Overview
Ada banyak
hal yang membuat Pintu Harmonika
tampak menarik untuk disimak. Pertama, tentu saja tiga nama wanita yang duduk
di bangku sutradaranya; ada aktris/penyanyi/presenter Luna Maya, aktris Sigi
Wimala, dan terakhir penulis naskah Catatan
Harian Si Boy, Ilya Sigma. Dari jajaran cast-nya ada Donny Damara, Barry
Prima, pendatang baru yang pernah muncul di Hattrick,
Fauzan Nasrul, dan tentu saja yang baru saja jadi bahan pembicaraan di scene
film Indonesia berkat penampilannya di What
They Don’t Talk About When They Talk About Love, Karina Salim. Ditambah
trailer yang ternyata menjanjikan keceriaan serta penggarapan yang mumpuni, Pintu Harmonika jelas menunjukkan
kualitas yang tidak main dari tiga wanita ini.
Digarap oleh
700 Pictures yang juga pernah menggarap CHSB)
bekerja sama dengan, Pintu Harmonika
(PH) adalah sebuah omnibus berisi tiga cerita yang mana saling berhubungan
meski tidak secara langsung. Ketiganya diikat oleh persamaan setting lokasi,
yakni tiga ruko yang berjejer di suatu kompleks. Jika mau dianalisis lebih
dalam dari segi cerita, ketiganya pun menyajikan konflik orang tua-anak yang
bermacam-macam.
PH dibuka
dengan segmen Otot yang berfokus pada
karakter Rizal, siswa SMA yang populer di dunia maya berkat blog traveling dan
twitter, dan Cynthia, teman sekolahnya yang sedang mencari dana untuk membiayai
kompetisi dance. Sebagai pembuka, Otot
punya cerita yang menarik, apalagi dengan pengemasan romance comedy serta
sedikit musical. Sungguh sebuah pembuka yang membangkitkan minat menonton
berkat aura fun-nya. Namun sayang penulisan naskah harus mengalami turn-over
yang agak kurang relevan menjelang konklusi. Kelemahan minor yang membuat saya
mengernyitkan dahi, “lho kok bisa jadi begini?” dan sungguh disayangkan merusak
semua bangunan cerita dan karakter yang sudah tertata baik sejak awal.
Segmen Skors mampu tampil lebih baik dari segi
naskah. Sederhana namun mampu divisualisasikan dengan hangat, terlebih lagi
endingnya yang membuat tersenyum bahagia. Berfokus pada pengalaman Juni, seorang
siswi SMP, ketika sedang diskors selama lima hari, yang membawa hubungannya
dengan sang ayah ke babak baru.
Piano yang disajikan terakhir membawa
perubahan aura film cukup signifikan karena memiliki genre yang paling berbeda,
yakni thriller. Ia memang memiliki premise dengan “twist” (itupun kalau masih
dianggap sebagai “twist”) yang sudah sering digunakan. Sejak awal cerita pun
saya sudah tahu akan dibawa ke mana alur ceritanya, namun berkat penggarapannya
yang mampu menggiring cerita menjadi lebih menarik, saya seperti diyakinkan
bahwa there’s still more than that. Selain nuansa thriller nan depresif yang
berhasil dibangun dan dihidupkan sejak awal, ia juga mampu menyentuh
penontonnya di ending hingga terenyuh berkat hubungan manis namun tragis antara
ibu-anak.
So dari
kacamata saya, ketiga segmen PH ditampilkan dengan kualitas yang berurutan,
dari yang paling biasa hingga paling menarik. Penyusunan urutan yang pas sekali
menurut saya, baik dari segi kualitas maupun fungsinya dalam menjaga mood
penonton. Tidak terlalu istimewa, namun bisa dibilang berhasil sebagai sajian
hiburan yang menarik dan bermakna.
The Casts
Cast
pendukung PH rata-rata tampil baik dan terasa pas mengisi peran masing-masing. Dari
segmen Otot, Karina Salim yang baru
saja mencuri perhatian di Don’t Talk Love
tentu kembali menjadi sorotan utama. Mengisi peran yang lebih ringan dan muda,
ia tetap mampu membawakannya dengan menarik dan berkarakter. Sementara lawan
mainnya, Fauzan Nasrul juga mampu mengimbangi Karina maupun menciptakan chemistry
anak-ayah yang asyik dengan Donny Damara. Sebagai karakternya sendiri pun ia
mampu menciptakan charm tersendiri.
Di Skors yang mana jalinan chemistry antara
ayah-anak ditulis dengan lebih jelas dan fokus direfleksikan dengan sangat baik
oleh aktor veteran Barry Prima dan Nasya Abigail (Kita vs Korupsi dan Perempuan
Berkalung Sorban).
Terakhir,
akting Jenny Chang (May dan Karma) di Piano yang porsi perannya kian menanjak patut diacungi jempol dalam
meraih simpatik penonton tanpa terkesan terlalu dramatisir. Natural namun kuat.
Technical
Menarik
melihat konsep yang berbeda-beda pada ketiga cerita di PH. Tak hanya dari segi
genre namun juga konsep universe-universe yang diangkat : sekolah, percetakan
sablon, dan cookie. Ketiganya ditampilkan dengan detail yang cukup tinggi meski
hanya berfungsi sebagai latar cerita.
DOP Roy
Lolang menyumbangkan gambar-gambar dan angle yang menarik dan dinamis di hampir
tiap adegan tiap segmen. Pun juga score dari Aghi Narottama dan Bemby Gusti
yang tak perlu diragukan lagi kemampuannya dalam menghidupkan adegan. Ketiga
cerita dengan konsep yang berbeda, bahkan ketika pada segmen Piano yang sama sekali berbeda, mampu
menghadirkan nuansanya masing-masing dengan maksimal.
The Essence
Hubungan
orang tua-anak tidak pernah mudah, apapun bentuknya. Belajar menjalin
komunikasi yang baik adalah solusinya.
They who will enjoy this the most
- General audiences
- Anak (terutama remaja) dan orang tuanya