3.5/5
Blockbuster
Box Office
Comedy
Drama
Family
Hollywood
Indie
Pop-Corn Movie
Romance
sequel
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
My Big Fat Greek Wedding 2
Tahun 2002 lalu, sebuah film
drama komedi romantis indie bertajuk My
Big Fat Greek Wedding (MBFGW) secara mengejutkan menjadi kuda hitam box
office. Tak punya angka pembukaan yang fantastis, malah cenderung sangat kecil,
apalagi dengan jumlah layar terbatas, tapi secara konstan mampu bertengger di
10 besar box office selama berbulan-bulan dan berhasil mengumpulkan angka akhir
US$ 368 juta lebih di seluruh dunia selama sekitar setahun. Ini jelas bukan
prestasi main-main. Malahan, kasus yang sangat jarang sekali terjadi, di
Hollywood sekalipun. Apalagi dengan budget yang ‘hanya’ US$ 5 juta dan praktis
tak ada nama yang benar-benar populer di jajaran cast, selain tentu saja Joey
Fatone yang saat itu dikenal sebagai personel boyband N’Sync serta nama
pasangan suami-istri Tom Hanks-Rita Wilson di jajaran produser. Nama Nia
Vardalos yang duduk sebagai penulis naskah dan lead actress, yang sebelumnya
juga lebih sering mengisi peran-peran extra di serial TV pun langsung
melambung. Satu nominasi Oscar diberikan kepadanya untuk naskah MBFGW ini.
Berkembang menjadi franchise, muncul serial TV My Big Fat Greek Life tahun 2007, dan kini, 14 tahun kemudian,
sebuah sekuel langsung bertajuk My Big
Fat Greek Wedding 2 (MBFGW2).
Kehidupan Toula Portokalos pasca
menikah dengan seorang xeno (non-Yunani), Ian ternyata tak banyak berubah. Ia
masih bekerja di restoran milik keluarga Portokalos setelah krisis ekonomi
membuat bisnis travel tempat ia bekerja dulu gulung tikar. Untuk mengisi waktu,
Toula juga sering menjadi relawan orang tua di sekolah tempat Ian menjabat
sebagai kepala sekolah, sekaligus tempat putri tunggalnya, Paris, menimba ilmu.
Kehidupan Paris sebagai putri kepala sekolah sekaligus keluarga Yunani totok
yang serba berisik dan norak, tentu jauh dari kesan populer. Naluri keibuan
Toula pun harus ditahan, apalagi ia teringat akan dirinya sendiri yang ingin
hidup bebas, terutama dalam membuat keputusan hidup ketika muda dulu. Urusan
Paris membuat hubungan Toula-Ian sebagai suami-istri sudah tidak bisa
seromantis dulu. Belum lagi ditambah orang tua Toula, Gus dan Maria yang
ternyata belum pernah menikah secara resmi gara-gara surat pernikahan mereka
tidak ditandatangani oleh sang pastor.
Meresmikan pernikahan Gus dan
Maria lagi ternyata bukan urusan sepele. Maria melihat peluang ini untuk ‘jual
mahal’ agar Gus kembali romantis dan mempedulikan dirinya setelah pernikahan
selama puluhan tahun. Gus pun merasa gengsi untuk kembali melamar Maria secara
resmi. Maka lagi-lagi Toula dengan bantuan seluruh anggota keluarga Portokalos,
ditambah keluarga Miller, yang harus turun tangan untuk memastikan keluarga
mereka tetap utuh dan baik-baik saja.
Dari premisenya dan dengan fakta
rentang waktu yang cukup lama, yaitu 14 tahun, tentu ada banyak sekali
perkembangan cerita yang di-update di installment ini. Mungkin pada akhirnya
kejadian-kejadian yang terlalu banyak ini terasa begitu penuh menyesaki film,
sebenarnya kesemuanya punya relevansi kehidupan sehari-hari yang masuk akal.
