well, I don't know and I don't wanna know. Toh ternyata battle
yang terasa epic dan saga (ketika dishot medium close up) tersebut
secara jumlah pihak yang terlibat jika dilihat dari angle long-shot ternyata tak lebih dari perkelahian
antar warga kampung. Let's just
play dumb due to enjoy the entertainment fully.
Nah,
ini dia bagian paling tricky selepas adegan-adegan brutal tersebut.
Mungkin sebagian dari Anda akan kecewa, terutama yang belum pernah
membaca novelnya, but I don't mind at all. Mungkin saja di situlah
inti dari keseluruhan Twilight Saga selama ini. Who knows.
The Casts
Semuanya
masih bermain sesuai perannya dengan kualitas sama persis dengan
installment-installment sebelumnya, baik Kristen Stewart, Robert
Pattinson, Taylor Lautner maupun karakter-karakter anggota keluarga
Cullen dan Swan. Sementara karakter-karakter baru seperti yang sudah
saya sampaikan di segmen sebelumnya, tidak terlalu banyak diberikan
porsi maupun perkembangan yang berarti namun cukup baik.
Technical
Dari
installment ke installment, visual effect-nya mengalami perkembangan
berarti. Yang dengan mudah terlihat adalah transformasi manusia ke
serigala dan hilangnya efek shimmering pada wajah para vampire. Tak
lagi konyol dan tampak lebih natural. Dengan tambahan adegan-adegan
gore, tentu semakin banyak visual efek yang dibutuhkan namun diatasi
dengan sangat baik pula. Ada yang beranggapan efek CGI untuk Renesmee masih kasar, tapi di mata saya masih tidak ada masalah.
Desain
produksi yang selalu mumpuni (terutama sejak installment kedua) baik
dari segi sinematografi maupun setting sekali lagi berhasil tampak
memanjakan mata sepanjang film. Namun departemen kostum yah masih sama lah dengan installment-installment sebelumnya yang kurang saya sukai karena terlihat konyol, seperti serial TV Charmed. Sound effect
terdengar crisp namun tetap jernih serta mampu memanfaatkan efek
surround dengan maksimal.
Score
yang masih template dari installment sebelumnya tidak menjadi masalah
bagi saya. Dengan dukungan soundtrack-soundtrack yang masih menarik
meski tidak semenonjol BD1, semuanya masih mampu mengisi adegan demi
adegan dengan cukup hidup.
The Essence
Apapun
yang terjadi, perang bukanlah jalan yang bisa menyelesaikan masalah.
Perang justru membawa dendam dari pihak-pihak terlibat yang tidak
akan pernah ada habisnya. Rekonsiliasi melalui dialog adalah jalan
yang lebih baik dan beradab. (Meh..!)
They who will enjoy this the most
- Twihards, for sure
- General audiences who seek for an instant entertainment
- Teenage girls who enjoy living in a fairy tale life and can't wait to marry their teenage boyfriends