4/5
Action
black comedy
Buddy
Comedy
conspiracy
Crime
Hollywood
Investigation
Politic
Pop-Corn Movie
psychadelic
Socio-cultural
Summer Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Nice Guys
Dikenal sebagai penulis naskah
buddy-cop yang kemudian berkembang menjadi salah satu all-time franchise, Lethal Weapon, Shane Black punya deretan
filmografi yang impressive baik sebagai penulis naskah maupun sutradara. The Last Boy Scout (1991), Last Action Hero (1993), The Long Kiss Goodnight (1996), hingga
yang mendapatkan rekoknisi paling tinggi, Kiss
Kiss Bang Bang (2005), dan dipercaya menggarap Iron Man 3 serta konon kabarnya upcoming, The Predator yang direncanakan rilis
2018. Ia punya ciri khas baik dari naskah dengan bubuhan komentar pribadi
maupun signatural-signatural lainnya di layar. Menilik dari karya-karya
terbaiknya, Black punya kekuatan lebih di action-comedy dengan dua karakter
utama (baca: buddy-cop). Untuk itu ia kembali menyusun sebuah naskah yang sudah
ia garap bersama Anthony Bagarozzi (the upcoming Death Note) sejak 2001
tapi ternyata tidak menarik minat siapapun untuk mewujudkannya. Sempat
pula naskah ini dirombak untuk menjadi serial TV, tapi akhirnya di tahun 2014
menemukan titik terang produksi. Dalam sebuah wawancara, Black mengakui peran
duo aktor utama; Russell Crowe dan Ryan Gosling yang membuat Joel Silver dan
WarnerBros. tertarik memproduksi film bertajuk The Nice Guys (TNG) ini.
Seorang tukang pukul yang lebih
sering menerima job untuk menghajar penggoda gadis-gadis remaja di bawah umur,
Jackson Healy, menerima job dari seorang gadis muda bernama Amelia untuk
menghajar pria bernama Holland March dan memperingatkan untuk berhenti mencari
dirinya. Holland March ternyata seorang detektif swasta berlisensi yang diutus
oleh seorang nenek bernama Mrs. Glenn untuk mencari keponakannya, bintang porno
terkenal, Misty Mountains yang ditemukan tewas dalam sebuah kecelakaan lalu
lintas beberapa hari sebelumnya. Mrs. Glenn yakin Misty belum meninggal karena
ia melihat sendiri keponakannya muncul di rumahnya dan Amelia adalah petunjuk
penting. Setelah diserang oleh dua pria di rumahnya yang mencari keberadaan
Amelia, Healy memutuskan untuk bekerja sama dengan March untuk mencari Amelia
sebelum dua pria yang menyerangnya. Dibantu Holly, putri March yang sangat
tertarik dengan pekerjaan sang ayah tapi membenci sosoknya, pencarian mereka
akan Amelia berujung pada kaitan kematian Misty Mountains, sutradara film
amatir eksperimental sekaligus pacar Amelia, Dean, dan produser film porno, Sid
Shattack. Tentu kesemuanya membawa mereka ke sebuah konspirasi yang lebih
serius dan membahayakan.
Mengambil setting 1977, Black
memang sengaja membawa TNG ke atmosfer psikadelik yang penuh warna dan groovy.
Apalagi cerita detektif semacam ini memang populer di era tersebut. Konsep ini
jelas membawa nostalgia film-film bertema serupa di eranya. Namun yang patut
mendapatkan highlight lebih besar adalah ini film Black dengan berbagai
kelebihan serta signatural-nya. Terutama kepiawaian-nya dalam menyelipkan
joke-joke hilarious lewat penulisan karakter-karakter (utama)-nya. Ditambah
lagi dengan kepiawaian Black menyusun plot mulai adegan pembuka yang
‘eye-catchy’ yet inviting curiosity, kemudian perkenalan karakter utama, Healy
dan March dengan sudut pandang masing-masing serta identikal keduanya,
pengembangan clue demi clue yang terkuak, hingga aksi penyelesaian yang seru
sekaligus menggelitik. Keseluruhan menghasilkan tontonan yang bikin penasaran
untuk diikuti dan sangat menghibur dengan berbagai joke-joke yang lebih banyak
bertumpu pada tingkah slapstick karakter (terutama March) dan kebetulan demi
kebetulan dalam menggerakkan plot. Bagi penonton yang terlampau serius mungkin
akan menganggap ini something stupid atau ‘maksa’, tapi sebenarnya ini disengaja
sebagai konsepnya yang memang black comedy. Sebaliknya, penonton yang ingin bersenang-senang dan paham
guyonannya akan menemukan kebetulan demi kebetulan ini sebagai hiburan yang
menggelitik. Juga berbagai sindiran sosial sesuai setting-nya, seperti tentang
gaya hidup remaja dan demonstrasi massa, serta guyonan-guyonan bereferensi pada
pop culture sesuai eranya, seperti serial The
Waltons, The Comedy Store, dan Baryshnikov.
