The Jose Flash Review
Keluarga Tak Kasat Mata

Maraknya platform digital yang semakin beragam ternyata tak menyurutkan popularitas Kaskus sebagai forum dunia maya terbesar di Indonesia. Salah satu fenomena terakhirnya adalah thread Keluarga Tak Kasat Mata (KTKM) yang membagi kisah nyata pengalaman seorang mahasiswa yang kerja part-time di sebuah kantor bergedung horor di Yogyakarta bernama Bonaventura D. Genta. Thread ini lantas menjadi viral di Indonesia hingga dirangkum dalam sebuah buku novel dan adaptasi layar lebarnya dibeli oleh Max Pictures (Bulan Terbelah di Langit Amerika 2 dan Baracas) dengan naskah adaptasi yang disusun oleh Laila Nurazizah (Adriana, Untuk Angeline, Danur: I Can See Ghosts) dan Evelyn Afnila, serta penyutradaraan yang dipercayakan kepada Hedy Suryawan (Rock N Love). Jajaran cast yang dipasang pun cukup populer. Mulai Deva Mahenra, Miller Khan, Ganindra Bimo, Kemal Palevi, Aura Kasih, Gary Iskak, Weezy, hingga Tio Pakusadewo. Di tengah boomingnya film horor di sinema Indonesia, KTKM menjadi salah satu sajian yang paling banyak ditunggu.

Kantor Genta baru saja pindah ke sebuah bangunan yang tampak besar dan ‘klasik’. Bersama teman-teman sekantornya; Yoga, Rudi, Bebek, dan Andrea, mereka harus lembur di hari pertama karena ada proyek yang harus segera diselesaikan. Kejadian demi kejadian aneh mulai terjadi hingga puncaknya Andrea diserang oleh sosok hantu anak-anak. Menurut Si Mbok yang bekerja sebagai pembantu di kantor tersebut, bangunan yang mereka tempati sekarang menyimpan mitos sosok keluarga tak kasat mata. Rudi kemudian memanggil Rere dan Hao yang dikenal punya kemampuan untuk mengatasi gangguan-gangguan gaib. Ternyata mengusir ‘keluarga tak kasat mata’ dari kantor mereka bukan hal yang mudah.
Tak ada yang benar-benar istimewa dari kisah KTKM, baik dari segi formula maupun kisah asal-usulnya. Namun bagi yang pernah membaca thread Kaskus atau novelnya pasti punya fantasi yang cukup menakutkan sekaligus menegangkan berkat gaya penulisan dengan deskripsi yang mendetail dalam membangun kengerian. Apa yang ditampilkan di KTKM sebenarnya tak berbeda jauh. Hanya saja penanganan adegan seram, termasuk pembangunan ketegangan maupun atmosfer kengeriannya masih sangat kurang. Alhasil banyak kesempatan dan momentum emas yang terlewatkan begitu saja terutama gara-gara camera work Didit Aditya yang biasa saja (sekedar menghadirkan pergerakan kamera smooth yang sinematis tapi tanpa memberikan impact apa-apa), kurang suportif dalam sekedar menciptakan jumpscare, apalagi membangun ketegangan maupun kengerian. Editing oleh Hedy Suryawan sendiri, dibantu oleh Galang Lucky, pun tak banyak membantu karena terkesan sekedar menyusun struktur adegan secara kronologis tanpa ada yang berhasil mempertajam ataupun memberi ‘rasa’ lebih sebagai sajian horor. Banyaknya penampakan yang dihadirkan di sana-sini terkesan sekedar muncul tanpa punya impact yang berarti. Mungkin hanya bantuan musik dari Wave Sound dan efek-efek suara yang bisa menggedor adrenaline beberapa penonton (bagi saya pribadi sih, tidak). 
Penulisan karakter pun tak ada yang diberi kedalaman lebih atau sekedar menarik. Kesemuanya ditampilkan apa adanya sesuai dengan materi asli tanpa membuat penonton merasakan kepentingan beberapa karakter. Untung saja setidaknya para cast utama tampil dengan chemistry yang luwes sehingga interaksi antar karakter masih enak untuk diikuti. Baik Deva Mahenra sebagai Genta, Miller Khan sebagai Yoga, maupun Ganindra Bimo sebagai Rudi. Wizzy Williana sebagai Andrea sebenarnya tampil cukup menarik ketika kesurupan tapi masih belum se-memorable, misalnya Shandy Aulia di The Doll, Luna Maya di The Doll 2, atau bahkan Celine Evangelista di Ruqyah: The Last Exorcism. Aura Kasih pun sebenarnya tampak berusaha menghidupkan karakter Rere dengan serius. Sayang naskah tak memberinya kesempatan lebih banyak untuk menggaet simpati penonton. 

Jujur, sebenarnya saya melihat potensi yang luar biasa menarik sejak mengikuti thread-nya di Kaskus. Fantasi dari tulisannya saja sudah berhasil membuat saya kerap merinding. Sayang KTKM versi film masih jauh dari kata berhasil untuk sekedar menjadi sajian horor sesuai fantasi saya. Bukannya menggali atau menciptakan backstory yang menarik untuk mitosnya, ia malah menambahkan sosok fiktif yang nyatanya tak terlalu berfungsi banyak. Kegagalan menciptakan atmosfer horor dan membangun adegan-adegan yang mencekam semakin membuat saya kecewa pada level maupun aspek apapun. Benar-benar sebuah penyia-nyiaan potensi yang besar. Sayang sekali. 
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.
Diberdayakan oleh Blogger.