The Jose Movie Review
Premium Rush



Overview

Agak terkejut juga ketika baru mendengar ada film berjudul Premium Rush (PR) kurang dari tiga bulan sebelum tanggal rilis. Padahal dengan tema yang jarang disentuh, bintang yang sedang bersinar-bersinarnya, Joseph Gordon Levitt, dan sutradara/penulis skenario David Koepp (penulis skenario untuk film-film sekelas Spider-Man, War of the Worlds, Mission: Impossible, Carlito’s Way, Jurassic Park, dan The Lost World : Jurassic Park), PR jelas punya daya tarik yang cukup tinggi untuk dijual. Apalagi distributornya adalah Sony Pictures yang terkenal paling getol mempromosikan film-filmnya secara besar-besaran. Koq buzz-nya nyaris tak terdengar ya?

Pertanyaan tersebut terjawab setelah menyaksikan filmnya secara langsung. Tidak, PR sama sekali tidak buruk. Namun tidak bisa disangkal pula bahwa PR memang tidak dibuat untuk menjadi film besar. Let’s say, Sony Pictures melakukan penyegaran dengan sesuatu yang sedikit berbeda di tengah gempuran film-film aksi yang modal utamanya visual effect CGI dan dengan tujuan tersebut, Sony Pictures bisa dibilang cukup berhasil.

Plot yang ditawarkan sebenarnya sangat sederhana dan sudah sering sekali diangkat dalam film, misal saja yang paling terkenal di era 2000-an Transporter-nya Jason Statham : seorang pengantar paket bersepeda harus berurusan dengan berbagai pihak yang memperebutkan barang yang diantarnya. Namun kreatifitas Koepp yang merangkai alur non-linear berhasil membuat PR terasa lebih menarik untuk diikuti. Setidaknya penonton akan dibuat penasaran dan kerap berujar, “lho koq bisa begitu? Bagaimana ceritanya?”. Ya, meski sebenarnya penjelasan-penjelasannya pun termasuk biasa saja, tetap saja sempat membangkitkan rasa penasaran sejenak. Soal perkembangan karakter, well nyaris tidak ada yang begitu berarti. Mungkin itu yang membuat PR meski enjoyable namun terkesan biasa saja dan easily forgotten.

Selain aksi stunt yang ternyata jumlahnya tak banyak, bagi banyak penonton adegan kejar-kejaran di tengah belantara lalu lintas New York mungkin adalah hal yang paling ditunggu-tunggu, bahkan alasan paling utama untuk menyaksikan PR. Untuk ekspektasi demikian, I assure you, you’ll get it. Saya sangat menikmati tegangnya menggowes sepeda fixie yang disajikan sepanjang film di tengah kekhawatiran munculnya mobil-mobil dari berbagai arah, pintu mobil yang mendadak terbuka, hingga menabrak pejalan kaki. Ditambah lagi visualisasi analisis opsi rute dari sudut pandang Wilee yang menambah kekhawatiran penonton. Kesemuanya ini disajikan dengan porsi yang menurut saya, pas. Koepp tidak terlalu serakah menghabiskan porsi aksi kejar-kejaran sepanjang film yang justru bakal berpotensi membosankan. Ada kalanya Koepp menggantinya dengan visualisasi ala map di smartphone yang cukup keren sebagai variasi. Pun dengan porsi yang demikian, Koepp hanya menginjeksikan adrenaline rush yang efeknya tidak begitu keras. Just average.

Overall, PR memang dibuat sebagai film mediocre sederhana yang mengajak penonton bersenang-senang sejenak dengan suguhan adrenaline rush-nya. Just enjoy the ride!

The Casts

Joseph Gordon Levitt memang sedang menjadi sorotan di Hollywood pasca sukses menjadi langganan Christopher Nolan lewat Inception dan The Dark Knight Rises. Di sini he acted just fine karena memang tidak banyak tuntutan karakter dari skrip. Dengan pembawaan yang santai dan cool, JGL cocok-cocok saja mengisi peran utama di sini. Begitu juga Danie Ramirez yang sebelumnya pernah mencuri perhatian di American Reunion, X-Men The Last Stand, dan serial Heroes, tampak cukup keren di layar dengan tampilan fisik berotot (tapi seksi)-nya.

Karakter yang sebenarnya paling menarik bagi saya justru karakter antagonisnya, Bobby Monday yang diperankan Michael Shannon. Karakter antagonis yang menyebalkan, licik, tapi tidak begitu punya skill untuk head-to-head dengan karakter hero-nya, dimainkan dengan baik oleh aktor yang menurut saya wajahnya mirip Willem Dafoe ini.

Technical

Keunggulan utama yang menonjol di sini tentu saja visualisasi yang mampu memompa adrenaline penonton seolah berada pada sudut pandang Willee yang sedang mengayuh sepeda fixie. Tak ada tembak-tembakan, ledakan, maupun visual special effect CGI, namun justru adegan aksi sederhana seperti ini yang berhasil memompa degup jantung Anda lebih cepat. Belum lagi editing yang efektif menambah pace ketegangan. A very good job for this purpose.

Sementara divisi sound effect tidak banyak memberikan kontribusi penting. Entah karena faktor theatre tempat saya menonton atau memang aslinya seperti itu, suara-suara yang dihasilkan sepanjang film kurang terasa menggelegar. Efek surroundnya pun hanya terasa beberapa kali, seperti misalnya suara lesatan sepeda-sepeda yang berputar. Beruntung score dan pilihan soundtracknya ternyata cukup memuaskan untuk mendukung tensi yang sudah tercapai secara visual.

The Essence

Brakes are death. Begitu ujar Wilee, karakter utama kita. Di saat pengendara lain memilih sepeda dengan rem dan gear, Wilee malah memilih sepeda fixie yang meniadakan dua fungsi tersebut. Tak hanya dalam hal bersepeda, gaya hidup Wilee digambarkan tak beda dengan pilihannya tersebut. Baginya, keraguan yang kerap membuat kita berhenti sejenak seringkali justru “membunuh”. Pola pikir dan analogi yang menarik meski saya tak sepenuhnya setuju. Ada kalanya kita harus settle down dan berstrategi sebelum melakukan sesuatu. Ingat, nekad itu bukan skill, kata Manny.

They who will enjoy this the most

  • Bike riders, especially fixed-gear (fixie)
  • General audience who seeks for a fun temporary adrenaline rush
  • Pengguna jalan raya yang senang melihat pengendara lain ugal-ugalan dan tidak akan mengklakson atau mengumpat mereka
Lihat data film ini di IMDb.







Diberdayakan oleh Blogger.