4/5
Based on Book
British
Chick Flick
Comedy
Drama
Friendship
Pop-Corn Movie
Romance
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Love, Rosie
Apakah Anda termasuk umat yang
percaya bahwa kalau jodoh itu ada? Meski terpisahkan sejauh apapun, bahkan oleh
janur kuning yang melengkung sekalipun, jika sudah jodoh, suatu hari pasti
bakal dipersatukan lagi. Percayakah juga Anda bahwa persahabatan menjadi dasar
yang kuat dalam sebuah hubungan asmara? Dua ‘kepercayaan’ tentang asmara ini
tentu tidak bisa dianut semua orang, secara setiap orang pasti punya pengalaman
pribadi yang berbeda-beda. Maka tak heran jika tiap kemunculan film romance
yang manis, selalu ada saja dua kubu yang saling bertolak belakang. Beruntung,
saya termasuk umat yang meyakini dua ‘kepercayaan’ tentang asmara itu, sehingga
bisa dengan mudah menikmati film romance, asal tidak kelewatan dalam menjual
mimpi saja.
Love, Rosie (LR) yang diangkat dari novel berjudul Where Rainbows End karya Cecelia Ahern
ini sebenarnya punya premise yang sudah sangat-sangat sering diangkat oleh film
romance. Yang paling saya ingat punya premise mirip adalah One Day (OD) yang juga diangkat dari novel. Namun meski sama-sama
tentang pasang-surut hubungan asmara dalam rentang waktu yang cukup panjang, LR
punya perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan OD. Terutama sekali adalah
kemasan LR yang jauh lebih fun, bahkan tidak segan-segan menyelipkan beberapa humor
yang cukup slapstick di dalamnya. LR juga lebih banyak mengambil sudut pandang
kaum wanita, yang di sini diwakili oleh Rosie, sementara OD lebih berimbang
dalam mengambil sudut pandang. Sehingga tak salah jika terkadang LR lebih
terasa sebagai chicklit.
Tapi jangan salah, meski didominasi
oleh adegan-adegan manis dan unfortunate events yang terkesan bertubi-tubu,
saya sama sekali tidak merasakan LR sebagai tontonan yang tenggelam terlalu
dalam ke jurang mellodrama maupun terlalu menjual mimpi. The best part of LR
justru terletak pada pendekatannya yang sangat realistis, terutama dari segi
berbagai keputusan yang diambil oleh karakter-karakternya yang manusiawi,
rasional, dan dewasa. Tak ketinggalan pula dialog-dialog manis yang quotable.
Meski chemistry antara karakter
Rosie (Lily Collins) dan Alex (Sam Claflin) tak sepenuhnya terasa kuat, namun
masing-masing mampu memainkan perannya dengan sangat pas, baik ketika adegan
komedi maupun romantis. Di lini pemeran pendukung pun juga diisi dengan sangat
pas sesuai dengan porsinya. Tapi favorit saya adalah Jaime Winston yang
memerankan karakter Ruby.
Aspek lain yang turut mendukung
nuansa komedi maupun romance-nya adalah pilihan-pilihan soundtrack yang tak
hanya pas menghidupkan adegannya menjadi lebih semarak dan mellow ringan, tapi
juga populer sesuai dengan rentang waktunya. Mulai I’ll Never Fall In Love Again, Alone
Again - Naturally, Asereje, Crazy in Love, Hip Hop Hooray, Played Alive,
Push It, Suddenly I See, sampai Hey
How.
So yes, LR mungkin punya premise yang just another romance movie. Tapi come on, akui atau tidak kita semua selalu butuh romance seperti ini untuk sekedar merasakan atau diyakinkan lagi akan manisnya cinta. As for me, racikan serba pas dari LR selalu bisa jadi pilihan yang tepat dan manis untuk ditonton bersama pasangan tiap Valentine’s Day tiba.
Lihat data film ini di IMDb.