4.5/5
Awards winner
Based on a True Event
Biography
Comedy
Drama
Feel-good
Friendship
History
Hollywood
Oscar 2019
Psychological
Road Trip
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Green Book
Tema anti-rasial tampaknya akan terus menjadi trend di perfilman dunia, khususnya Hollywood, terutama menjelang award season yang cenderung melirik film-film bertema sejenis. Award season kali ini ada Green Book (GB), sebuah drama komedi kisah nyata tentang persahabatan antara Don Shirley, musisi kulit hitam dengan Tony “Lip” Vallelonga, pria berdarah Italia yang ditunjuk menjadi chauffeur (ok, sopir!) selama tour keliling Amerika pada era ’60-an. Uniknya, GB disutradarai oleh Peter Farrelly yang selama ini kita kenal sebagai sutradara komedi (mostly, sex comedies) seperti Dumb & Dumber, There’s Something About Mary, dan Me, Myself, and Irene bersama sang saudara, Bobby Farrelly. Naskahnya disusun oleh Peter sendiri, dibantu Brian Hayes Currie dan anak kandung Tony Lip yang asli, Nick Vallelonga. Sementara duet Viggo Mortensen dan Mahershala Ali yang sama-sama pernah ‘dilirik’ juri Oscar, dipercaya mengisi peran utama, dengan dukungan Linda Cardellini (pemeran Velma dari live action Scooby-Doo yang belum lama ini kita lihat di A Simple Favor dan Hunter Killer) dan sebagian besar anggota keluarga Vallelonga yang asli. Sempat menjadi kontroversi gara-gara twit Nick Vallelonga pada 2015 silam tentang muslim kepada Donald Trump, GB tetap melaju di berbagai ajang penghargaan film bergengsi dunia, termasuk Academy Awards tanpa backlash berarti yang kerap terjadi beberapa tahun terakhir.
Ketika klab malam tempatnya bekerja sebagai tukang pukul, Copacabana, tutup untuk renovasi, Tony Vallelonga atau yang biasa dipanggil Tony Lip mencari pekerjaan sementara yang setidaknya sanggup membiayai keluarganya. Tawaran cukup besar datang dari sebuah label rekaman sekaligus sangat menantang baginya; menjadi sopir dari pianis sebuah band musik, Don Shirley selama tour keliling Amerika. Menantang, karena selama ini Tony cenderung rasis terhadap kaum kulit hitam. Dimulailah perjalanan panjang menyusuri Midwest hingga jauh ke Selatan yang mengiringi awal persahabatan mereka yang juga mengubah masing-masing menjadi pribadi lebih baik.
Tema persahabatan antar-rasialis yang membuat keduanya saling memahami dan belajar menjadi pribadi lebih baik sebenarnya sudah menjadi template tersendiri di perfilman dunia. Pada elemen-elemen yang lebih banyak kemiripannya, ada Driving Miss Daisy yang memenangkan 4 dari 8 nominasi Oscar pada tahun 1990 silam. Di jejak ajang penghargaan film dunia, ada juga film Perancis tahun 2011, The Intouchables yang baru saja bisa kita saksikan remake Hollywood-nya, The Upside, di bioskop kita. Basically, saya hanya perlu menilai seberapa kuat (dan ‘asyik’) chemistry, terutama dari para pemeran utamanya. For such purpose, Viggo Mortensen dan Mahershala Ali jelas mempertunjukkan bonding yang luar biasa kuat tapi tetap asyik dengan proses yang mengalir mulus dan natural. Ini tidak hanya berkat performa yang luar biasa dari keduanya, tapi terutama juga oleh naskah luar biasa yang diracik oleh Vallelonga-Farrelly-Currie.