Memang pada akhirnya, ada cukup banyak elemen cerita yang terkesan sekedar ada,
tanpa penyelesaian yang masuk akal (misalnya perubahan karakter Paris dari yang
antipati terhadap keluarga, mendadak menjadi peduli dan mengalah). Untung saja
setidaknya Nia mampu merangkai kesemuanya menjadi satu paket yang masih enak
dinikmati. Apalagi dengan sajian jokes yang porsinya semakin banyak dan menurut
saya, semakin lucu. Konflik Gus-Maria yang mengisi porsi utama terbukti menjadi
formula yang berhasil karena karakteristik yang sangat kuat dan memang mampu
menampilkan comedic presence yang jauh lebih menggelitik ketimbang Toula-Ian
sendiri. Estafet bangku sutradara dari Joel Zwick ke Kirk Jones terbukti tak
menimbulkan permasalahan sama sekali, mengingat Jones sendiri sudah
berpengalaman di genre serupa, seperti di Nanny
McPhee, Everybody’s Fine, dan What to Expect when You’re Expecting.
Yang pasti, secara keseluruhan MBFGW2 ini punya nuansa family sweetness dan
warmth yang jauh lebih terasa ketimbang installment sebelumnya.
Di installment ini, Nia Vardalos
sebenarnya lebih berfungsi sebagai narator ketimbang pengisi porsi karakter utama. Jadi tak heran
jika penampilannya masih kalah dibandingkan pasangan Michael Constantine-Lainie
Kazan sebagai Gus-Maria yang memang berhasil menjadi daya tarik utama, ataupun
aktris muda, Elena Kampouris, sebagai Paris. Untung saja penampilan fisik Nia
terlihat jauh lebih menarik, cantik, dan langsing ketimbang penampilannya di
installment pertama. Andrea Martin sebagai Aunt Voula lagi-lagi menjadi screen
stealer yang menggelitik lewat humor-humor seksnya yang terkesan nakal tapi
bijak. Terakhir, jangan lewatkan penampilan Alex Wolff (adik aktor Paper Towns, Natt Wolff) sebagai
Bennett, yang meski singkat namun cukup berkesan.
MBFGW2 mungkin tak begitu
menunjukkan terlalu banyak detail desain produksi seperti installment pertama
yang lebih punya urgensi sebagai ‘perkenalan’, tapi bukan berarti desain
produksi yang dulu pernah membuat kita jatuh cinta menjadi absen. Sinematografi
Jim Denault dan editing Mark Czyzewski mungkin tak begitu istimewa selain
sekedar pas untuk genre komedi romantis keluarga. Scoring Christopher Lennertz
dan pemilihan lagu, seperti All of Me
dari John Legend yang begitu familiar dan diletakkan pada momen yang begitu
representatif, serta theme song Even More
Mine dari Rita Wilson, semakin memberi nilai tambah untuk nuansa
kekeluargaan yang manis dan hangat.
Secara keseluruhan, tak adil
memang jika harus membandingkan MBFGW2 dengan predecessor-nya. Jika installment
pertama lebih ke perkenalan dan pemaparan konflik utamanya, installment kedua
ini lebih sebagai sebuah update keadaan karakter-karakter yang sudah berhasil
diperkenalkan ke penonton di installment sebelumnya, alias sebuah reuni. Jadi
tak heran jika MBFGW2 will work at its best untuk penonton yang sudah menyaksikan
dan mencintai installment pertamanya. Maka saya sangat menyarankan untuk
menonton seri pertamanya dulu. Jika tidak, maka Anda tidak akan paham guyonan
Windex atau “there you go” yang dilontarkan oleh Gus. Bagi penonton seri
pertamanya, MBFGW2 menawarkan sebuah reuni yang semakin lucu, manis, dan
hangat, bak menjadi bagian dari keluarga Portokalos, meski minus ke-solid-an
cerita dari installment pertama. Ah, tapi ketika Anda sudah begitu akrab dengan
karakter-karakternya serta sudah lama tak Anda temui, kebersamaan dengan mereka
sudah menjadi obat rindu yang sangat manjur bukan?