The Jose Movie Review
Guardians of the Galaxy



Overview

Marvel Enterprise terus melebarkan sayapnya di dunia sinema, terutama setelah dibeli oleh Disney, dan selalu meraup keuntungan yang luar biasa di setiap installment-nya. Salah satu faktornya bisa jadi adalah konsep besar yang mana mengindikasikan bahwa cerita dan karakter-karakter di dalamnya berada di dalam sebuah universe yang sama, dan saling “mempromosikan” dalam bentuk after credit scene. Mungkin sebenarnya tak secara langsung berkaitan, tapi berada dalam sebuah universe yang sama bisa jadi keuntungan. Setidaknya penonton akan selalu penasaran. Terbukti strategi ini sangat berhasil. Di samping tentu saja kualitas per film yang memang digarap dengan sangat baik.

Teaser Guardians of the Galaxy (GotG) sendiri sempat muncul di after credit Thor: The Dark World tahun lalu. Namun tak banyak informasi jelas saat itu, apalagi bagi penonton yang belum mengenal kisah GotG. Jawaban jelas baru muncul ketika GotG akhirnya dirilis ke pasaran. Sedikit berbeda dengan kisah-kisah superhero Marvel yang tergabung dalam The Avengers, GotG lebih berfokus pada kisah luar angkasa seperti Star Wars. Tiga perempat film bersettingkan di luar angkasa dan planet-planet lain yang mau tidak mau mengingatkan saya akan planet Naboo dan Tatooine dari seri Star Wars, serta kota masa depan yang pernah ditunjukkan di Star Trek versi J. J. Abrams. Begitu juga dengan desain-desain karakter yang jelas-jelas bak perpaduan dari dua franchise luar angkasa akbar itu. Yang membedakan adalah nuansa cerita yang lebih mendekati kebanyakan cerita Marvel lainnya; fun, tidak terlalu serius, dan seru. Jadilah GotG hiburan yang fresh di genre fantasy-sci-fi- adventure.

Cerita GotG sendiri sebenarnya tergolong sederhana dan cukup cliché di genre sci-fi adventure. Sekelompok bounty hunter yang masing-masing punya kepentingan sendiri, harus bekerja sama agar bisa mendapatkan sebuah orb yang juga menjadi rebutan banyak pihak. Belum lagi ternyata ada sosok villain yang ikut memburu dan tak segan-segan menghabisi siapa saja yang menghalangi, dengan tujuan utama, apalagi kalau bukan menguasai alam semesta. Jelas cerita yang sudah berkali-kali diangkat dan merupakan campur-aduk dari berbagai cerita yang sudah ada, bisa jadi biasa saja jika treatment-nya tidak istimewa. Untungnya tim penulis GotG mampu meramu kisah sederhana tersebut menjadi kisah yang menarik untuk diikuti. Kekuatan utama jelas pada desain karakter-karakter yang kuat, unik, punya porsi yang pas, dan mampu dihidupkan dengan sangat baik oleh tiap cast-nya.

James Gunn pun mampu memvisualisasikan konsep besar cerita dengan segar, seru, menyenangkan, dan jauh dari kesan membosankan meski punya durasi yang lumayan panjang untuk tipe film sejenis. Belum lagi pemilihan soundtrack lagu-lagu dari era 70-80’an yang nge-blend dengan nuansa film secara keseluruhan, dan menjadikannya ke-khas-an tersendiri bagi franchise GotG.

The Casts

Sebagai karakter utama, Chris Pratt yang sebelumnya tidak terlalu populer dan hanya mengisi peran-peran pendukung, tak disangka-sangka mampu tampil remarkable. Karakter Peter Quill yang komikal tapi juga kick-ass berhasil dihidupkannya dengan sempurna. Begitu juga dengan Zoe Saldana yang sekali lagi harus berada di balik kulit berwarna (dari biru di James Cameron’s Avatar menjadi hijau di sini), membuktikan diri bahwa dia memang bagus dalam memerankan karakter kick-ass chick. Bradley Cooper meski hanya melalui suara juga berhasil mencuri perhatian lewat karakter Rocket. Sementara karakter Groot jelas banyak menjadi favorit penonton berkat karakteristiknya, ditambah suara Vin Diesel yang meski hanya melafalkan dua kata: “I’m Groot”.

Strategi yang bagus untuk mengisi peran-peran pendukung dengan nama-nama terkenal. Dengan mudah penampilan mereka menarik perhatian meski porsinya sangat sedikit. Sebut saja Benecio Del Toro, Glenn Close, dan John C. Reilly. Alhasil kehadiran karakter-karakter mereka juga ikut diingat dengan mudah oleh penonton.

Technical

Sebagai sebuah fantasy sci-fi, GotG jelas butuh desain produksi yang mumpuni. Meski mengingatkan akan berbagai universe sci-fi fantasy lainnya, Charles Wood mampu membangun universe GotG tetap menjadi unik dengan warna-warni yang lebih cerah. Didukung pula sinematografi Ben Davis yang mampu merekam semuanya dengan cantik dan sesuai dengan kebutuhan. Tata suara yang mendukung keseruan adegan juga turut memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam menghidupkan film. Termasuk efek surround yang dimanfaatkan secara maksimal.

Gimmick 3D yang ditawarkan pun termasuk impressive. Depth-nya sangat terasa dengan beberapa adegan pop-out yang memanjakan mata. Namun trik 3D yang paling berhasil adalah adegan-adegan yang di-shot begitu dekat dengan objek sehingga seringkali memberikan efek pop-out ke arah penonton. Sangat worth to try.

Pemilihan musik era 70-80’an sangat tepat untuk mengiringi cerita yang ceria dan “berwarna-warni”. Hasilnya sebuah paket hiburan yang segar. Di sisi lain, lagu-lagu yang sempat populer di eranya seperti Hooked on a Feeling, Cherry Bomb, Ain’t No Mountain High Enough, dan I Want You Back jadi populer lagi dan tak terasa seperti lagu-lagu jadul.

The Essence

Selalu ada tujuan tertentu lainnya yang jauh lebih besar dan hanya bisa dicapai jika bersatu dan saling bekerja sama, ketimbang hanya memprioritaskan motif pribadi masing-masing.

They who will enjoy this the most

  • Sci-fi fantasy adventure’s fans
  • Marvel Universe’s fans
  • The original comic book’s fans
  • General audiences who seek for an exciting entertainment
Lihat data film ini di IMDb.

The 87th Annual Academy Awards nominee(s) for

  • Best Achievement in Makeup and Hairstyling
  • Best Achievement in Visual Effects

Diberdayakan oleh Blogger.