4/5
Blockbuster
Box Office
Crime
Franchise
Gore
Horror
Humanity
Psychological
Socio-cultural
Summer Movie
Survival
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Purge: Anarchy
Overview
Tahun
2013 Hollywood digemparkan oleh The Purge,
sebuah film horor thriller low budget yang punya premise sangat berani dan
provokatif: apa jadinya jika di masa depan Amerika Serikat punya satu hari
khusus dimana warganya boleh melakukan kejahatan apapun tanpa ada hukum yang
berlaku selama 12 jam? Hasilnya tidak begitu buruk meski banyak penonton yang
merasa kecewa dengan hasil akhirnya. Well, penghasilan worldwide US$ 89 juta
lebih dari budget yang hanya sekitar US$ 3 juta jelas sebuah angka yang termasuk
fantastis. Maka tak heran jika setahun kemudia dibuatkan sekuelnya.
Sebenarnya
saya agak bingung dengan penonton yang kecewa dengan film pertamanya. Apa yang
salah? The Purge pertama menggunakan
pendekatan home-invasion-psycopath yang sangat efektif memompa ketegangan
dengan maksimal, tanpa meninggalkan esensi-esensi yang mempertanyakan banyak
hal tentang psikologis manusia dan juga dari segi sosial. I love the first
installment, maka begitu mendengar sekuelnya, The Purge: Anarchy (TPA), tak lagi membidik teror dalam rumah, tapi
scope yang lebih luas dan berpotensi menjadi lebih mengerikan; outdoor, oh yes,
I’m so fuckin’ in!
Bagi
yang belum nonton installment pertamanya, sebenarnya tak masalah langsung
menonton TPA. Toh tidak ada karakter yang sama ataupun berkaitan dengan di seri
pertama. Benang merahnya hanya kebijakan The Purge, yang mana sekali lagi
dijelaskan dengan gamblang di TPA. Tapi sekedar saran, akan lebih baik menonton
The Purge terlebih dahulu sebelum
TPA. Keduanya adalah satu kesatuan yang saling melengkapi dan tahapan
pengalaman menegangkannya juga terasa berkesinambungan. Anggap saja The Purge sebagai pemanasan sebelum
mengalami TPA. Jika urutannya dibalik, bisa jadi pengalaman ketegangannya akan
antiklimaks. Bagaimana pun, kita harus mulai dari dalam rumah terlebih dahulu
sebelum ke luar, bukan?
Ternyata
ekspektasi saya tak berlebihan. TPA menjelma menjadi teror yang berlipat-lipat
dibandingkan installment pertamanya. Apalagi kali ini ada 5 karakter utama yang
berasal dari berbagai latar belakang dan motif, dipertemukan untuk survive
bersama-sama. Pendekatannya lebih ke ala zombie survival macam Dawn of the Dead, tetapi tentu saja
dengan treatment yang jauh lebih menarik dan mencekam. Well, bagaimanapun
manusia biasa bisa jauh lebih mengerikan dan tak terduga ketimbang zombie atau
makhluk jadian apapun. Faktor kemungkinan benar-benar terjadi yang tinggi
membuat teror TPA terasa maksimal. Pun James DeMonaco sekali lagi tak
menyia-nyiakan bakatnya dalam menciptakan atmosfer yang mencekam, storyline
yang sama sekali tak terasa melelahkan meski konsisten menebar teror sepanjang
durasi, dan dengan kejutan-kejutan yang disusun dengan pas serta pace yang
tepat. Bahkan di adegan-adegan yang dirasa ‘aman’ pun, terornya masih terasa.
Dan benar saja, the terror never really stopped. Saya berani mengatakan TPA
menawarkan teror dan ketegangan di film yang paling maksimal dalam beberapa
tahun terakhir.
