The Jose Flash Review
The Gunman

Sejak Liam Neeson tampil di franchise Taken (dan tentu juga sejak Sylvester Stallone mengajak rekan-rekan seangkatannya bergabung di The Expendables), tema badass oldman menjadi sebuah trend baru yang masih relevan bahkan sampai tahun 2015 ini. Bahkan belum lama ini kita masih disuguhi aksi Liam Neeson untuk kesekian kalinya di Run All Night. Disandingkan dengan aktor gaek lainnya, Ed Harris pula. Entah apakah penonton sudah mulai bosan dengan tema seperti ini. Saya rasa selama menampilkan adegan-adegan aksi yang mendebarkan, inovatif, dan kickass, tema ini bakal terus bertahan.

Salah satunya yang mencoba mengikuti jejak Liam adalah Sean Penn yang selama ini kita kenal untuk peran-peran watak dan serius. Dengan nama Pierre Morel di bangku sutradara, cukup jelas terlihat kalau The Gunman ini berusaha mengulang kesuksesan (atau syukur-syukur bisa jadi franchise baru) Taken, dengan ‘mengorbitkan’ Sean Penn. Banyak formula dan treatment dari Taken yang dicoba diimplementasikan di sini. Mulai style-nya yang Eropa banget, karakter utama, Terrier yang diburu sepanjang film, dan tentu saja karakteristik Terrier yang tipikal badass oldman lainnya.

Sayang formula yang sama tak sepenuhnya berhasil di sini. Pertama, The Gunman memang punya premise yang cukup menarik untuk diikuti. Tapi sayangnya di layar, hasilnya tak semenarik di atas kertas. Selain pace-nya yang ‘kurang pas’, storyline-nya ternyata banyak yang berlangsung bertele-tele dan sebagian besar sebenarnya mencomot dari berbagai film. Kedua, Sean Penn bukanlah Liam Neeson. Di banyak adegan, Sean terlihat tidak segarang dan setegap Liam. Bahkan caranya berjalan saja sudah tidak begitu meyakinkan sebagai action hero. Untung saja di banyak adegan fight, Sean masih menunjukkan sedikit kharismanya. Tak sampai memorable, namun cukup asyik untuk diikuti dan dinikmati.

Di jajaran pemeran pendukung, Javier Bardem, Ray Winstone, dan Mark Rylance sebenarnya cukup mencuri perhatian. Namun somehow di layar ketiganya seperti kekurangan porsi untuk menjadi lebih memorable. Jasmine Trinca yang menjadi satu-satunya wanita di jajaran cast pria juga belum begitu berhasil mencuri perhatian karena perannya yang seolah tak lebih dari sekedar pemanis film. Sementara Idris Elba diberi karakter yang tidak begitu jelas ‘fungsi’ dan sepak terjangnya di layar, kalau tidak mau disebut dipaksakan muncul.

Bak film-film bergaya Eropa lainnya, The Gunman juga menawarkan desain produksi yang indah. Tentu pemilihan Barcelona, Congo, dan Gibraltar sebagai lokasi syuting bukanlah tanpa tujuan. Mulai setting lokasi apartemen, rumah dan villa Felix, kantor Cox, hingga tentu saja arena bullfight yang menjadi latar belakang adegan klimaks. Semuanya begitu indah direkam oleh Flavio Martinez Labiano.

Dengan berbagai kelemahannya, The Gunman sebenarnya bisa dipresentasikan dengan jauh lebih layak dan menarik. Namun apa yang tersaji di layar cukup menghibur sebagai instant entertainment. Tidak sampai memorable sehingga akan Anda ingat untuk jangka waktu lama.

Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.