3.5/5
Based on TV show
Comedy
Hollywood
Pop-Corn Movie
Professionalism
Summer Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Entourage
Dibandingkan comic book to
movies, terhitung tak banyak TV show yang diangkat ke layar lebar. Mungkin
hanya Mission: Impossible dan Transformers yang paling sukses
sampai sekarang. Itu pun karena genrenya yang bisa lebih ‘menjual’ di layar
bioskop ketimbang sekedar layar kaca. Ada alasan kenapa fenomena TV to movie
terhitung jarang. Selain segmentasinya yang lebih sempit, ada cukup banyak juga
penonton yang merasa malas nonton di bioskop karena beranggapan apa bedanya
dengan nonton TV show-nya. Tak salah juga, karena kebiasaan menonton sebuah
acara di TV yang gratisan (atau sekalipun bayar, kalau dihitung-hitung masih
lebih murah daripada datang ke bioskop), bisa-bisa nonton di bioskop
pengalamannya tidak jauh beda dengan di TV. HBO sebagai salah satu channel TV
berbayar terkenal, cukup berani mengangkat salah satu serial paling
legendarisnya sepanjang masa, Sex and the City (SatC) dan ternyata hasilnya
cukup berhasil. Kini, HBO mencoba peruntungan lagi dengan serial sitkom yang
sempat populer di Amerika Serikat namun masih sangat segmented di sini, Entourage.
Jika Anda berpikir SatC di sini sudah termasuk segmented, maka Entourage
ini lebih segmented lagi. Saya sendiri belum pernah menyaksikan serialnya. Jadi
ketika menyaksikan versi layar lebarnya saya hanya berbekal premise serialnya:
perjuangan seorang aktor muda, Vincent Chase, dengan backup geng-nya: Johnny,
Turtle, Eric, dan agennya, Ari Gold, dalam mengarungungi liar dan ganasnya
Hollywood.
Ternyata bekal ini sudah
lebih dari cukup untuk saya bisa menikmati versi layar lebarnya. Selain premise
yang sebenarnaya tidak rumit-rumit amat, Entourage versi layar lebar
memberikan adegan introduksi karakter-karakter utamanya secara efektif dan
tentu saja, menggelitik, lewat adegan sebuah interview acara TV eksklusif.
Introduksi ini menjadi sangat penting mengingat serialnya mengandalkan
perkembangan karakter-karakter sebagai basis cerita. Segera setelah itu, saya
dibawa ke belantara Hollywood yang serba wild, keras, tapi fun. Tentu saja dari
sudut pandang geng Vincent Chase dkk yang naif, sehingga dengan mudah
mengundang tawa bagi penonton yang memahami humor-humornya.
Secara keseluruhan,
utamanya Entourage versi layar lebar menyorot hubungan antara
produser-sutradara-investor yang memang menarik untuk diangkat. That’s why
tidak ditampilkan proses produksi film Hyde yang disutradarai oleh
karakter utamanya, Vincent Chase (dimana katanya, di serial sering ditampilkan
proses produksi yang ‘fucked-up’), dan lebih banyak menampilkan intrik di
belakangnya. Doug Ellin selaku kreator yang kali ini menangani langsung sebagai
penulis naskah-sutradara, menulisnya dalam storytelling yang masih serial
banget. Bukan karena saya tahu seperti apa serialnya, tapi demikianlah style
storytelling rata-rata serial yang tayang di TV, termasuk SatC The Movie yang
bahkan tetap bisa setia dengan storytelling ala serial dengan durasi yang
mencapai 5 kali lipat versi serialnya. As for me, ini tidak menjadi masalah
karena toh masih bisa dinikmati tanpa terlalu terasa draggy. Malah, saya
seperti menyaksikan keseruan ‘petualangan’ ala The Hangover, tapi tentu
saja dengan kadar ‘fucked-up’ yang jauh lebih wajar.
Tapi yang juga harus
diakui adalah Entourage versi layar lebar tak ubahnya menyaksikan salah
satu episode yang durasinya lebih panjang, karena faktor story scope yang tidak
begitu besar, juga sub plot-sub plot yang diselipkan di sana-sini, seperti
skandal video Johnny Drama, hubungan Eric dan Sloan, Turtle yang PDKT dengan
petarung UFC, Ronda Rousey, dan masih banyak lagi, yang sengaja dimasukkan
untuk memberi warna lebih pada cerita dan humor. Untung saja kesemua sub plot
ini dihadirkan dengan relevansi dan porsi yang pas, serta yang paling penting,
tidak mengganggu konsistensi fokus main plot. Namun tentu saja yang menjadi
komoditas utama Entourage adalah humor-humor yang sarkas, satir,
terkadang ofensif, dan seringkali membutuhkan kedekatan dengan dunianya (dalam
hal ini, dunia showbiz Hollywood) untuk bisa memahaminya. That’s why, once
again, Entourage was very, very segmented.
Sayangnya, sebagai
karakter utama, Adrian Grenier kali ini tidak diberikan porsi yang cukup untuk
bisa menarik perhatian penonton. Terutama sekali karena karakternya tidak
ditulis dengan cukup kuat. Jeremy Piven sebagai Ari Gold justru jauh lebih
menarik perhatian. Jadi sorotan utama, malah karena dibawakan dengan sangat
baik oleh Piven. Sementara itu pendukung lainnya yang berhasil menonjol, baik
berkat penulisan karakter dan penampilannya adalah Kevin Dillon sebagai Johnny,
serta kembalinya Haley Joel Osment.
Tak ketinggalan kemunculan
lusinan cameo, mulai Ronda Rousey, Emily Ratajkowski, Pharrell Williams, T.I.,
Jon Favreau, Liam Neeson, Mike Tyson, Kalsey Grammer, Gary Busey, Jessica Alba,
Mark Wahlberg, sampai Warren Buffett, tentu menjadikan Entourage
tontonan yang semakin menyenangkan.
Pemilihan soundtrack-nya
pun patut mendapatkan kredit tersendiri. Mulai genre hip-hop, EDM, hingga
alternative rock yang tidak hanya cocok mengiringi adegan-adegannya, tapi juga
merepresentasikan filmnya secara keseluruhan: American Dream dan Hollywood’s
wilderness.
Well, after all, bagi
penonton setia serialnya, Entourage versi layar lebar jelas menjadi
sebuah obat kangen yang memuaskan. Pun bagi non penonton serialnya (tapi paham
dunia showbiz Hollywood), ia masih bisa jadi jendela rimba Hollywood yang
menyenangkan dan menggelikan. Bagi saya, ia juga berhasil membuat saya
penasaran untuk mengikuti serialnya. Well, I’ve got 8 seasons to go then.
Lihat data film ini di IMDb.