The Jose Flash Review
Toba Dreams

Etnis dan budaya Batak termasuk jarang diangkat ke medium film kita. Alasannya jelas, selama ini sentralisasi masih etnis dan budaya yang ada di Pulau Jawa, sisanya mungkin hanya Bali karena alasan pariwisata yang mendunia. Yang sering terjadi, etnis Batak hanya ditampilkan melalui salah satu karakter untuk menandakan kebhinekaan bangsa kita, sekaligus objek pemancing tawa. Padahal etnis Batak termasuk yang paling banyak tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Maka sebuah kemajuan ketika tahun ini mulai banyak film yang “Batak banget”. Belum lama lalu kita disuguhi remake Bulan di Atas Kuburan yang kualitasnya tergolong bagus. Maka kali ini kita sekali lagi diajak menikmati budaya Batak dan juga keindahan alam pusatnya, seperti ikonnya, Danau Toba, lewat kemasan yang lebih ringan dan pop, Toba Dreams.

Diangkat dari novel karya TB Silalahi (mantan  Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara di era Kabinet Pembangunan VI, yang juga menjadi produser eksekutif dan co-sutradara versi filmnya), Toba Dreams (TD) basically adalah cerita father-and-son dengan konflik yang sudah klasik dalam masyarakat ketimuran kita, generation gap. Konflik antara karakter utama kita, Ronggur (Vino G. Bastian) dan ayahnya, Tebe (Mathias Muchus) menjadi porsi utama sekaligus dasar dari konflik-konflik lain yang diangkat di sini. Iya, betul sekali, sebenarnya TD punya konflik yang cukup banyak yang berpotensi menjadi tidak fokus dan berantakan. Mulai kawin lari, akibat korupsi, penyalahgunaan narkoba, kejamnya dunia mafia bawah tanah, hingga perbedaan agama. Genrenya pun menjadi campur aduk. Tak hanya drama keluarga, tapi juga romance, komedi, dan tentu saja action. Namun hebatnya, Benni Setiawan selaku penulis naskah sekaligus sutradara, kali ini berhasil merangkai kesemuanya menjadi satu kesatuan cerita yang saling berkaitan, tidak tumpang tindih,  porsi yang serba pas, dan dengan flow yang mulus pula. Dengan durasi yang hampir dua setengah jam, TD berhasil mengalir lancar dan sangat enjoyable. Tidak ada sedikit pun terasa membosankan. Kesemuanya mungkin terdengar klise dan pretensius, namun ternyata ketika di layar kesemuanya tampak natural, bahkan berhasil begitu menyentuh di banyak bagian.

Selain penceritaan Benni dan TB yang mulus, kenikmatan mengikuti TD terletak pada kekuatan para aktornya. Terutama sekali Vino G. Bastian yang meski masih memerankan karakter tipikalnya, namun sekali ini berhasil menyentuh titik emosi yang belum pernah dicapainya sendiri sebelumnya. Begitu juga ketika menjalin chemistry dengan istrinya sendiri, Marsha Timothy yang juga semakin terasah emosinya tanpa harus over-dramatic. Chemistry father-and-son antara Vino dan Mathias Muchus juga patut mendapatkan kredit lebih. Meski emosi satu sama lain sudah tertuang dalam dialog, namun ekspresi wajah mereka memberikan kedalaman yang lebih.

Pemeran-pemeran pendukungnya pun juga tak tampil sembarangan. Mulai Jajang C. Noer, Haikal Kamil, Boris Bokir, Tri Yudiman, dan tentu saja Ramon Y. Tungka, semuanya mengisi peran masing-masing dengan maksimal serta mampu menjadi screen stealer lewat penampilannya.

Departemen-departemen teknis-nya pun tak main-main. Terutama sekali tata kamera Roy Lolang yang memang jago mengeksplorasi alam landscape, sekaligus framing adegan yang tak hanya efektif dalam bercerita, tapi juga kadang memuat simbolik-simbolik metafora, dan membuat tata artistiknya terkesan megah. Lihat saja adegan pernikahan Ronggur-Andini yang juga diiringi suara merdu Judika. Meski masih ada beberapa shot yang diambil dengan drone tampak patah-patah dan pecah, namun cukup termaafkan secara keseluruhan.

Musik scoring dari Viky Sianipar pun turut menghantarkan emosi dari adegan-adegan TD secara lebih maksimal, sekaligus memfusi musik-musik Batak dengan pop dengan begitu indah.

Dengan berbagai keunggulannya, TD jelas menjadi salah satu drama keluarga yang berhasil menyentil konflik sosio-kultural klasik di bangsa kita dengan hati yang besar, sehingga tak terkesan membela salah satu pihak. Pun juga berhasil menyentuh dengan maksimal di banyak bagian. Bisa jadi TD malah drama keluarga yang paling megah yang pernah dibuat Indonesia, termasuk dari segi cast maupun teknisnya. Sayang jika dilewatkan di layar bioskop.


Lihat data film ini di filmindonesia.or.id
Diberdayakan oleh Blogger.