3/5
Action
Drama
Hindi
Martial Art
Pop-Corn Movie
Romance
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Baaghi
Sebagai bagian dari kultur sebuah
negara, seni/ilmu beladiri seringkali dijadikan produk budaya yang menarik
untuk dijual di pasar internasional. Di Asia, Jepang dan Cina terbukti berhasil
melakukannya. Bahkan Hollywood melirik berbagai cabang bela diri untuk diangkat
ke layar lebar, bahkan ada yang statusnya seklasik Karate Kid atau franchise B-class macam Kickboxer. Bela diri melahirkan pula banyak sekali aktor spesialis
laga. Indonesia sendiri sempat naik ke kancah internasional berkat The Raid: Redemption. Sebaliknya, India sebagai
salah satu produsen film terbesar dunia terhitung sangat jarang mengangkat tema
martial art, meski genre action bukan sesuatu yang asing lagi di ranah
perfilman mereka. Tahun 2016 ini sutradara Sabir Khan (Kambakkgt Ishq dan Heropanti)
kembali menggandeng Tiger Shroff, putra aktor Hindi legendaris, Jackie Shroff,
untuk menjadi lead di Baaghi: A Rebel in
Love. Sejak awal perilisannya Baaghi
langsung dikait-kaitkan dengan storyline film Telugu, Varsham, Tezaab (yang
juga menjadi inspirasi dari Varsham).
Bahkan judulnya mengingatkan penonton akan film berjudul sama versi tahun 1990
dan 2000. Tak ketinggalan, pengaruh The
Raid: Redemption yang harus diakui begitu terasa di banyak adegan.
Selepas kepergian sang ayah,
Ronny bertolak ke Kerala untuk menjadi murid salah satu sahabat sang ayah yang
menjadi guru beladiri khas India, Guruswamy. Ronny yang berjiwa pemberontak
harus segera beradaptasi dengan gemblengan keras dari Guruswamy. Seiring dengan
pelatihannya, Ronny menjalin kisah asmara dengan Sia, gadis yang pernah
ditemuinya ketika perjalanan dengan kereta api. Sayang kisah cinta mereka
berdua mendapatkan tantangan dari Raghav, yang tak lain dan tak bukan adalah
putra tunggal Guruswamy. Pinangan Raghav diterima ayah Sia karena faktor
kekayaan yang ditawarkan. Trik dari ayah Sia pun membuat Ronny dan Shia akhirnya
saling membenci. Beberapa bulan kemudian, Sia diculik oleh Raghav dan dibawa ke
Thailand, tempat Raghav menjalankan bisnis kotornya. Ayah Sia balik berharap
Ronny mau menyelamatkan dan membawa pulang Sia kembali ke India. Meski awalnya
menolak karena masih sakit hati, Ronny akhirnya tetap menolong atas dasar
kemanusiaan. Bentrokan brutal pun tak terelakkan.
Secara garis besar cerita, memang
tak ada yang benar-benar istimewa. Formulanya boleh dibilang benar-benar cliché
dan generik, bahkan untuk genre martial art sekalipun. Apalagi dengan bumbu
romansa picisan a la Hindi. Untungnya, Sabir Khan masih mampu menggerakkan
cerita menjadi tetap menarik untuk diikuti. Bumbu romantis picisan tapi dengan
kemasan yang manis (we meet everytime we see rain! It’s damn romantic!) dipadu
aksi beladiri yang seringkali brutal, sedikit bumbu komedi, dan emosional yang
melibatkan seorang anak bisu. Belum lagi ada adegan dua adegan musikal yang
mengobati kerinduan saya akan adegan musikal di sinema Hindi (meski yang
pertama asyik, yang kedua agak mengganggu laju cerita). Sayangnya, memasuki
babak ketiga, Baaghi mulai terasa
bertele-tele. Di saat sebenarnya bisa langsung masuk klimaks (yang sangat The Raid: Redemption itu), ia masih
‘bermain-main’ dengan penuntasan hubungan antara Ronny-Sia terlebih dahulu yang
sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat sebagai adegan pamungkas.
Meski secara keseluruhan masih
belum sepenuhnya cukup kuat sebagai lead, Tiger Shroff perlahan menemukan
kharisma yang pas untuk menjadi seorang lead. Sementara Shraddha Kapoor sebagai
Sia cukup mampu mengimbangi Tiger dengan aura kecantikan dan keseksian yang tak
kalah dengan beberapa bintang muda wanita yang sedang naik daun beberapa tahun
terakhir, seperti Alia Bhatt misalnya. Sudheer Babu sebagai Raghav tampil just
like another Hindi’s villain, sementara yang sebenarnya cukup menarik justru
Sunil Grover sebagai ayah Sia. Terakhir, penampilan guru besar Shifuji Shaurya
Bharadwaj sebagai Guruswamy yang sangat kharismatik, juga patut mendapatkan
kredit tersendiri.
Baaghi tak menawarkan sinematografi oleh Binod Pradhan yang
benar-benar istimewa, selain sekedar pas untuk menyampaikan keseluruhan plotnya,
serta yang paling penting membawa nuansa manis bin romantis, begitu juga adegan
laga brutal menjadi lebih menggigit. Sedikit kredit (seperti layaknya film-film
Hindi lain) untuk musical performance Cham
Cham yang mengobati kerinduan saya akan kehadiran musical performance di
film Hindi yang kian kemari kian terkikis. Musical performance ke-dua, Sab Tera yang sejatinya tak perlu ada
dengan visualisasi cheesy, tapi masih cukup memanjakan mata lewat latar panoramic-nya.
Dibandingkan beberapa judul film
Hindi akhir-akhir ini yang tergolong ‘berbobot’ (tapi minim musical performance
yang menurut saya seharusnya tak boleh absen di sinema Hindi), Baaghi terasa ‘setia’ dengan pakem-pakem
generik Bollywood. Tak sampai menjadi menu masala yang ultimate dan berkesan
bak Dilwale akhir 2015 lalu, tapi ia cukup
menjadi hiburan ringan yang cukup menghibur pula, terlepas dari aspek-aspek
yang comot sana-comot sini. Nikmati saja sebagai sajian aksi martial art brutal
dengan bumbu romantis yang cukup manis. Setidaknya sejak menonton Baaghi, tiap hujan turun saya jadi ingat
adegan Cham Cham, begitu pula dengan
janji antara Ronny dan Sia.