3.5/5
Adventure
Drama
Father-and-Son
Friendship
Mockumentary
Pop-Corn Movie
Romance
SciFi
Teen
The Jose Flash Review
Thriller
Time Travel
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Project Almanac
Tema time travel sudah sangat
sering diangkat ke layar lebar dengan berbagai treatment. Mulai petualangan,
thriller, action, hingga komedi. Bermacam-macam metode, teori, dan
aturan-aturan pula yang pernah diterapkan dalam konsep time travel-nya. Namun Project Almanac (PA) menawarkan sesuatu
yang cukup segar. Tidak terlalu baru sebenarnya, karena bisa dibilang
mencampurkan formula-formula lain ke dalam tema time travelnya. Hasilnya adalah
sebuah film sci-fi dengan gaya found footage atau mockumentary, seperti hibrida
antara Chronicle dan Project
X.
Kesan fresh terutama sekali
terasa berkat konsepnya yang memang membidik cerita dari sudut pandang remaja.
Tidak mau berpusing-pusing dengan berbagai macam teori atau beban moral dari
time travel, PA justru mengajak penontonnya berfantasi dan bersenang-senang:
how wild would it be if you can travel through times. Termasuk berbagai macam
kejadian naif yang membuat penonton dewasa mengenang indahnya masa remaja (bagi
mereka yang memang punya masa muda yang menyenangkan lho :p).
Sayangnya, semakin lama alur
cerita bergerak ke arah yang jauh lebih serius dan akhirnya punya konklusi yang
tidak berbeda dengan film-film bertemaka time travel lainnya. But hey, I don’t
mind with that. Bagi saya, PA sudah memanjakan tidak hanya secara visual maupun
auditori, tapi pengalaman sinematik yang seutuhnya: gila-gilaan, do whatever
we’ve ever dreamed of, memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu, sampai
merasakan romansa. Bayangkan, betapa gilanya menggunakan mesin waktu hanya
untuk menonton konser Lollapalooza? Nggak penting sih, tapi keren banget. Trust
me, it’s a whole lot of fun. Apalagi didukung pilihan-pilihan soundtrack yang mampu
memompa semangat youth, seperti dari Press Play, Atlas Genius, hingga Imagine
Dragons.
Konsep mockumentary nyatanya
tidak diterapkan secara sepenuhnya. Ada beberapa angle yang kalau
dipikir-pikir, mustahil jika benar-benar diambil oleh tangan manusia, tanpa
bantuan alat apapun. Namun buat saya, ini justru sebuah nilai plus karena film
bisa dinikmati sepenuhnya dan yang paling penting, tidak menyebabkan pusing.
Sebagai sebuah mockumentary, tentu saja shaky cam ada di sana-sini, setidaknya
sebagai bagian dari konsep sekaligus menambah keseruan adegan, tapi dimasukkan
dalam takaran yang masih sangat wajar dan tidak mengganggu kenyamanan menonton
sama sekali.
Dari jajaran cast, PA menyuguhkan
aktor-aktor muda yang begitu menjanjikan, terutama tentu saja Jonny Weston dan
Sofia Black-D’Elia yang porsinya paling dominan, namun mampu memberikan
kharisma serta chemistry yang cukup hidup. Padahal bisa dibilang keduanya masih
tergolong pendatang baru di ranah film Hollywood mainstream. I have to say
keduanya punya potensi yang luar biasa untuk berkembang menjadi aktor-aktris
populer dengan kharisma masing-masing.
Meski berkonsep mockumentary,
aspek audio ditata dengan begitu maksimal. Menghasilkan tata suara yang
terdengar begitu dahsyat di banyak adegan, termasuk fasilitas surround yang
juga dimanfaatkan secara maksimal. Visual effect pun terlihat keren dan nyata
dengan sinematografi ala mockumentary-nya.
So yes, PA adalah tontonan
hiburan yang begitu seru dan menyenangkan. Buang jauh-jauh logisme cerita
terkait dengan time travel yang bahkan memang belum pernah ada yang terbukti
valid. Nikmati saja tiap adegannya dan kembali mengenang masa-masa remaja yang
indah.
Lihat data film ini di IMDb.