4/5
Based on a True Event
Biography
Drama
History
Indonesia
Inspirational
Musical
Politic
Socio-cultural
The Jose Flash Review
War
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Guru Bangsa Tjokroaminoto
Nama Garin Nugroho memang sudah
berada di salah satu posisi puncak sutradara Indonesia. Apalagi namanya begitu
dikenal di perfilman internasional, sampai-sampai ada penghargaan khusus yang
menggunakan namanya. Namun seringkali karyanya tidak begitu bisa dinikmati oleh
penonton kita, terutama dengan pendekatan khasnya yang ‘beda’. Saya masih ingat
betul bagaimana begitu banyak penonton yang bingung dengan interpretasinya atas
biopic Soegija tahun 2012 lalu. Meski
didukung teknis yang luar biasa, penceritaan yang lebih banyak pada tokoh-tokoh
fiktif di sekitar karakter sentral, membuat penonton mengernyitkan dahi.
Apa-apaan ini? Wajar jika ‘trauma’ itu kembali muncul ketika Garin kembali
dipercaya menggarap biopic lagi. Kali ini adalah proyek biopic dari H.O.S.
Tjokroaminoto, salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang
mempelopori pergerakan nasional.
Ternyata, kali ini Garin tidak
terlalu ‘bereksperimen’ dalam menuangkan kisah Tjokroaminoto. Seperti layaknya
biopic tokoh sejarah Indonesia, seperti Soekarno,
dan Sang Pencerah, si tokoh utama
tetap diletakkan sebagai sentral cerita. Meski dengan narasi yang lompat-lompat
ke sana kemari, Guru Bangsa Tjokroaminoto
(GBT) masih bisa dengan mudah dicerna dan dipahami. Garing memang tak
memfokuskan GBT pada perjalanan hidup seorang Tjokroaminoto, tapi pada
pemikiran-pemikiran dan reaksinya terhadap berbagai kejadian yang terjadi di
sekitarnya. Mulai ketika Tjokroaminoto mendapatkan ilham tentang hijrah, proses
pencarian makna hijrah itu sendiri, hingga pada perpecahan organisasi Sarekat
Islam yang didirikannya. Maka tak heran jika Anda tak akan begitu merasakan
chemistry suami-istri yang begitu kuat antara Tjokroaminoto dan istrinya,
Suharsikin, meski sang istri digambarkan begitu setia mendukung perjuangan suaminya.
Tak begitu terasa pula bagaimana anak-anak Tjokroaminoto. Sebaliknya, kita akan
bertemu orang-orang penting di balik perjuangannya, seperti Agus Salim,
Semaoen, Musso, dan Koesno alias Soekarno muda.
Pemikiran-pemikiran H.O.S
Tjokroaminoto tidak selalu secara mentah-mentah disampaikan di sini. Ada
kalanya juga Garin memasukkan interpretasi bebas-nya agar relevan dengan
kondisi saat ini. Seperti misalnya tentang perbedaan ideologi politik (termasuk
politik sosialis), sehingga seolah-olah Tjokroaminoto punya pemikiran yang
liberal, atau pemikiran Tjokroaminoto tentang etnis Tionghoa dan pribumi yang
diadu domba Belanda. Tidak ada yang salah, karena memang cukup beralasan dan
berdasar.
Seperti halnya Soegija, Garin juga memunculkan
karakter-karakter fiktif untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto,
seperti Stella yang mempertanyakan banyak hal, Bagong, si tukang penjual kursi,
dan penyanyi opera yang juga menjadi penggerak cerita yang menjadi semacam narator background cerita. Tak lupa
pula Garin membubuhkan signatural-nya untuk ‘mempercantik’ sekaligus menjadi
penghubung antar adegan yang menghibur; adegan-adegan teatrikal yang melibatkan
musik dan koreografi yang sangat indah.
Kendati demikian, durasi yang 161
menit tentu saja terasa begitu panjang, meski harus diakui sebenarnya belum
cukup untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang sosok H.O.S.
Tjokroaminoto. Dengan tata adegan yang masih terasa seperti kumpulan fragmen
yang berdiri sendiri-sendiri, ditambah alurnya yang maju-mundur, GBT tidak
selalu terasa nyaman untuk diikuti. Wajar jika sesekali Anda merasakan
kelelahan atau bosan. Tapi secara keseluruhan GBT menawarkan sebuah biopic
dengan konsep cerita yang terarah.
Keberhasilan GBT yang utama
adalah dukungan cast yang cukup banyak, all-star, dan secara keseluruhan tampil
memikat. Tak hanya cast utama dan pendukung, bahkan sampai figuran-figurannya
pun tampil begitu hidup di layar. Sekali lagi Reza Rahadian membuktikan diri
bahwa dirinya bisa memerankan karakter apa saja. Beban porsi terbesar dalam
film sudah bukan hal yang sulit lagi baginya. Sulit membayangkan tokoh H.O.S.
Tjokroaminoto diperankan oleh aktor lain. Selain berhasil menunjukkan kharisma
yang luar biasa, Reza juga cukup baik dalam melafalkan bahasa dan dialek
Jawanya. Tak selalu tedengar kental, namun setidaknya sama sekali tidak
terdengar dipaksakan. Pendatang baru Putri Ayudya yang memerankan Soeharsikin,
istri Tjokroaminoto, berhasil pula mengimbangi akting kuat Reza. Ibnu Jamil
terasa semakin matang dalam memerankan karakter serius. Tanta Ginting sebagai
Semaoen, seperti perannya di Soekarno,
tetap menunjukkan kharisma yang kuat.
Di jajaran cast pendukung, ada
Chelsea Islan yang meski di awal-awal film karakternya cukup mengganggu karena
terlalu banyak bertanya, mampu menunjukkan akting emosional dengan natural dan
tidak meledak-ledak seperti peran-peran
yang ia mainkan sebelumnya. Sementara Christine Hakim, Sujiwo Tedjo,
Maia Estianty, Didi Petet, dan Alex Abbad, mampu menarik perhatian secara pas
meski porsinya sangat sedikit. Namun scene stealer yang paling ‘menghibur’
sepanjang film adalah Unit dengan karakter Mbok Tun-nya celetukan-celetukannya menggelitik.
Kekuatan lainnya yang jelas terasa adalah teknis yang digarap dengan maksimal. Mulai sinematografi Ipung Rachmat Syaiful, tata artistik
yang begitu detail dan cantik, mulai setting lokasi, kostum, dan properti,
apalagi untuk adegan-adegan teatrikalnya. Pemilihan musik-musik pendukung yang
relevan dengan cerita, seperti Surabaya
Johnny dan lagu-lagu legendaris yang pernah dibawakan oleh Wieteke van
Dort, macam Terang Boelan dan Burung Kakatua.
Jika biopic sejarah Indonesia
lainnya berpotensi jatuh menjadi semacam buku sejarah yang divisualisasikan,
GBT memang tak sampai jatuh sedatar dan semembosankan itu. Memang, sekali lagi harus
punya banyak adegan pidato untuk menyampaikan pemikirannya, namun secara
keseluruhan, Garin masih mampu mengemasnya menjadi lebih menarik dan
divisualisasikan dengan epic. Pun juga tetap informatif, bahkan sampai pada
tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.
Lihat situs resmi film ini.