4/5
Action
Adventure
Based on Book
Blockbuster
Box Office
Comedy
Franchise
Hollywood
Humanity
Pop-Corn Movie
Psychological
SciFi
Summer Movie
Superheroes
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Avengers: Age of Ultron
Awalnya, banyak yang berpikir
kesuksesan Marvel dalam memboyong portfolio superhero-nya ke layar lebar adalah
karena menjual rights-nya ke banyak studio major, seperti Sony Pictures (untuk Spider-Man), Fox (untuk X-Men, Fantastic Four, Daredevil),
Universal (untuk Hulk), dan Paramount
(untuk Iron-Man, Thor, dan Captain America).
Bandingkan dengan DC Comic yang superhero-nya menunggu giliran cukup lama untuk
bisa muncul di layar lebar, karena rights-nya hanya dipegang oleh Warner Bros.
Kenyataannya, setelah dibeli oleh Disney, Marvel justru berhasil melesat
menjadi raksasa yang sulit untuk ditandingi. Apalagi dengan konsep besar The Avengers yang begitu solid dan punya
karakter-karakter yang begitu kuat untuk terus dikembangkan. The Avengers fase pertama berhasil
ditutup dengan angka yang begitu fantastis, maka saatnya Marvel meningkatkan
level-nya.
The Avengers sebearnya tidak bisa ditonton dan dinikmati hanya
sebagai satu film yang berdiri sendiri. Anda pun tetap akan sulit untuk keep up
dengan cerita Avengers: Age of Ultron
(AoU), bahkan jika Anda hanya nonton seri pertamanya. The Avengers pertama adalah final dari fase pertama, sedangkan fase
kedua dimulai dari Iron-Man 3, Thor: The Dark World, Captain America: Winter Soldier, The Guardians of the Galaxy, dan barulah
bermuara pada AoU. Maka untuk bisa memahami cerita AoU secara utuh, Anda
‘wajib’ menonton dan ingat detail cerita dari kesemuanya.
Jujur, saya tidak begitu menyukai
The Avengers pertama. Saya justru
jauh lebih menikmati film yang berdiri sendiri dari masing-masing superhero,
ketimbang ‘assemble’-nya. Selain ceritanya yang menurut saya tidak berbobot dan
at some point, terlalu kekanak-kanakan, in my taste, Whedon tidak mampu
membangkitkan emosi saya lewat adegan-adegan aksinya. Looks spectacular, but
didn’t raise my emotional tension a lot. Tapi rupanya, The Avengers pertama memang hanya sebuah introduction dan pemanasan
untuk sebuah konsep yang lebih besar dan serius. Saya mulai melihatnya sejak Thor: The Dark World, dan lebih lagi di Captain America: Winter Soldier serta The Guardians of the Galaxy (Iron Man 3 seharusnya masuk juga, tapi
nampaknya lebih baik dianggap tidak pernah ada. Toh intinya disampaikan lagi di
AoU). Puncaknya, saya menemukan lebih banyak lagi dan lebih mendalam lagi di AoU.
Di AoU, Whedon melebur secuil
demi secuil elemen cerita dari masing-masing film superhero yang berdiri
sendiri, ke dalam satu pot. Hasilnya digunakan untuk mengembangkan cerita baru
yang melibatkan musuh utama di installment ini: Ultron, yang menjadi manifestasi
ambisi sekaligus ketakutan Tony Stark sejak Iron
Man 3. Whedon memasukkan begitu banyak elemen cerita yang menarik dan lebih
dewasa di sini. Mulai dilematis antara ambisi dan ketakutan, sisi monster dalam
setiap individu, kemanusiaan above all, dan bahkan menyentil sisi-sisi humanity
yang absen di installment-installment sebelumnya. Mulai rahasia Clint Barton
alias Hawkeye sebagai manusia biasa, percikan romance antara Bruce Banner alias
Hulk dengan Natasha Romanoff alias Black Widow, batas antara menyelamatkan dan
menghancurkan kemanusiaan, sampai nilai kemanusiaan yang dijunjung begitu
tinggi oleh para jagoan kita, sehingga ketika berperang pun masih mengutamakan
keselamatan orang banyak. Sekilas menimbulkan kesan kesemuanya dijejalkan paksa
menjadi satu sehingga tidak fokus, tanpa pengembangan yang berarti,
dan tanpa penyelesaian pula. Tapi ketika saya menganalisa lebih dalam, kesemua
elemen cerita dan detail-detail konflik ini justru bermuara pada satu
permasalahan besar yang substansial dan relevan dengan kondisi dunia saat ini.
