3/5
3D
Action
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Comedy
Family
Franchise
Hollywood
Pop-Corn Movie
quotebanner
Summer Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Ice Age: Collision Course
Sejarah membuktikan tak mudah
membuat franchise berumur panjang untuk film animasi. Bahkan sekelas dan
se-berpengalaman Disney pun kerap merilis sekuel film-film hitsnya
direct-to-video, sejak bersama Pixar lah baru ‘berani’ merilis sekuel yang
jumlahnya masih belum banyak. Sementara DreamWorks Animation lebih berani dan
terbukti berhasil melahirkan banyak franchise besar, seperti Shrek yang punya sampai empat
installment, tak termasuk spin-off Puss
in Boots (tahun 2019 direncanakan rilis installment kelima), Madagascar tiga installment ditambah
satu spin-off, Penguins of Madagascar,
Kung Fu Panda tiga installment, dan How
to Train Your Dragon dua installment. Siapa sangka setelah diakuisisi oleh
20th Century Fox pada 1997, justru Blue Sky Studios yang menorehkan
sejarah melahirkan franchise animasi dengan installment layar lebar terbanyak
so far lewat Ice Age (IA). Dengan
penghasilan yang terus meroket dari installment ke installment, maka bisa
dipastikan usianya semakin panjang, terlepas dari kritik negatif yang sudah
sejak lama me-warning betapa ‘melelahkan’-nya franchise ini. Tak terkecuali
installment ke-lima, Ice Age: Collision
Course (IACC) yang sampai minggu kedua penayangannya di seluruh dunia sudah
melewati angka US$ 254 juta. Termasuk melempem dibandingkan
installment-installment sebelumnya (di Amerika Utara saja ‘baru’ menyumbangkan
US$ 42 juta lebih), tapi tetap saja termasuk menguntungkan, sehingga
installment ke-enam pun segera mendapatkan lampu hijau. Mike Thurmeier kembali
menduduki bangku sutradara untuk ketiga kalinya, sementara Michael Berg kali
ini dibantu Michael J. Wilson dan Yoni Brenner dalam menyusun naskahnya.
Scrat, karakter IA yang selalu
tampil sendiri, terpisah dari karakter-karakter sentral lain dan selalu
mengejar acorn-nya, kali ini tak sengaja menemukan sebuah piring terbang yang
membawanya ke luar angkasa. Kecerobohan Scrat membuat posisi planet-planet
porak poranda sekaligus menimbulkan serpihan-serpihan meteor ke bumi. Kesannya
sepele, tapi bagi yang tinggal di bumi ini merupakan bencana yang bisa
mengancam terjadinya kepunahan. Padahal di bumi Manny dan Ellie sedang was-was
menantikan pernikahan putri tunggal mereka, Peaches dengan Julian. Manny kurang
sreg dengan sosok Julian, apalagi setelah mendengar kabar keduanya akan pergi
merantau meninggalkan mereka berdua setelah menikah. Sementara Diego dan Shira
mendambakan anak dalam keluarga, Sid galau karena baru saja diputuskan sang
kekasih ketika ia berniat untuk melamar. Problema-problema mereka akhirnya
harus dikesampingkan sementara untuk menyelamatkan makhluk hidup di atas bumi
dari kepunahan. Sebagai pemandu, muncul kembali Buck yang ternyata punya banyak
pengetahuan sekaligus cerdas dalam menganalisis. Dimulailah petualangan mereka
hingga menemukan sebuah utopia bak kahyangan bernama Geotopia yang bisa
menggagalkan bencana. Namun ternyata masih ada trio dromaeosaurus Gavin,
Gertie, dan Roger, yang berniat membalas dendan terhadap Buck dengan
menggagalkan rencana Buck.
Kesan ‘kelelahan’ dalam menggali
cerita dari franchise ini sebenarnya sudah mulai terasa sejak installment
ketiga, Ice Age: Dawn of the Dinosaurs.
Rupa-rupanya karakter-karakter sentral IA tak (atau belum) memiliki aspek yang menjadi daya tarik untuk dikembangkan lebih luas ketimbang sekedar eksploitasi humor semata seperti Scrat dan Sid yang harus diakui selalu menjadi magnet utama. Berbeda,
misalnya pada Shrek, yang mengikuti
fase-fase kehidupan karakter sentral Shrek yang memang relate dengan siapa
saja. IA sebenarnya punya karakter Manny dan Ellie untuk dikembangkan dengan
formula serupa. Namun Manny dan Ellie rupanya tak cukup kuat pula sebagai
karakter sentral yang signatural, terutama dalam hal sisi komedik yang di
franchise animasi manapun menjadi salah satu faktor terpenting. Di IACC pun
sebenarnya terlihat upaya untuk mengembangkan karakter keluarga Manny dengan
formula ‘fase hidup’, yaitu tentang parenthood setelah sang anak siap untuk
membina rumah tangga sendiri beserta kekhawatiran-kekhawatirannya. Sayangnya
pada prakteknya, upaya ini tersa kurang kuat selain karena tema yang terlalu
umum dan sering diangkat, serta eksekusi yang tergolong biasa, juga harus
tumpang tindih dengan sub-plot karakter-karakter lain, termasuk plot utama
tentang misi survival. Kesemuanya berebut porsi sehingga keseluruhan film
terasa begitu penuh dijejali berbagai kepentingan yang sebenarnya penonton pun
tak begitu peduli.
