4/5
Based on Book
Comedy
Dance
Drama
Family
Horror
Indonesia
Kids
Omnibus
Psychological
Socio-cultural
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Princess, Bajak Laut, dan Alien
Overview
Selama beberapa tahun belakangan, trend
yang cukup menarik di film Indonesia adalah omnibus. Sebuah perkembangan yang
bagus karena tak hanya melibatkan orang-orang yang sudah memiliki jam terbang
yang tinggi di perfilman, tetapi juga bakat-bakat baru yang nantinya menjadi
generasi penerus perfilman kita. Sempat mengalami penurunan jumlah film
omnibus, awal tahun 2014 digebrak oleh omnibus untuk audience yang masih sangat
jarang dilirik: anak-anak. Selain sulit untuk membuat racikan yang pas dan sesuai
untuk audience anak-anak, terutama karena sudah terlanjur dicekoki
materi-materi yang lebih dewasa, orang tua jaman sekarang juga semakin malas
untuk mengajak anak-anaknya menonton film yang sesuai dengan mereka. Sebuah
fenomena menyedihkan, sebenarnya. Namun keberanian empat sutradara; Eko
Kristianto, Alfani Wiryawan, Rizal Mantovani, dan Upi ini patut mendapatkan
apresiasi lebih. Apalagi ternyata secara keseluruhan hasilnya sangat layak
untuk disaksikan oleh penonton anak-anak, pun juga penonton dewasa yang bakal
dibawa bernostalgia dengan pengalaman-pengalaman masa kecil dulu.
Dari 4 cerita yang disodorkan, memang
tidak semua memiliki kualitas yang sama. Namun effort untuk menampilkan
tontonan anak yang berbeda, membuat saya memberikan kredit lebih untuk film
ini. Jika rata-rata film anak Indonesia dibuat se-aman mungkin, dengan pesan
moral yang secara gamblang ditunjukkan, klise, dan cenderung hanya menampilkan
kesempurnaan keadaan atas nama “mendidik”, Princess,
Bajak Laut, dan Alien (PBA) berani mendobrak kebiasaan tersebut. Jika
diamati, ketiga cerita pertama PBA menampilkan background keluarga anak-anak
yang tidak sempurna menurut tatanan masyarakat kita (baca: single parent). Pada
cerita keempat, justru keadaannya yang dibalik. Seorang anak dengan background
keluarga yang sempurna menurut tatanan masyarakat, namun dirinya sendirilah
yang dianggap “aneh: oleh teman-teman sebayanya (“berbeda” oleh para orang
tua). Sebuah konsep yang entah disengaja atau tidak, memberikan pemahaman yang
lebih baik kepada anak-anak dalam menerima keadaan sehari-hari yang realistis
dan tidak selalu sempurna. That’s one good point itself.




The Casts
Secara keseluruhan, cast anak-anak
bermain sangat baik. Meski rata-rata adalah pendatang baru dan banyak penonton
yang kurang familiar sebelumnya, kesemuanya tampil natural dan berkat
penampilan fisik mereka yang menggemaskan.
Kehadiran aktor-aktor papan atas untuk
meramaikan jelas menjadi kesegeran dan gem tersendiri. Terutama Tora Sudiro,
Luna Maya, Ade Irawan, Sophia Latjuba, Masayu Anastasia, Aming, Lukman Sardi,
Aida Nurmala, dan bahkan sutradara film pendek, Ismail Basbeth.
Technical
Sinematografi menjadi keunggulan utama
dari PBA, terutama sekali Yunus Pasolang di BOB dan Ical Tanjung di PBA.
Artistik juga memegang peranan penting di tiap segmen yang kualitasnya bisa
dibilang cukup merata. Terutama sekali tata artistik PBA yang ala vintage
70-an. Begitu detail dan cantik.
Score pun turut menjadi perhatian utama
yang cukup membangun suasana setiap segmen dengan baik. Terakhir, editing Cesa
David dan dibantu Ryan Purwoko yang dengan rapi menjalin empat cerita menjadi
kesatuan karya yang halus dan berkelas.
The Essence
Tidak ada yang sempurna di dunia.
Setiap segmen di PBA mengajak anak-anak untuk menerima apapun yang terjadi
dalam hidup mereka dan yang terpenting, mencari solusi untuk menjadikan
segalanya terasa lebih baik. A good point yang membuat saya jatuh cinta dengan
PBA.
They who will enjoy this the most
- Semua
anak-anak, terutama usia SD-SMP
- Penonton
dewasa secara umum yang ingin bernostalgia dengan masa kecil
Lihat situs resmi film ini.