The Jose Flash Review
The Forger

Beberapa bulan belakangan bioskop jaringan terbesar di Indonesia rajin memutar 'film-film gudang '‘tidak jelas’ dari aktor Nicolas Cage. Entah apa yang membuat distributornya masih percaya dengan nama Nicolas Cage untuk menarik perhatian penonton. Aktor yang pernah menjadi aktor kelas A Hollywood, John Travolta, agaknya menjadi komoditas baru bagi distributornya di Indonesia dengan masuknya The Forger. Meski menurut saya, John Travolta punya bintang yang masih cukup bersinar dan berkelas sampai sekarang dibandingkan Nicolas Cage. Apalagi dengan dukungan aktor legendaris Christopher Plummer dan juga Tye Sheridan, mantan bintang cilik yang dikenal lewat perannya di salah satu masterpiece Terrence Mallick, Tree of Life. Tentu nama-nama ini masih menjadi semacam jaminan mutu, meski disutradarai Philip Martin yang sebelumnya belum pernah mengarahkan film layar lebar, serta ditulis oleh penulis naskah yang karyanya belum benar-benar bisa dikatakan bagus, Richard D’Ovidio (Thir13en Ghosts, Exit Wounds, dan The Call). Apalagi The Forger bukan termasuk film mainstream yang didistribusikan secara luas. Premiere-nya saja dilakukan lewat gelaran Toronto International Film Festival, dengan resepsi yang rata-rata negatif.

Dari trailer, poster, dan membaca premise-nya, membuat saya mengira The Forger adalah kisah heist yang seru, menegangkan, sekaligus menggelitik, layaknya Ocean’s Eleven, The Thomas Crown’s Affair, atau Entrapment. Namun ternyata heist hanyalah kendaraan yang digunakan untuk men-drive cerita. Satu jam pertama kita hanya difokuskan pada kisah father and son dari  keluarga Cutter. Baik antara Raymond (John Travolta) dengan putranya, Will (Tye Sheridan), Raymond dengan ayahnya, Joseph (Christopher Plummer), serta Joseph dan cucunya, Will. Dari sini baru kita tahu motivasi karakter utama kita, Raymond, rela berurusan dengan mafia kelas kakap agar bisa keluar penjara lebih cepat. Sampai titik ini saya sempat khawatir kalau-kalau cerita akan bermuara pada tearjerker di akhir. Namun saya berusaha mengikuti dan menikmati alurnya yang ternyata berjalan dengan cukup manis.

Setengah jam berikutnya, barulah kita diajak untuk melihat bagaimana Raymond beraksi mencuri (lebih tepatnya, menukar) lukisan Monet  dari museum. Sempat memberikan sedikit tensi di  bagian ini, namun akhirnya menjadi tidak begitu menarik lagi karena naskah terlalu menggampangkan prosesnya menjadi begitu mulus. Untung saja ending-nya benar-benar tidak menjadi sebuah tearjerker cengeng dan menye-menye. Tenang dan lagi-lagi, cukup manis.

Penampilan John Travolta sebenarnya tidak buruk. Malahan chemistry-nya dengan Tye Sheridan maupun dengan Christopher Plummer terjalin dengan kuat dan hasilnya pun baik. Namun sekali lagi, naskah yang membuat cerita menjadi terlalu simple dan plain, tidak memberikan cukup kesempatan bagi ketiganya untuk membekas dalam benak penonton. Christopher Plummer, seperti biasa, tampil sebagai ayah dengan kharisma yang tinggi, bahkan melampaui kharisma John Travolta sendiri. Sementara di jajaran pemeran pendukung, Jennifer Ehle sebagai Kim, mantan istri Raymond, berhasil mencuri perhatian berkat pesonanya dalam menghidupkan karakter ibu yang pemabuk namun harus tampak sukses di mata anaknya.

In the end, tanpa ekspektasi apa-apa sebenarnya The Forger bisa menjadi pilihan tontonan drama father and son yang menarik dan manis, meski harus rela kalau nantinya jadi cukup mudah dilupakan dalam waktu yang tak begitu lama.

Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.