The Jose Flash Review
Avengers: Age of Ultron

Awalnya, banyak yang berpikir kesuksesan Marvel dalam memboyong portfolio superhero-nya ke layar lebar adalah karena menjual rights-nya ke banyak studio major, seperti Sony Pictures (untuk Spider-Man), Fox (untuk X-Men, Fantastic Four, Daredevil), Universal (untuk Hulk), dan Paramount (untuk Iron-Man, Thor, dan Captain America). Bandingkan dengan DC Comic yang superhero-nya menunggu giliran cukup lama untuk bisa muncul di layar lebar, karena rights-nya hanya dipegang oleh Warner Bros. Kenyataannya, setelah dibeli oleh Disney, Marvel justru berhasil melesat menjadi raksasa yang sulit untuk ditandingi. Apalagi dengan konsep besar The Avengers yang begitu solid dan punya karakter-karakter yang begitu kuat untuk terus dikembangkan. The Avengers fase pertama berhasil ditutup dengan angka yang begitu fantastis, maka saatnya Marvel meningkatkan level-nya.

The Avengers sebearnya tidak bisa ditonton dan dinikmati hanya sebagai satu film yang berdiri sendiri. Anda pun tetap akan sulit untuk keep up dengan cerita Avengers: Age of Ultron (AoU), bahkan jika Anda hanya nonton seri pertamanya. The Avengers pertama adalah final dari fase pertama, sedangkan fase kedua dimulai dari Iron-Man 3, Thor: The Dark World, Captain America: Winter Soldier, The Guardians of the Galaxy, dan barulah bermuara pada AoU. Maka untuk bisa memahami cerita AoU secara utuh, Anda ‘wajib’ menonton dan ingat detail cerita dari kesemuanya.

Jujur, saya tidak begitu menyukai The Avengers pertama. Saya justru jauh lebih menikmati film yang berdiri sendiri dari masing-masing superhero, ketimbang ‘assemble’-nya. Selain ceritanya yang menurut saya tidak berbobot dan at some point, terlalu kekanak-kanakan, in my taste, Whedon tidak mampu membangkitkan emosi saya lewat adegan-adegan aksinya. Looks spectacular, but didn’t raise my emotional tension a lot. Tapi rupanya, The Avengers pertama memang hanya sebuah introduction dan pemanasan untuk sebuah konsep yang lebih besar dan serius. Saya mulai melihatnya sejak Thor: The Dark World, dan lebih lagi di Captain America: Winter Soldier serta The Guardians of the Galaxy (Iron Man 3 seharusnya masuk juga, tapi nampaknya lebih baik dianggap tidak pernah ada. Toh intinya disampaikan lagi di AoU). Puncaknya, saya menemukan lebih banyak lagi dan lebih mendalam lagi di AoU.

Di AoU, Whedon melebur secuil demi secuil elemen cerita dari masing-masing film superhero yang berdiri sendiri, ke dalam satu pot. Hasilnya digunakan untuk mengembangkan cerita baru yang melibatkan musuh utama di installment ini: Ultron, yang menjadi manifestasi ambisi sekaligus ketakutan Tony Stark sejak Iron Man 3. Whedon memasukkan begitu banyak elemen cerita yang menarik dan lebih dewasa di sini. Mulai dilematis antara ambisi dan ketakutan, sisi monster dalam setiap individu, kemanusiaan above all, dan bahkan menyentil sisi-sisi humanity yang absen di installment-installment sebelumnya. Mulai rahasia Clint Barton alias Hawkeye sebagai manusia biasa, percikan romance antara Bruce Banner alias Hulk dengan Natasha Romanoff alias Black Widow, batas antara menyelamatkan dan menghancurkan kemanusiaan, sampai nilai kemanusiaan yang dijunjung begitu tinggi oleh para jagoan kita, sehingga ketika berperang pun masih mengutamakan keselamatan orang banyak. Sekilas menimbulkan kesan kesemuanya dijejalkan paksa menjadi satu sehingga tidak fokus, tanpa pengembangan yang berarti, dan tanpa penyelesaian pula. Tapi ketika saya menganalisa lebih dalam, kesemua elemen cerita dan detail-detail konflik ini justru bermuara pada satu permasalahan besar yang substansial dan relevan dengan kondisi dunia saat ini. Tak perlu lagi ia terlalu mengembangkan masing-masing konflik terlalu dalam karena sudah dilakukan di installment-installment sebelumnya. Penyelesainnya juga sudah dilakukan meski tak ditampilkan secara gegap gempita dan begitu jelas. Whedon masih tetap membiarkan penonton menginterpretasikan penyelesaian yang dibuatnya. Itulah sebabnya saya berani memuji grand design dari Joss Whedon yang baru terasa luar biasa di sini. Mungkin AoU menjadi tidak begitu memuaskan bagi penggemar komiknya karena perubahan-perubahan yang dibuat, namun bagi penggemar atau penonton yang sekedar mengikuti kisah Marvel Cinematic Universe (MCU), ini jelas sebuah peningkatan yang cukup signifikan. Bagi penonton yang hanya sekedar mencari hiburan ringan dan spektakuler semata khas Marvel, mungkin juga akan merasakan sedikit kelelahan dengan sekian banyak elemen cerita yang dimasukkan Whedon dan durasi yang sampai nyaris dua setengah jam. Tapi tenang saja, meski ceritanya menjadi lebih serius dan gelap, Whedon masih tidak melupakan kemasan yang ceria dan diwarnai humor di sana-sini, khas MCU.

