3.5/5
Action
Adventure
Based on Book
dystopian
Franchise
Hollywood
SciFi
The Jose Flash Review
Thriller
Young Adult
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Divergent Series: Insurgent
Di tengah
maraknya novel young adult bertema dystopian, Divergent karya Veronica Roth berhasil mengikuti kesuksesan seri The Hunger Games yang juga diproduksi
oleh Lions Gate, hanya saja Divergent
dikerjakan oleh salah satu anak perusahannya, Summit Entertainment.
Mengumpulkan US$ 288 juta lebih di seluruh dunia, tak perlu menunggu lama bagi
Summit memutuskan melanjutkan franchise-nya. Tak tanggung-tanggung, Insurgent diberi kucuran dana yang lebih
besar, yaitu sekitar US$ 110 juta. Bahkan bagian pamungkasnya, Allegiant, mendapatkan treatment yang
sama seperti franchise Harry Potter, The Twilight Saga, dan The Hunger Games, yaitu dibagi menjadi 2
bagian. Tentu saja yang terakhir adalah upaya untuk memperpanjang usia
franchise sehingga bisa menghasilkan lebih banyak pundi-pundi.
Insurgent punya formula
yang kurang lebih sama dengan franchise sejenis. Tak hanya itu, treatment
adegannya pun tak jauh berbeda. Dibuka dengan sebuah adegan mimpi, penambahan
karakter-karakter baru yang mungkin mengejutkan dan punya pertalian dengan
karakter utama, dan juga revealing rahasia yang selama ini disembunyikan oleh
karakter utama, namun masih punya goal utama yang tetap. Insurgent has it all. Tidak ada yang baru. Bisa jadi menarik jika
disampaikan dengan menarik pula. Terutama sekali dilematis moral yang dialami
Tris, yang realistis dan menarik untuk diangkat. Sayangnya sutradara Robert
Schwentke (RED, R.I.P.D.) masih kurang luwes dalam bercerita. Alhasil storyline Insurgent
berjalan begitu saja, tanpa emosi yang berarti, sehingga menjadikan film secara
keseluruhan kurang terasa hidup. Belum lagi banyak kejadian yang terasa begitu
bertele-tele dan seperti pengulangan semata. Sedikit melelahkan untuk diikuti,
apalagi dengan cerita yang sudah formulaic.
Namun Summit
paham betul bagaimana men-treat sebuah sekuel sehingga terasa lebih megah
daripada sebelumnya. Ya, dana yang lebih besar tentu saja digunakan untuk lebih
banyak adegan dengan visual effect bombastis. Benar saja, ada banyak adegan
yang ditampilkan sangat spektakuler, terutama simulasi kesemua faksi yang harus
dilalui Tris untuk menguji divergent level-nya. Adegan-adegan aksi yang
terutama melibatkan Tris dan Four, karakter utama kita, juga punya level dan
kadar yang meningkat. Sangat intens dan thrilling. Setidaknya part ini berhasil
menghibur dan cukup membayar kelemahan storytelling-nya.
Shailene Woodley
tak begitu mengalami perkembangan akting dari seri sebelumnya, namun ini bukan
berarti buruk karena ia sudah memulainya dengan cukup bagus. Begitu juga
pria-pria yang sebagian pernah menjadi pasangannya di film lain, mulai Theo
James, Ansel Elgort, sampai Miles Teller. Kate Winslet masih punya kharismatik
yang sama sebagai karakter antagonis Jeanine. Tapi karakter baru yang berhasil
mencuri perhatian adalah Evelyn yang diperankan oleh aktris papan atas lainnya,
Naomi Watts. Dengan kharisma yang setara Kate (dan juga Julianne Moore di
franchise The Hunger Games), karakter
yang diperankan Naomi seharusnya bisa jadi perhatian yang menarik untuk digali
di seri berikutnya.
Dukungan
soundtrack yang memenuhi seri pertamanya juga masih mendukung di seri ini,
terutama M83. Sayangnya sepanjang film, tak satupun lagu yang digunakan untuk
mengiringi adegan. Lagu-lagu ini hanya diputar saat credit title. Itu pun
ternyata lagu-lagunya tidak se-ear catchy di seri pertama. Untung saja score
dari Joseph Trapanese cukup mampu sedikit mewarnai nuansa intensitas film.
Tak hanya visual
effect yang dilipat gandakan, tata suara pun mendapatkan peningkatan yang cukup
signifikan. Apalagi dengan memanfaatkan fasilitas Dolby Atmos yang mampu
menghasilkan suara yang lebih detail dan efek surround yang lebih hidup.
In the end,
meski punya storyline yang sudah formulaic, Insurgent
sebenarnya menggali lebih dalam isu pembagian manusia dalam faksi-faksi. Bahkan
ia juga menjelaskan tujuan pembagian faksi-faksi. Karakter Tris juga
mendapatkan perkembangan yang cukup menarik. Sayang storytelling yang
bertele-tele tak mampu memoles maupun menutupi elemen-elemen cerita yang
menarik ini. Untung saja akhirnya bisa sedikit terbayar dengan tampilan visual
yang megah dan adegan-adegan aksi yang mendebarkan, sehingga hasil akhirnya
bisa cukup menghibur. Kita lihat saja bagaimana jadinya Allegiant yang malah dibagi menjadi 2 bagian. Apakah akan mengulang
kesalahan The Hunger Games: Mockingjay
Part 1 yang terasa tak punya perkembangan cerita berarti dan terkesan
membosankan karena harus dibagi menjadi 2 bagian? Let’s see in incoming years!
Lihat data film ini di IMDb.