5/5
Crime
Drama
economy
financial
Hollywood
hostage
media
Psychological
Socio-cultural
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Money Monster
Sub-genre real-time thriller bisa
dibilang sangat jarang dibuat, bahkan di Hollywood sekalipun. Namun keunikannya
menyuguhkan ketegangan lewat hitungan waktu yang sejalan dengan apa yang
dialami penonton di layar memberikan keasyikan mengikuti alur plotnya, terutama
faktor ‘terasa nyata’ yang lebih. Sejauh ini film real-time thriller yang bisa
saya sebutkan secara spontan karena saking berkesannya adalah Phone Booth dari Joel Schumacher dan Buried dari Rodrigo Cortés. Tahun 2016
ini, satu real-time thriller dihadirkan kembali dengan tema media, terutama
pertelevisian yang digabung dengan tema financial, terutama pasar saham.
Naskahnya yang sempat masuk daftar Blacklist tahun 2014 sebagai unmade script
yang paling disukai, disusun oleh kolaborasi Jamie Linden (We Are Marshall, Dear John),
Alan DiFiore, dan Jim Kouf (Rush Hour,
Snow Dogs, National Treasure 1-2, dan Taxi
versi US), serta dikomandoi oleh aktris Jodie Foster yang menandai karir
penyutradaraan film panjang keempat setelah terakhir, The Beaver tahun 2011. Jajaran cast diisi duet aktor-aktris papan
atas, George Clooney dan Julia Roberts.
Money Monster (MM) adalah program TV yang membahas tentang dunia
financial, dengan host fenomenal yang sedang di puncak karir, Lee Gates. Di
episode terakhir sebelum pindah kerja ke sebrang jalan, sang sutradara, Patty
Fenn mendapatkan kejutan ketika seorang pria misterius tiba-tiba masuk ke
studio yang sedang syuting live dengan membawa senjata dan memaksa Lee
mengenakan rompi berpeledak. Pria yang diketahui bernama Kyle Budwell ini
menuntut tanggung jawab atas saran yang diberikan Lee seminggu sebelumnya untuk
membeli saham sebuah perusahaan bernama Ibis. Sehari sebelum kejadian itu,
pihak Ibis yang dikepalai Walt Camby, mengklaim adanya glitch pada sistem
sehingga ‘uang’ milik pemegang saham sirna begitu saja. Kyle kehilangan US$
60.000 yang merupakan semua uang yang ia punya. Menolak ganti rugi bernilai
sama dari Lee, Kyle menuntut penjelasan langsung dari Walt Camby yang
seharusnya menjadi bintang tamu di acara tersebut tapi raib entah ke mana.
Kondisi di kantor Ibis pun tak
kalah paniknya. Diane Lester selaku juru bicara perusahaan pun penasaran dengan
apa yang sebenarnya terjadi pada saham Ibis karena uang senilai ratusan juta
dollar mustahil hilang begitu saja dalam semalam. Bekerja sama dengan Patty,
Diane mencari tahu ke mana saja Walt selama ‘menghilang’. Penyelidikannya
sampai melibatkan pakar alogritme Ibis yang ada di Korea Selatan, Won Joon.
Karena rasa penasaran, mereka semua, bahkan publik luas, menjadi balik
mendukung Kyle, sambil terus mengikuti perkembangan kasus Ibis secara live di
TV, hingga klimaks yang mengungkap semuanya.
Di permukaan, MM adalah sebuah
real-time thriller tentang hostage yang mengambil latar dunia pertelevisian dan
narasi dunia finansial. Konsep gabungan ini saja sebenarnya sudah terdengar
menarik. Apalagi sebagai sebuah thriller, sentuhan Foster ternyata teramat
sangat gripping (bahkan ada momen di mana saya berhasil dibuat spontan
berteriak!), tanpa meninggalkan kesan realistis dengan menampilkan karakter
Kyle yang just an ordinary man, bukan penjahat profesional kelas kakap. Namun
menurut saya, justru orang biasa macam Kyle ini bisa jadi lebih membahayakan
ketika sudah pada titik didihnya. We’ll never know how far he will go and what
will happen to him. Alur plot yang disusun pun terkesan berjalan mulus, tanpa
sedikit pun terasa draggy. Memposisikan karakter Kyle,
Lee, dan Walt secara berurutan serta bergantian sebagai villain yang kemudian
akhirnya tergantikan oleh karakter yang lain, menjadi faktor menarik berikutnya
yang patut dicatat.