Dari kemasan terluar, naskah menyajikan line-line penuh makna yang menggaris-bawahi tema-tema besar yang diusungnya. Cerdas, menggelitik, sekaligus menohok. Tentu masih terasa khas komedik Farrelly yang menggelitik tapi masih pada relevansi yang kuat dan kadar yang wajar. Tak sedikit pun mengganggu tone maupun atmosfer keseluruhan film yang sudah terjaga seimbang antara drama dan komedinya. Melongok lebih dalam, naskah juga memberikan kedalaman karakteristik lebih sehingga makin relevan dengan tema anti-rasialisnya. Lihat saja Don Shirley, karakter kulit hitam yang secara intelektualitas dan kelas ekonomi jauh melebihi Tony Vallelonga yang kulit putih, tapi tetap saja diperlakukan sebagaimana kulit hitam pada umumnya era itu. Keduanya dihadapkan pada krisis identitas tapi disikapi dengan berbeda sebagaimana karakteristik masing-masing. Menurut saya ini adalah komponen paling menarik dari naskah GB, yang membedakannya dengan film-film bertemakan persahabatan antar-ras yang seringkali hanya sekedar sejauh ‘saling belajar’. Tentu saja komponen ‘saling belajar’ masih dipertahankan karena merupakan bagian terpenting yang membuatnya utuh sebagai film bertema sejenis. Hanya saja kemudian menjadi lebih kuat berkat kedalaman lebih tersebut.
Selain chemistry bonding yang luar biasa kuat, performa Mortensen maupun Ali sama-sama apik secara individual. Mortensen tampak begitu effortlessly melebur dalam karakter Tony tak hanya lewat aksen Italianya, tapi juga ekspresi wajah dan gesture yang begitu detail. Termasuk cara makan pizza dan memegang gelas. Mahershala Ali yang jauh lebih minim referensi asli juga mencoba menghidupkan karakter Don Shirley lewat gesture, ekspresi wajah, pilihan diksi, kata, serta cara berbicara yang dengan jelas menggambarkan karakteristik karakternya. Bahkan di beberapa momen terpentingnya, Ali memamerkan performa terbaiknya yang kali ini harus saya akui layak diganjar Oscar. Tak boleh diabaikan pula performanya ketika memainkan piano, meski menggunakan pemain pengganti dari komposer Kris Bowers ketika memainkan Etude Op. 25 No. 11 “Winter Wind” dari Chopin yang tingkat kerumitannya mencapai skala tertinggi 9 menurut Henle Levels of Difficulty.
Pilihan musik berirama jazz, rock n’roll, R&B, dan blues tak hanya bertindak menegaskan atmosfer era ’60-an tapi sekaligus menjadi pengiring yang begitu khas sekaligus pas mengalirkan adegan-adegan yang ada. Editing Patrick J. Don Vito turut menyusun adegan dengan timing yang serba pas untuk mengalirkan plot dengan tetap menjaga emosi maupun comedic timing tiap kebutuhan adegan. Sementara sinematografi Sean Porter meski mungkin tak punya treatment secara spesifik dan istimewa, semuanya termasuk sesuai dengan kebutuhan adegan dan emosi.
Di balik temanya yang termasuk generik, GB mencoba menggali lebih dalam potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi sesuatu yang baru dan eksepsional. Berkat dukungan-dukungan yang juga sangat kuat, GB berhasil menjadi karya yang menonjol dalam berbagai aspek. Sebuah suguhan persahabatan bertemakan anti-rasialis yang mendalam tapi dengan kemasan yang ringan, menghibur, hangat, sekaligus menggelitik. Tak heran jika kemudian menjadi salah satu kandidat pemenang Oscar terkuat, terutama untuk Naskah Asli Terbaik, Aktor Utama Terbaik, Aktor Pendukung Terbaik, dan bukan tak mungkin, Film Terbaik. Sebuah pengalaman persehabatan sekaligus road trip yang sayang untuk dilewatkan di layar lebar.
Lihat data film ini di IMDb.91st Academy Awards nominees for:
- Best Motion Picture of the Year
- Best Performance by an Actor in a Leading Role - Viggo Mortensen
- Best Performance by an Actor in a Supporting Role - Mahershala Ali
- Best Original Screenplay - Nick Vallelonga, Brian Hayes Currie, and Peter Farrelly
- Best Achievement in Film Editing - Patrick J. Don Vito