Tak
hanya mengandalkan ketegangan, skrip TPA pun disusun dengan cukup rapi. Selain
membuat porsi tiap karakternya pas sehingga sama-sama mengesankan penonton, TPA
seolah seperti penyeimbang dari The Purge
pertama. Jika di installment pertama cerita hanya berfokus pada keluarga yang
mencoba survive di rumahnya sendiri dan kaum intelek yang memanfaatkan momen
The Purge untuk melampiaskan kebiadabannya, maka TPA juga menampilkan
sekelompok rebel yang menolak kebijakan The Purge. Tak ketinggalan seperti
installment pertamanya, masih dimunculkan karakter-karakter yang digambarkan
masih punya hati nurani di tengah lingkungan yang buas. Sebuah keseimbangan dan
penegasan yang lebih terasa di tengah-tengah scoop yang lebih luas. If you love
the first installment, you will easily love TPA. And if you don’t really like
the first, you’ll probably love this one. Tidak ada salahnya dicoba. Kalau
menurut saya sih, The Purge malah punya
potensi untuk menjadi sebuah franchise yang layak dikembangkan. Semoga saja.
The Casts
Tak
ada satupun nama populer di jajaran cast-nya. Rata-rata hanya punya daftar filmografi
sebagai pemeran pendukung. Namun begitu bukan berarti TPA tidak punya greget.
Justru TPA bisa jadi batu loncatan buat aktor-aktornya karena penampilan yang
pas sesuai dengan kebutuhan, selain porsi masing-masing yang memberikan cukup
ruang bagi setiap karakter untuk mencuri perhatian. Sebagai aktor utama, Frank
Grillo jelas tampil paling menonjol. Dengan tatapan dingin dan tak terlalu
banyak bicara, Frank dengan mudah menarik perhatian penonton. Zöe Soul yang
memerankan gadis cerdas, Cali, juga cukup mencuri perhatian. Serta Carmen
Ejogo, Zach Gilford, dan Kiele Sanchez pun memberikan performa yang cukup menarik
simpati.
Sementara
yang tak kalah menarik perhatian meski running time-nya terbatas adalah John
Beasley sebagai ayah Eva dan Michael K. Williams sebagai pemimpin pemberontak,
Carmelo Johns.
Technical
Dalam
menampilkan adegan-adegan mencekam, sinematografi Jacques Jouffret merekam tiap
gambar dengan cantik dan efektif. Ditambah desain produksi dari Brad Ricker dan
tim artistiknya yang berhasil membuat berbagai settingnya mencekam, seperti
jalanan Los Angeles yang sepi, rumah Lorraine, dan tentu saja labirin
pembantaian kaum aristokrat.
Tata
suara yang renyah dan dahsyat terpompa dari setiap kanal berkat pemanfaatan
fasilitas surround yang maksimal. Thanks buat departemen tata suara yang sudah
membuat saya paranoid setiap kali mendengar sirine berkumandang. Scoring dari
Nathan Whitehead turut menambah atmosfer mencekam sepanjang film, termasuk
selipan lagu America the Beautiful
yang ironically creepy.
The Essence
Program
tahunan Purge diadakan dengan dasar teori bahwa tiap manusia punya sisi buas
yang harus dilampiaskan untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan emosi. Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah teori ini bisa diterapkan pada setiap
individu? Lantas jika di dunia benar-benar tak ada hukum yang berlaku, apakah manusia
akan lebih memilih untuk membunuh terlebih dahulu sebelum menjadi korban? Di
lingkungan yang buas, apakah manusia akan lebih memilih untuk menyelamatkan
dirinya sendiri dan mengabaikan orang lain yang terancam? Di saat dibebaskan melakukan apa saja, apakah manusia lebih memilih mengikuti naluri buasnya atau hati nuraninya? Apakah The Purge murni atas nama psikologis, bukan motif untuk 'seleksi alam'; mengeliminasi yang lemah, termasuk dalam hal ekonomi.
Pertanyaan-pertanyaan penting terkait dengan psikologis manusia dan aspek sosial inilah yang menjadi esensi seri The Purge.
Pertanyaan-pertanyaan penting terkait dengan psikologis manusia dan aspek sosial inilah yang menjadi esensi seri The Purge.
They who will enjoy this the most
- Horror-thriller fans
- They who enjoyed the first installment
- Bloody gore fans
- Audiences who are interested in psychological and social aspect in a movie
- General audiences who seek for thrilling entertainment