Namun yang paling saya kagumi
dari MM adalah konsep lebih besar yang coba dihadirkan. Pernahkah Anda kecewa
dengan sesuatu, misalnya layanan umum, tapi malas untuk memprotes karena faktor
waktu yang terbatas atau menganggap tak worth untuk diurusin? Baru ketika ada
orang lain yang berani buka suara untuk memprotes, Anda baru memberikan
dukungan kepadanya. Setujukah Anda jika perubahan atas sesuatu yang tidak benar
hanya bisa berubah dan diperbaiki jika ada yang berani mengambil tindakan
ekstrim untuk mengubahnya? Benar, dimana pun, bahkan di Amerika Serikat
sekalipun, ada banyak hal menyangkut kepentingan umum tapi tak banyak yang
berani bersuara. Dukungan baru diberikan kepada orang yang akhirnya berani
bersuara. Namun ketika orang tersebut gagal, publik yang tadinya mendukung akan
diam saja dan kembali ke rutinitas sehari-hari seperti tak pernah terjadi
apa-apa. Itulah sindiran yang saya sebut sebagai cermin besar untuk siapa saja,
tak hanya yang terlibat di pasar saham ataupun media. Tepat setelah ‘drama
penyanderaan’ berakhir di siaran TV secara live, semua orang yang seharian
mengikuti perkembangannya tiap detik di depan TV dan sempat mendukung Kyle,
kembali beraktivitas seperti biasa seperti tak pernah terjadi apa-apa. Lewat
lapisan-lapisan yang sebenarnya sudah menarik dan sangat bold, naskah MM dan
Foster ternyata menawarkan bigger picture yang jauh lebih menohok dan berlaku
universal untuk siapa saja. Very impressive!
Baik George Clooney maupun Julia
Roberts sama-sama memberikan performa yang maksimal. Clooney tentu tak sulit
menghidupkan karakter Lee dengan star charm power yang sama, tak terkecuali
perkembangan karakter ketika berbalik mendukung Kyle dan berani beraksi lebih
for bigger cause. Roberts pun tak menemui kesulitan memerankan karakter Patty
yang cerdas, bijak, sekaligus berani. Keduanya pun berhasil menjalin chemistry
yang begitu convincing dan konsisten meski ada cukup banyak adegan yang harus
diambil terpisah terkait perbedaan jadwal. Jack O’Connell juga sangat
convincing sebagai Kyle, just ordinary man yang nekad melakukan apa saja ketika
berada di titik didih. Meski bisa melihat dengan jelas ketakutan dan keraguan
dalam ekspresi wajahnya, saya tetap merasa terancam dengan kehadirannya yang
tampak bisa nekad melakukan apa saja tanpa memperhitungkan konsekuensinya.
Di lini berikutnya, Caitriona
Balfe sebagai Diane Lester berhasil mencuri perhatian saya. Tak hanya dari segi
fisik yang punya pesona kecantikan serta keanggunan tersendiri, karakternya
diberi porsi peran yang lebih sehingga dengan mudah menarik simpati penonton.
Terakhir, Dominic West yang mengisi sosok Walt Camby, menampilkan kharisma
villain yang cukup kuat meski screen presence-nya tergolong sedikit.
Real-time thriller macam MM tentu
membutuhkan timing yang serba tepat, agar momen-momen ketegangannya tak kendur
sedikit pun, tapi tetap menjaga realisme serta poin-poin yang ingin
disampaikan. Matt Cheese sebagai editor terbukti mampu mengemban tugasnya
dengan teramat sangat baik. Begitu juga sinematografi Matthew Libatique yang
tak hanya mampu ber-storytelling dengan baik, tapi juga mendukung emosi lebih di
beberapa momen terpentingnya yang dipertajam scoring dari Dominic Lewis.
Sekilas saya dengan mudah dibuat
jatuh cinta oleh kemampuan Foster menghadirkan real-time hostage thriller yang
begitu gripping, akting para cast yang menghidupkan karakter-karakter yang
ditulis dengan sangat baik dan realistis. Berkat konsep besar yang ternyata tak
hanya ‘percikan-percikan’ satir kecil sejak awal film, tapi menjadi konklusi
yang begitu menggugah di akhir, saya harus mengakui MM sebagai film yang
berhasil menjadi begitu bold, dengan kemasan gripping thriller yang sangat
menghibur. Tenang saja, aspek financial di sini masih bisa dipahami penonton
super awam sekalipun. So, I really really suggest you not to miss my this year’s
most favorite, so far.
Lihat data film ini di IMDb.