Tak ketinggalan signatural Black, seperti penculikan sebagai plot device dan
adegan di momen Natal.
Menjadi daya tarik terbesar TNG,
duet Russell Crowe dan Ryan Gosling mampu membangun chemistry love-hate yang
groovy dan sparkling. Sebagai masing-masing karakter, keduanya pun mampu menyeimbangkan
antara keseriusan dan comedic-character dengan amat baik. Terutama sekali
Gosling yang ternyata lucu juga untuk peran agak pinpinbo (pintar-pintar
bodoh). Sementara Crowe seperti biasa, menampilkan kharisma kuat dan toughness
tanpa sedikitpun meninggalkan kesan fun. Jangan lupakan penampilan aktris muda,
Angourie Rice sebagai Holly yang di setiap kemunculannya selalu berhasil
mencuri perhatian, terutama ketika beradu akting dengan Gosling. Kim Basinger
dengan porsinya yang tak banyak (mungkin juga disengaja hanya semacam bentuk
homage) masih mampu punya daya tarik untuk membuat penonton menunggu
kemunculannya. Margaret Qualley sebagai Amelia tampil menarik meski masih belum
menunjukkan sesuatu yang cukup berkesan. Notable performances di balik porsi
yang tak begitu banyak lainnya, ada Matt Bomer sebagai pembunuh bayaran dingin
yang dandanannya mengingatkan saya akan Tom Cruise muda, Yaya DaCosta sebagai
Tally yang mewakili simbol cewek kulit hitam seksi sesuai eranya, Lois Smith
sebagai Mrs. Glenn, dan putra Val Kilmer, Jack Kilmer, sebagai Chet. Buat
penggemar cewek yang menggoda, penampilan singkat Murielle Telio sebagai Misty
Mountains bisa jadi bonus tersendiri.
Menggunakan setting 70-an, tentu
desain produksi Richard Bridgland punya peran yang paling penting. Ditambah
sinematografi Philippe Rousselot yang mem-framing segala elemen dengan
angle-angle yang mendukung keseruan banyak adegan dan sinematis. Editing Joel
Negron juga berhasil menyusun adegan-adegannya menjadi plot investigatif yang
bikin penasaran tanpa kesan membingungkan, pun menjelaskan tiap karakter secara
serba seimbang. Scoring David Buckley dan John Ottman mungkin memang tak sampai
memorable ataupun hummable, tapi mendukung atmosfer witty dengan cukup
maksimal. Terakhir, pemilihan soundtrack-soundtrack populer yang meski beberapa
out of time, sangat mewakili semangat psikadelik sesuai energi filmnya sendiri.
Mulai Papa was a Rollin’ Stone dari
The Temptations, Rock and Roll All Nite
dari KISS, Boogie Wonderland dan September dari Earth Wind & Fire, Jive Talkin’ dari The Bee Gees, hingga Get Down on It dari Kool & The Gang.
Memadukan black comedy, buddy
cop, investigatif, father-and-daughter, political conspiracy, porn industry, dan
atmosfer 70’s groovy psychadelic, TNG menjadi sajian hiburan yang tak hanya
sangat menghibur, tapi juga dirangkai dari berbagai elemen secara rapi. Bahkan
mungkin duet Healy-March nantinya dikembangkan menjadi franchise tersendiri,
karena menurut saya punya perpaduan karakteristik yang menarik. Siapa tau,
bukan?