4.5/5
Adventure
Comedy
Cult
Drama
Futuristic
Gore
Omnibus
Philosophical
Romance
SciFi
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Cloud Atlas
Overview
Jangan salah mengartikan titel di
banner atas. Cloud Atlas (CA)
bukanlah adaptasi Bible atau Injil terbaru ke media audio-visual. Dalam kamus
Bahasa Inggris, arti kata “bible” tidak selalu “Injil”. Dalam arti yang lebih
luas, “bible” bisa berarti kitab suci, apapun agamanya. Dan istilah “injil” di
sini saya gunakan untuk menggambarkan CA yang menurut saya pas sekali mewakili
berbagai aspek kehidupan manusia, seperti layaknya sebuah kitab suci, tanpa
membawa embel-embel agama tertentu. Well, jika mau ditelaah lebih lanjut,
sebenarnya Buddhism adalah ajaran agama yang paling mendekati yang tergambar
dalam film meski tidak disebut secara eksplisit.
Adalah proyek ambisius dari
Wachowski Bersaudara yang pernah mencatatkan sejarah perfilman lewat trilogi The Matrix, Andy dan Lana (dulunya bernama
Larry sebelum operasi transeksual), bersama-sama dengan Tom Tykwer (sutradara Run Lola Run dan Perfume : The Story of a Murderer), berdasarkan novel yang ditulis
oleh David Mitchell. Resepsinya di US cukup beragam. Ada banyak kritikus yang
tidak menyukainya namun tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai sebuah
masterpiece sinema. Bagi saya, CA adalah tipikal film yang akan Anda cintai
setengah mati atau benci setengah mati, tergantung bagaimana pemahaman Anda akan
ceritanya.
Secara garis besar CA membawa
kita ke enam cerita dengan setting era yang berbeda-beda. Mulai 1849 di Samudra
Pasifik, 1936 di Belgia, 1973 di California, 2012 di Inggris, 2144 di Neo Seoul
(penggambaran kota Seoul di masa depan), dan 2321 di sebuah planet di luar bumi
masa post-apocalypse. Keenamnya dituturkan secara inter-woven dimana
adegan-adegan dari masa yang berbeda ditampilkan secara bergantian, bukan tamat
satu segmen baru disambung segmen berikutnya. Yang menarik adalah kepiawaian editor
dalam menggabungkan aneka adegan kejadian dari masa yang berbeda menjadi satu
kesatuan peristiwa dengan emosi yang berkesinambungan. Ini tak mudah mengingat
tiap segmen bisa memiliki pola alur cerita yang berbeda-beda. Namun editor
Alexander Brener mampu melakukannya dengan sangat baik sehingga mood CA bisa
terjaga sepanjang durasinya yang nyaris tiga jam.
Uniknya lagi, tiap segmen
menyajikan genre yang berbeda-beda, mulai kisah cinta romantis sesama jenis,
drama kemanusiaan, thriller konspirasi, komedi satir, drama sci-fi, hingga
action gore. Semuanya terangkai menjadi satu sajian yang menggelitik,
menyentuh, seru, dan menegangkan dengan kadar yang sama rata dan pas.
Kunci utama menikmati sajian unik
CA adalah nikmati saja, jangan banyak bertanya-tanya di menit-menit awal.
Seiring dengan berjalannya durasi, Anda akan dengan mudah memahami maksud dari
semuanya. Untuk itulah alur CA dibuat se-menghibur mungkin dan pada akhirnya
dijelaskan dengan cukup eksplisit agar dengan mudah dicerna oleh segmen penonton
yang lebih luas. Setelah itu, mungkin Anda akan berpikir seperti saya,
penasaran untuk mengaitkan semua segmen yang ada, termasuk kemungkinan
karakter-karakter yang mengalami “reinkarnasi” beserta “karma-karma” dari
kehidupan sebelumnya. Menebak-nebak aktor dan aktris yang bakal memerankan jadi
apa di tiap segmen pun juga bisa menjadi keasyikan tersendiri. Untuk itu
dipakai aktor-aktris yang sudah punya nama di Hollywood bukan?
The Casts
Sulit untuk menjelaskan bagian
ini karena nyaris semua aktor utamanya berperan dengan sangat baik, terutama
karena masing-masing memerankan karakter yang berbeda di tiap segmennya. Mulai
Tom Hanks, Halle Berry, Ben Whisaw, Jim Broadbent, Hugo Weaving, Jim Sturgess,
Hugh Grant, Doona Bae, hingga James D’Arcy masing-masing memerankan banyak
karakter yang tak hanya lintas gender, namun juga lintas rasial. Luar biasa!
Technical
Visual effect dan make-up menjadi
aspek yang paling penting dan paling ditonjolkan di sini. Bisa jadi malah
divisi yang paling banyak menghabiskan budget. Tetapi semuanya serasa terbayarkan
setelah menyaksikan hasil akhirnya yang luar biasa. Terutama sekali tampilan
Neo Seoul yang indah namun “mengerikan”, Belgia tahun 1936 dengan detail properti
dan kostum yang mengagumkan, hingga setting planet lain post-apocalypse yang
menjadi kunci penyatu semua kejadian di masa lalu, semuanya tergarap sempurna.
Di samping tentu saja peran
editing yang juga sangat krusial dalam men-deliver hasil akhir yang ternyata
jauh lebih mudah dicerna dan jauh lebih menghibur dari yang saya perkirakan.
The Essence
Kesimpulan akhirnya bisa
berbeda-beda tiap penonton, tergantung point of view masing-masing. Bisa jadi
Anda menemukan koneksi garis reinkarnasi dan karma-karma dari tiap segmen.
Mungkin juga Anda menemukan banyak sekali aspek humanis di sini.
Saya sendiri menemukan bagaimana
kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan manusia bisa menginspirasi untuk
menjadi sebuah ajaran religius tersendiri, bagaimana kejadian di masa lalu atau
masa kini sekecil apapun mampu saling mempengarahui, termasuk karya tulis,
musik, maupun film. Bagaimana pula manusia selalu punya insting untuk bertahan
hidup dan mencari kebebasannya. Mungkin saja Anda bisa menemukan lebih banyak
lagi. Itulah mengapa saya memberi label “bible” untuk CA. It told a lot more
than it appeared in the surface. Asyik untuk ditonton berulang-ulang. Siapa
tahu Anda bisa menemukan hal-hal baru di tiap sesinya.
They who will enjoy this the most
- Open-minded audiences
- Pecinta sci-fi
- Penikmat film dengan nilai filosofis