Sayangnya, Joss Whedon masih tetap belum mampu membangkitkan emosi dan tensi saya ketika menyaksikan adegan-adegan aksi yang disajikannya. Well okay, dibandingkan The Avengers, di AoU saya masih sempat sedikit merasakan ketegangan yang sedikit meningkat, dan dibuat melongo oleh kedahsyatan adegan aksinya. Namun secara keseluruhan, AoU masih terasa kurang dalam mempertahankan tensi sepanjang action sequences-nya. Mungkin timing yang terlalu cepat, mungkin juga terasa terlalu chaotic karena melibatkan cukup banyak karakter. Still, looks grande and spectacular, but not breathtaking enough.

Tak perlu lagi mempertanyakan akting pengisi karakter-karakter utamanya. Robert Downey, Jr., Chris Evans, Chris Hemsworth, dan Mark Ruffalo masih mengisi peran masing-masing dengan kapasitas sebagaimana mestinya. Sedikit peningkatan untuk Scarlett Johansson dan Jeremy Renner yang karakternya juga diberi porsi lebih banyak. Elizabeth Olsen dan Aaron Taylor-Johnson yang menjadi karakter baru cukup mampu mencuri perhatian berkat karakter yang ditulis dengan cukup menarik pula. Tak lupa peran James Spader yang mengisi suara Ultron dengan begitu berkharisma sekaligus mengancam, dan Paul Bettany yang mengisi suara Jarvis/ Vision dengan kharisma wisdom yang tak kalah kuatnya.

Whedon tak lupa menampilkan karakter-karakter pendukung yang sempat mengisi MCU sebelumnya, seperti James Rhodes alias War Machine (Don Cheadle), Maria Hill (Cobie Mulders) dari serial SHIELDS, Peggy Carter (Hayley Atwell) dari Captain America: The First Avenger, The Falcon (Anthony Mackie), Heimdall (Idris Elba), Erik Selvig (Stellan Skarsgard), dan tentu saja Nick Fury (Samuel L. Jackson). Kesemuanya menjadikan AoU semacam reuni dari semua seri MCU dengan porsi yang pas, minus Pepper Potts dan Jane Foster.

Di dukungan teknis, tak perlu lagi meragukan visual effect yang terlihat semakin spektakuler, terutama dalam adegan-adegan pertarungan, perubahan Hulk, dan daratan yang terangkat ke langit. Sayangnya tata suaranya tak terdengar sedahsyat visualisasinya. Masih cukup menghidupkan adegan-adegannya sih, hanya saja seharusnya bisa terdengar lebih dahsyat. Fasilitas Atmos pun sepertinya tidak begitu memberikan efek berarti. Di beberapa adegan terdengar efek suara dari kanal-kanal atas, tapi nyaris tidak terasa perbedaannya dengan kanal lainnya.

At last, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, AoU masih layak menjadi tontonan summer movie blockbuster yang spektakuler. Di mata saya, grade-nya meningkat dari fase sebelumnya dan harus saya akui hasilnya memang lebih bagus, namun belum mampu serta-merta membuat saya menjadi ngefans berat dan tergila-gila dengan MCU.

Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.