Kemudian kualitas dan intensitas
komedi lah yang menjadi 'tulang punggung' dalam menjaga mood penonton agar tetap
betah. IACC sebenarnya menginjeksikan cukup banyak (bahkan mungkin di atas
rata-rata installment-installment sebelumnya) jenis guyonan yang bisa dipahami
(dan dinikmati) berbagai kalangan. Mulai dari jenis slapstick yang dengan mudah
membuat tertawa penonton kecil sekalipun, terutama lewat attitude-attitude kekanakan
dan agak ‘bodoh’, sampai humor-humor bereferensi pada budaya pop, sarkasme,
plesetan, jargon-jargon Amerika kekinian, dan permainan words rhyme yang tentu
hanya bisa dipahami oleh sebagian kecil penonton saja (baca: penonton dewasa).
Bisa dibilang hampir semua karakter sentral, termasuk duo Crash dan Eddie, dibekali
kemampuan bersilat lidah tingkat tinggi untuk mengisi sepanjang durasi film.
Menurut saya, dengan porsi dan style humor yang ditawarkan, IACC lebih sering
membuat penonton dewasa (yang cukup fasih dengan budaya pop dan isu-isu
terkini) tertawa ketimbang penonton anak. Saya patut memberikan kredit
tersendiri atas kepiawaian penulis dialog-dialog witty bin menggelitik, meski
lama-lama memang terasa overdosed. Satu hal yang sebenarnya menarik adalah pada
bagaimana IACC memasukkan serta menjelaskan edukasi science lewat storytelling yang terkesan ‘mabuk’ dan ngaco.
Voice talent karakter-karakter
utama seperti Ray Romano sebagai Manny, Queen Latifah sebagai Ellie, John
Leguizamo sebagi Sid, dan Denis Leary sebagai Diego, masih memberikan performa
yang sama seperti installment-installment sebelumnya. Pun juga Keke Palmer
sebagai Peaches, Adam DeVine sebagai Julian, Wanda Sykes sebagai Granny, bahkan
Jennifer Lopez sebagai Shira, tampil biasa saja, tanpa ada sesuatu yang
membekas di benak saya. Yang berhasil menarik perhatian saya justru Simon Pegg
yang semakin ‘digali’ kemampuannya dalam menghidupkan karakter se-nyentrik
Buck. Kemudian diva pop Inggris, Jessie J sebagai Brooke yang mana aksen
British-nya begitu mencuri perhatian, diikuti Seann William Scott dan Josh Peck
sebagai duo Crash-Eddie yang makin menggelitik. Tak ketinggalan Jesse Tyler
Ferguson sebagai Shangri Llama yang tak kalah nyentriknya.
Tak ada perkembangan animasi yang
cukup noticeable di IACC. Namun kepiawaian Renato Falcão dalam menata kamera
sehingga menjadikan adegan-adegan menjadi terkesan dinamis, patut mendapatkan
kredit. Jempol juga layak saya sematkan untuk sound design yang memainkan
fasilitas surround dengan variasi yang menarik dan kesan asyik serta seru
berhasil dihidupkan sepanjang film. Scoring John Debney masih se-playful
installment-installment sebelumnya. Sementara format 3D, seperti
installment-installment sebelumnya, menawarkan upgrade pengalaman yang lebih.
Tak hanya depth of field yang mempercantik latar-latarnya, tapi juga beberapa
kali gimmick pop-out the screen yang disertai trik sinematografi dan editing
sehingga mampu membuat saya terhenyak. Mungkin tak secantik maupun semenarik 3D Ice Age: Dawn of the Dinosaurs, tapi
tetap saja memberikan value lebih daripada format 2D biasa.
Dibandingkan
installment-installment sebelumnya, IACC mungkin terasa punya penceritaan yang
paling ngaco dan mabuk, dengan poin-poin menarik yang sayangnya saling tumpang
tindih sehingga tak ada yang benar-benar stand out. Bagi Anda yang fasih dengan
budaya pop dan jargon-jargon Amerika Serikat, atau paham bahasa Inggris tanpa
membaca subtitle, mungkin akan sering dibuat tertawa terbahak-bahak. Di sisi
lain, tak salah pula jika penonton cilik jadi lebih sering terdiam melongo
karena berusaha mencerna segala elemen yang dijejalkan ketimbang mentertawai
tingkah laku slapstick dari beberapa karakter. Masih menghibur, tapi harus
diakui punya storytelling ter-lazy dan stray di antara installment lainnya.
Lihat data film ini di IMDb.