4/5
adrenaline rush
Adventure
Blockbuster
Box Office
creature
Drama
Hollywood
Horror
one man show
Pop-Corn Movie
shark attack
Summer Movie
Survival
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Shallows
Sub-genre creature sebenarnya sudah
ada sejak sejarah perfilman dimulai. Hanya saja keberadaannya yang terkesan
monoton dan hanya mengandalkan adegan-adegan sadis semata membuat genre ini
lebih akrab sebagai film TV atau direct-to-video. Akhir 90-an genre ini sempat
kembali populer dengan judul-judul seperti Anaconda
(1997), Lake Placid (1999), dan Deep Blue Sea (1999). Sayang, setelahnya
genre ini kembali ke ‘habitat’-nya sebagai film direct-to-video. Jangan salah,
sebagai produk film TV, ada Sharknado
(2013) yang sempat heboh dan sudah sampai installment keempat. Salah satu
sub-sub-genre yang sempat populer adalah shark attack yang mencapai titik
puncaknya lewat Jaws (1975). Setelah
itu, mungkin hanya Deep Blue Sea yang
dengan mudah diingat oleh kebanyakan penonton. Padahal sebenarnya ada Open Water (2003), Shark Night (2011), Soul Surfer
(2011), Bait (2012), Dark Tide (2012), dan film Australia, The Reef (2010). Tahun 2016, Sony
Pictures kembali menghadirkan tema survival/one (wo)-man show/creature lewat The Shallows. Berdasarkan naskah Anthony
Jaswinski (Vanishing on 7th
Street) yang masuk daftar Blacklist 2014, ditunjuklah sutradara Spanyol,
Jaume Collet-Serra, yang sudah berpengalaman mengarahkan Liam Neeson di tiga
film action thriller; Unknown, Non-Stop, dan Run All Night, serta salah satu thriller paling ikonik era 2000-an,
Orphan. Dengan memasang Blake Lively sebagai aktris utama sekaligus sosok
one (wo)-man show, The Shallows
mencoba menaikkan kembali reputasi film bertemakan shark attack maupun creature.
Nancy Adams memutuskan mencari
sebuah pantai rahasia di pedalaman Meksiko, dimana sang ibu yang juga seorang
surfer pernah berkunjung. Nancy pun menyebutnya sebagai ‘mom’s beach’.
Perjalanannya tak sia-sia ketika sampai di pantai yang masih perawan tersebut.
Selain dirinya, hanya ada dua surfer pria yang sedang menjajal ombak dengan
bekal sebuah kamera Go-Pro. It’s all a paradise, sampai ketika Nancy memutuskan
untuk tinggal lebih lama bersama ombak sementara dua surfer pria lainnya
meninggalkan dirinya sendiri. Setelah menemukan bangkai paus bungkuk, Nancy
sadar bahwa ada sesosok hiu putih yang ganas dan siap menyerang menghuni pantai
tersebut. Tak hanya pahanya yang sempat tergigit, Nancy harus mengandalkan
kepiawaiannya sebagai mahasiswi kedokteran, logika dan perhitungan yang matang,
serta keberanian lebih untuk bertahan hidup sampai ada pengunjung lain yang
datang menolong.
Ketimbang sebagai film bergenre
shark attack ataupun creature, The
Shallows sebenarnya lebih cenderung menggunakan treatment sebagai film one
(wo)-man show survival. Sedikit mengingatkan saya akan perjuangan Tom Hanks
untuk bertahan hidup di Cast Away,
bahkan dengan menampilkan sosok burung camar yang diberi nama Steven Seagull
yang jelas-jelas mengingatkan kita akan sosok bola voli bernama Wilson. Hanya
saja, The Shallows punya
elemen-elemen pembangun konflik yang jauh lebih menegangkan dan membuat saya
berkali-kali memicingkan mata dan jump-off-the-seat. Tentu saja semua berasal
dari serangan hiu yang ditata dengan timing dan framing serba tepat sehingga
berhasil menjadi sajian shark attack di atas rata-rata. Kepiawaian dan kejelian
Collet-Serra dalam menghadirkan thriller yang gripping menjadi faktor terbesar
keberhasilan The Shallows. Durasinya
memang ‘hanya’ 86 menit, tapi mampu membuatnya serba efektif dalam memompa
adrenaline dan memikat penonton lewat karakter Nancy yang cerdas dan pemberani.
Naskah pun memasukkan latar belakang Nancy dengan begitu efektif, tak
membuang-buang durasi, dan lebih dari cukup untuk membuat penonton memahami
serta bersimpati kepadanya. Perjuangan survival Nancy sepanjang film pun
menjadi medium yang lebih ampuh lagi untuk menarik simpati penonton, termasuk
membuat penonton ikut merasakan perasaan was-was dan ketakutan yang dialami
oleh Nancy sendiri. Yang patut dicatat pula, tak ada kesan eksploitasi gore yang berlebihan di sini (eksploitasi kemolekan tubuh Lively sedikit terasa sih, tapi masih dalam koridor estetis dan tak ada kesan vulgar sama sekali).
Tampil sebagai karakter one
(wo)-man show utama, performa Blake Lively tentu menjadi salah satu sorotan
terbesar. Untung saja, Blake yang sebelumnya punya image karakter wanita kalem
dan lemah lembut, berhasil menghidupkan karakter Nancy Adams dengan amat baik.
Tak hanya menjadi screen sweetheart berkat kharisma (dan tentu saja fisiknya),
tapi juga menghidupkan berbagai emosi ‘kesendirian’ dengan sangat convincing. Terutama
ketika ia harus mempraktekkan ilmu kedokterannya pada diri sendiri dengan
peralatan seadanya. Penonton seolah bisa ikut merasakan betapa perih dan
menyakitkannya momen itu. Tak ketinggalan struggle yang bikin penonton ikut
semangat mendukung dirinya, Lively definitely has won any audiences’ hearts.
Mengandalkan atmosfer, The Shallows dibekali teknis-teknis yang
serba mumpuni dan mendukung keberhasilannya sebagai sebuah horror thriller
bertema creature. Mulai sinematografi Flavio Labiano yang berhasil menampilkan
keutuhan emosi Nancy lewat berbagai angle, editing Joel Negron yang menyusun
segalanya dengan porsi dan momentum yang serba tepat (termasuk adegan surfing
dengan iringan Trouble dari Neon
Jungle yang membuat adegan terkesan lebih asyik), sampai scoring Marco Beltrami
yang selalu berhasil mengaduk-aduk adrenaline penonton. Sedikit visual effect
di beberapa elemen yang masih terlihat kasar, tapi keseluruhan masih
acceptable. Tak sampai mengganggu atmosfer maupun pompa adrenaline yang coba
dihadirkan.
Sebenarnya tak perlu naskah yang
unik atau muluk-muluk untuk genre seperti The
Shallow ini. Masukkan saja semua elemen yang dibutuhkan dengan proporsi
seperlunya, kemudian eksekusi dengan pengarahan yang stylish dan
thrilling-skill yang mumpuni, maka hasilnya pun akan berhasil melampaui
ekspektasi penonton. The Shallows
adalah salah satu buktinya. Bagi saya, ia berhasil menjadi salah satu film
creature/shark attack (tentu saja setelah Jaws)
sekaligus film one (wo)-man show survival paling memorable so far.
Lihat data film ini di IMDb.