The Jose Flash Review
Kapan Kawin?

Pertanyaan “Kapan Kawin” memang menjadi fenomena sosial, khususnya di Indonesia. Bagaimana sejak sekian generasi yang lalu, baik pria apalagi wanita berumur 20-30 sudah dihantui untuk segera menikah seperti halnya generasi 50 tahun yang lalu. Usia demikian dianggap paling ideal dan normal untuk menikah dan melanjutkan keturunan. Tentu saja seiring dengan tuntutan jaman yang makin modern dan dinamis, pertanyaan dan tuntutan itu semakin menjadi momok. Maka fenomena ini adalah aset yang sangat berharga untuk diangkat ke layar lebar. Lebih dari sekedar eksploitasi fenomena menjadi tontonan hiburan, tapi bisa juga sekaligus menjadi bahan refleksi dari pihak yang terlibat, terutama generasi yang lebih tua yang menjadi subjek tekanan sosial ini. Mungkin itu yang ada di benak Robert Ronny lewat karya perdana lewat PH yang baru dibentuknya, Legacy Pictures, bersama istri tercinta yang juga sekaligus corporate secretary group XXI, Catherine Keng.

Di atas kertas, Kapan Kawin? (KK) didukung oleh orang-orang yang sangat menjanjikan untuk mejadi karya yang bagus. Mulai penulis naskah yang disusun Robret Ronny sendiri (Hattrick, Dilemma), dibantu oleh Monty Tiwa, sutradara Ody C. Harahap (Kawin Kontrak), editor Aline Jusria, dan tentu saja aktor-aktris berkualitas serta populer yang mengisi jajaran cast-nya.

Ternyata “dream-team” ini memang mampu menghadirkan sebuah komedi romantis yang pas dalam segala aspeknya. Meski menggunakan formula komedi romantis ringan yang cukup familiar dan cliché, KK dikemas dengan sangat santai, mengalir, manis, dan hangat. Tak seperti beberapa tuduhan jiplak The Proposal, alur KK terasa lebih mengalir lancar, termasuk komedi-komedinya yang jauh lebih halus dan elegan (baca: tidak slapstick maupun meledak-ledak).

Tak hanya kemasannya yang menarik dan ringan untuk diikuti, KK ternyata mengupas lebih dalam fenomena pertanyaan “kapan kawin?” lebih dalam daripada sekedar permasalahan tidak kawin-kawin di usia matang. KK menelurusi lebih dalam sebab-akibat di balik fenomena ini, terutama sekali yang berkaitan dengan hubungan orang tua-anak yang dianut masyarakat kita. Namun baiknya lagi, KK tidak memihak salah satu kubu dan menyalahkan kubu yang lain. Keduanya seolah diperdamaikan di klimaks film. Inilah yang membuat KK terasa sebagai film “keluarga” yang hangat.

Aspek yang menjadikan KK semakin enak dinikmati adalah chemistry yang dibangun antara aktor-aktris papan atas Indonesia saat ini; Reza Rahadian dan Adinia Wirasti. Sementara Reza sekali lagi tampil memikat dengan akting komikal namun masih terasa wajar dan tetap mengundang tawa, Adinia terasa pas dengan tipikal perannya di sini. Selain itu, pasangan Adi Kurdi-Ivanka Suwandi juga mampu tampil mencuri perhatian, tanpa harus mendistraksi porsi Reza-Adinia.

Di lini teknis pun, KK tidak main-main. Terutama sekali sinematografi yang ditata dengan sangat baik dalam merekam desain produksinya yang juga sangat indah, termasuk dalam hal tone warna. Mulai tata interior rumah orang tua Dinda, lanskap alam perkebunan, hingga pantai. Editing Aline Jusria yang pas sesuai dengan mood KK turut membuatnya menjadi enak dinikmati. Satu aspek yang membuat saya turn off adalah pemilihan lagu Panah Asmara dari Afgan yang image-nya sudah terlanjur sangat FTV.

In the end, KK hadir sebagai romantic comedy dengan tampilan yang fresh dan penggalian fenomena yang cukup mendalam dan disajikan dengan hangat. Sayang untuk melewatkannya begitu saja.

Lihat data film ini di IMDb dan filmindonesia.or.id
Lihat situs resmi film ini.
Diberdayakan oleh Blogger.