The Jose Movie Review
Cloud Atlas


Overview

Jangan salah mengartikan titel di banner atas. Cloud Atlas (CA) bukanlah adaptasi Bible atau Injil terbaru ke media audio-visual. Dalam kamus Bahasa Inggris, arti kata “bible” tidak selalu “Injil”. Dalam arti yang lebih luas, “bible” bisa berarti kitab suci, apapun agamanya. Dan istilah “injil” di sini saya gunakan untuk menggambarkan CA yang menurut saya pas sekali mewakili berbagai aspek kehidupan manusia, seperti layaknya sebuah kitab suci, tanpa membawa embel-embel agama tertentu. Well, jika mau ditelaah lebih lanjut, sebenarnya Buddhism adalah ajaran agama yang paling mendekati yang tergambar dalam film meski tidak disebut secara eksplisit.

Adalah proyek ambisius dari Wachowski Bersaudara yang pernah mencatatkan sejarah perfilman lewat trilogi The Matrix, Andy dan Lana (dulunya bernama Larry sebelum operasi transeksual), bersama-sama dengan Tom Tykwer (sutradara Run Lola Run dan Perfume : The Story of a Murderer), berdasarkan novel yang ditulis oleh David Mitchell. Resepsinya di US cukup beragam. Ada banyak kritikus yang tidak menyukainya namun tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai sebuah masterpiece sinema. Bagi saya, CA adalah tipikal film yang akan Anda cintai setengah mati atau benci setengah mati, tergantung bagaimana pemahaman Anda akan ceritanya.

Secara garis besar CA membawa kita ke enam cerita dengan setting era yang berbeda-beda. Mulai 1849 di Samudra Pasifik, 1936 di Belgia, 1973 di California, 2012 di Inggris, 2144 di Neo Seoul (penggambaran kota Seoul di masa depan), dan 2321 di sebuah planet di luar bumi masa post-apocalypse. Keenamnya dituturkan secara inter-woven dimana adegan-adegan dari masa yang berbeda ditampilkan secara bergantian, bukan tamat satu segmen baru disambung segmen berikutnya. Yang menarik adalah kepiawaian editor dalam menggabungkan aneka adegan kejadian dari masa yang berbeda menjadi satu kesatuan peristiwa dengan emosi yang berkesinambungan. Ini tak mudah mengingat tiap segmen bisa memiliki pola alur cerita yang berbeda-beda. Namun editor Alexander Brener mampu melakukannya dengan sangat baik sehingga mood CA bisa terjaga sepanjang durasinya yang nyaris tiga jam.

Uniknya lagi, tiap segmen menyajikan genre yang berbeda-beda, mulai kisah cinta romantis sesama jenis, drama kemanusiaan, thriller konspirasi, komedi satir, drama sci-fi, hingga action gore. Semuanya terangkai menjadi satu sajian yang menggelitik, menyentuh, seru, dan menegangkan dengan kadar yang sama rata dan pas.

Kunci utama menikmati sajian unik CA adalah nikmati saja, jangan banyak bertanya-tanya di menit-menit awal. Seiring dengan berjalannya durasi, Anda akan dengan mudah memahami maksud dari semuanya. Untuk itulah alur CA dibuat se-menghibur mungkin dan pada akhirnya dijelaskan dengan cukup eksplisit agar dengan mudah dicerna oleh segmen penonton yang lebih luas. Setelah itu, mungkin Anda akan berpikir seperti saya, penasaran untuk mengaitkan semua segmen yang ada, termasuk kemungkinan karakter-karakter yang mengalami “reinkarnasi” beserta “karma-karma” dari kehidupan sebelumnya. Menebak-nebak aktor dan aktris yang bakal memerankan jadi apa di tiap segmen pun juga bisa menjadi keasyikan tersendiri. Untuk itu dipakai aktor-aktris yang sudah punya nama di Hollywood bukan?

The Casts

Sulit untuk menjelaskan bagian ini karena nyaris semua aktor utamanya berperan dengan sangat baik, terutama karena masing-masing memerankan karakter yang berbeda di tiap segmennya. Mulai Tom Hanks, Halle Berry, Ben Whisaw, Jim Broadbent, Hugo Weaving, Jim Sturgess, Hugh Grant, Doona Bae, hingga James D’Arcy masing-masing memerankan banyak karakter yang tak hanya lintas gender, namun juga lintas rasial. Luar biasa!

Technical

Visual effect dan make-up menjadi aspek yang paling penting dan paling ditonjolkan di sini. Bisa jadi malah divisi yang paling banyak menghabiskan budget. Tetapi semuanya serasa terbayarkan setelah menyaksikan hasil akhirnya yang luar biasa. Terutama sekali tampilan Neo Seoul yang indah namun “mengerikan”, Belgia tahun 1936 dengan detail properti dan kostum yang mengagumkan, hingga setting planet lain post-apocalypse yang menjadi kunci penyatu semua kejadian di masa lalu, semuanya tergarap sempurna.

Di samping tentu saja peran editing yang juga sangat krusial dalam men-deliver hasil akhir yang ternyata jauh lebih mudah dicerna dan jauh lebih menghibur dari yang saya perkirakan.

The Essence

Kesimpulan akhirnya bisa berbeda-beda tiap penonton, tergantung point of view masing-masing. Bisa jadi Anda menemukan koneksi garis reinkarnasi dan karma-karma dari tiap segmen. Mungkin juga Anda menemukan banyak sekali aspek humanis di sini.

Saya sendiri menemukan bagaimana kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan manusia bisa menginspirasi untuk menjadi sebuah ajaran religius tersendiri, bagaimana kejadian di masa lalu atau masa kini sekecil apapun mampu saling mempengarahui, termasuk karya tulis, musik, maupun film. Bagaimana pula manusia selalu punya insting untuk bertahan hidup dan mencari kebebasannya.  Mungkin saja Anda bisa menemukan lebih banyak lagi. Itulah mengapa saya memberi label “bible” untuk CA. It told a lot more than it appeared in the surface. Asyik untuk ditonton berulang-ulang. Siapa tahu Anda bisa menemukan hal-hal baru di tiap sesinya.

They who will enjoy this the most

  • Open-minded audiences
  • Pecinta sci-fi
  • Penikmat film dengan nilai filosofis

Lihat data film ini di IMDb
Diberdayakan oleh Blogger.