Tak perlu lagi ia terlalu mengembangkan masing-masing konflik terlalu dalam
karena sudah dilakukan di installment-installment sebelumnya. Penyelesainnya
juga sudah dilakukan meski tak ditampilkan secara gegap gempita dan begitu
jelas. Whedon masih tetap membiarkan penonton menginterpretasikan penyelesaian
yang dibuatnya. Itulah sebabnya saya berani memuji grand design dari Joss
Whedon yang baru terasa luar biasa di sini. Mungkin AoU menjadi tidak begitu
memuaskan bagi penggemar komiknya karena perubahan-perubahan yang dibuat, namun
bagi penggemar atau penonton yang sekedar mengikuti kisah Marvel Cinematic
Universe (MCU), ini jelas sebuah peningkatan yang cukup signifikan. Bagi
penonton yang hanya sekedar mencari hiburan ringan dan spektakuler semata khas
Marvel, mungkin juga akan merasakan sedikit kelelahan dengan sekian banyak
elemen cerita yang dimasukkan Whedon dan durasi yang sampai nyaris dua setengah
jam. Tapi tenang saja, meski ceritanya menjadi lebih serius dan gelap, Whedon
masih tidak melupakan kemasan yang ceria dan diwarnai humor di sana-sini, khas
MCU.
Sayangnya, Joss Whedon masih
tetap belum mampu membangkitkan emosi dan tensi saya ketika menyaksikan
adegan-adegan aksi yang disajikannya. Well okay, dibandingkan The Avengers, di AoU saya masih sempat
sedikit merasakan ketegangan yang sedikit meningkat, dan dibuat melongo oleh
kedahsyatan adegan aksinya. Namun secara keseluruhan, AoU masih terasa kurang
dalam mempertahankan tensi sepanjang action sequences-nya. Mungkin timing yang
terlalu cepat, mungkin juga terasa terlalu chaotic karena melibatkan cukup
banyak karakter. Still, looks grande and spectacular, but not breathtaking
enough.
Tak perlu lagi mempertanyakan
akting pengisi karakter-karakter utamanya. Robert Downey, Jr., Chris Evans,
Chris Hemsworth, dan Mark Ruffalo masih mengisi peran masing-masing dengan
kapasitas sebagaimana mestinya. Sedikit peningkatan untuk Scarlett Johansson
dan Jeremy Renner yang karakternya juga diberi porsi lebih banyak. Elizabeth
Olsen dan Aaron Taylor-Johnson yang menjadi karakter baru cukup mampu mencuri
perhatian berkat karakter yang ditulis dengan cukup menarik pula. Tak lupa
peran James Spader yang mengisi suara Ultron dengan begitu berkharisma
sekaligus mengancam, dan Paul Bettany yang mengisi suara Jarvis/ Vision dengan
kharisma wisdom yang tak kalah kuatnya.
Whedon tak lupa menampilkan
karakter-karakter pendukung yang sempat mengisi MCU sebelumnya, seperti James
Rhodes alias War Machine (Don Cheadle), Maria Hill (Cobie Mulders) dari serial SHIELDS, Peggy Carter (Hayley Atwell)
dari Captain America: The First Avenger,
The Falcon (Anthony Mackie), Heimdall (Idris Elba), Erik Selvig (Stellan
Skarsgard), dan tentu saja Nick Fury (Samuel L. Jackson). Kesemuanya menjadikan
AoU semacam reuni dari semua seri MCU dengan porsi yang pas, minus Pepper Potts
dan Jane Foster.
Di dukungan teknis, tak perlu
lagi meragukan visual effect yang terlihat semakin spektakuler, terutama dalam
adegan-adegan pertarungan, perubahan Hulk, dan daratan yang terangkat ke
langit. Sayangnya tata suaranya tak terdengar sedahsyat visualisasinya. Masih
cukup menghidupkan adegan-adegannya sih, hanya saja seharusnya bisa terdengar
lebih dahsyat. Fasilitas Atmos pun sepertinya tidak begitu memberikan efek
berarti. Di beberapa adegan terdengar efek suara dari kanal-kanal atas, tapi
nyaris tidak terasa perbedaannya dengan kanal lainnya.
At last, dengan berbagai
kelebihan dan kekurangannya, AoU masih layak menjadi tontonan summer movie
blockbuster yang spektakuler. Di mata saya, grade-nya meningkat dari fase
sebelumnya dan harus saya akui hasilnya memang lebih bagus, namun belum mampu serta-merta
membuat saya menjadi ngefans berat dan tergila-gila dengan MCU.
Lihat data film ini di IMDb.