3.5/5
Action
Pop-Corn Movie
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Premium Rush
Overview
Agak terkejut juga ketika baru mendengar
ada film berjudul Premium Rush (PR) kurang
dari tiga bulan sebelum tanggal rilis. Padahal dengan tema yang jarang disentuh,
bintang yang sedang bersinar-bersinarnya, Joseph Gordon Levitt, dan sutradara/penulis
skenario David Koepp (penulis skenario untuk film-film sekelas Spider-Man, War of the Worlds, Mission:
Impossible, Carlito’s Way, Jurassic Park, dan The Lost World : Jurassic Park), PR jelas punya daya tarik yang
cukup tinggi untuk dijual. Apalagi distributornya adalah Sony Pictures yang
terkenal paling getol mempromosikan film-filmnya secara besar-besaran. Koq buzz-nya
nyaris tak terdengar ya?
Pertanyaan tersebut terjawab
setelah menyaksikan filmnya secara langsung. Tidak, PR sama sekali tidak buruk.
Namun tidak bisa disangkal pula bahwa PR memang tidak dibuat untuk menjadi film
besar. Let’s say, Sony Pictures melakukan penyegaran dengan sesuatu yang
sedikit berbeda di tengah gempuran film-film aksi yang modal utamanya visual
effect CGI dan dengan tujuan tersebut, Sony Pictures bisa dibilang cukup
berhasil.
Plot yang ditawarkan sebenarnya
sangat sederhana dan sudah sering sekali diangkat dalam film, misal saja
yang paling terkenal di era 2000-an Transporter-nya
Jason Statham : seorang pengantar paket bersepeda harus berurusan dengan
berbagai pihak yang memperebutkan barang yang diantarnya. Namun kreatifitas
Koepp yang merangkai alur non-linear berhasil membuat PR terasa lebih menarik untuk
diikuti. Setidaknya penonton akan dibuat penasaran dan kerap berujar, “lho koq
bisa begitu? Bagaimana ceritanya?”. Ya, meski sebenarnya
penjelasan-penjelasannya pun termasuk biasa saja, tetap saja sempat membangkitkan
rasa penasaran sejenak. Soal perkembangan karakter, well nyaris tidak ada yang
begitu berarti. Mungkin itu yang membuat PR meski enjoyable namun terkesan
biasa saja dan easily forgotten.
Selain aksi stunt yang ternyata jumlahnya tak banyak, bagi banyak penonton adegan kejar-kejaran
di tengah belantara lalu lintas New York mungkin adalah hal yang paling ditunggu-tunggu,
bahkan alasan paling utama untuk menyaksikan PR. Untuk ekspektasi
demikian, I assure you, you’ll get it. Saya sangat menikmati tegangnya
menggowes sepeda fixie yang disajikan sepanjang film di tengah kekhawatiran munculnya
mobil-mobil dari berbagai arah, pintu mobil yang mendadak terbuka, hingga
menabrak pejalan kaki. Ditambah lagi visualisasi analisis opsi rute dari sudut pandang Wilee yang menambah kekhawatiran penonton. Kesemuanya ini disajikan dengan porsi
yang menurut saya, pas. Koepp tidak terlalu serakah menghabiskan porsi aksi
kejar-kejaran sepanjang film yang justru bakal berpotensi membosankan. Ada
kalanya Koepp menggantinya dengan visualisasi ala map di smartphone yang cukup
keren sebagai variasi. Pun dengan porsi yang demikian, Koepp hanya menginjeksikan
adrenaline rush yang efeknya tidak begitu keras. Just average.
Overall, PR memang dibuat sebagai film mediocre sederhana yang mengajak
penonton bersenang-senang sejenak dengan suguhan adrenaline rush-nya. Just
enjoy the ride!
The Casts
Joseph Gordon Levitt memang
sedang menjadi sorotan di Hollywood pasca sukses menjadi langganan Christopher
Nolan lewat Inception dan The Dark Knight Rises. Di sini he acted just
fine karena memang tidak banyak tuntutan karakter dari skrip. Dengan pembawaan
yang santai dan cool, JGL cocok-cocok saja mengisi peran utama di sini. Begitu
juga Danie Ramirez yang sebelumnya pernah mencuri perhatian di American Reunion, X-Men The Last Stand, dan serial Heroes, tampak cukup keren di layar dengan tampilan fisik
berotot (tapi seksi)-nya.
Karakter yang sebenarnya paling
menarik bagi saya justru karakter antagonisnya, Bobby Monday yang diperankan
Michael Shannon. Karakter antagonis yang menyebalkan, licik, tapi tidak begitu
punya skill untuk head-to-head dengan karakter hero-nya, dimainkan
dengan baik oleh aktor yang menurut saya wajahnya mirip Willem Dafoe ini.
Technical
Keunggulan utama yang menonjol di
sini tentu saja visualisasi yang mampu memompa adrenaline penonton seolah
berada pada sudut pandang Willee yang sedang mengayuh sepeda fixie. Tak ada
tembak-tembakan, ledakan, maupun visual special effect CGI, namun justru adegan
aksi sederhana seperti ini yang berhasil memompa degup jantung Anda lebih
cepat. Belum lagi editing yang efektif menambah pace ketegangan. A very good
job for this purpose.
Sementara divisi sound effect
tidak banyak memberikan kontribusi penting. Entah karena faktor theatre tempat
saya menonton atau memang aslinya seperti itu, suara-suara yang dihasilkan sepanjang
film kurang terasa menggelegar. Efek surroundnya pun hanya terasa beberapa kali,
seperti misalnya suara lesatan sepeda-sepeda yang berputar. Beruntung score dan
pilihan soundtracknya ternyata cukup memuaskan untuk mendukung tensi yang sudah
tercapai secara visual.
The Essence
Brakes are death. Begitu ujar Wilee,
karakter utama kita. Di saat pengendara lain memilih sepeda dengan rem dan gear, Wilee malah
memilih sepeda fixie yang meniadakan dua fungsi tersebut. Tak hanya dalam hal
bersepeda, gaya hidup Wilee digambarkan tak beda dengan pilihannya tersebut. Baginya,
keraguan yang kerap membuat kita berhenti sejenak seringkali justru “membunuh”.
Pola pikir dan analogi yang menarik meski saya tak sepenuhnya setuju. Ada
kalanya kita harus settle down dan berstrategi sebelum melakukan sesuatu. Ingat,
nekad itu bukan skill, kata Manny.
They who will enjoy this the most
- Bike riders, especially fixed-gear (fixie)
- General audience who seeks for a fun temporary adrenaline rush
- Pengguna jalan raya yang senang melihat pengendara lain ugal-ugalan dan tidak akan mengklakson atau mengumpat mereka