The Jose Movie Review
Carnage

Overview

Jika tidak dihiasi jajaran cast papan atas seperti Jodie Foster, Kate Winslet, Christoph Waltz, dan John C. Reilly, dan disutradarai sineas legendaris, Roman Polanski, mungkin judul Carnage tidak begitu menarik perhatian saya. Terdengar seperti film gore kelas B straight-to-video. Tapi jangan salah, film black comedy yang diangkat dari drama panggung bertajuk God of Carnage ini ternyata sempat menjadi nominee Golden Globe 2012 untuk Foster dan Winslet.

Carnage mengangkat isu manner dengan segala latar belakangnya melalui argumen verbal yang terjadi antar karakternya; dua pasangan suami istri yang anaknya terlibat perkelahian di taman. Awalnya kedua pasangan ini bersilaturahmi dengan maksud baik lengkap dengan berbagai atribut manner dan sungkan di sana-sini hingga perlahan berubah menjadi konfrontasi verbal yang menjurus ke mana-mana, mulai tentang cara mendidik anak, moralitas orang tua, hingga battle of sexes. Penonton pun diajak untuk turut berpikir tentang pemikiran-pemikiran realistis dari dialog karakter-karakter yang sedang perang mulut ini. Jika mau jujur kesemuanya tidak ada yang salah, namun juga tak ada yang lebih benar. It’s just human nature.

Seperti yang pernah dilakukannya untuk film horor klasik Rosemary’s Baby, Polanski kembali membawa ruang sempit ke dalam dramanya kali ini. Sepanjang film, selain prolog dan epilog di taman, Anda akan ‘dikurung’ bersama empat karakter utama di dalam sebuah apartemen. Tentu ada kekhawatiran akan kebosanan dari penonton. Namun nyatanya hal tersebut tidak terjadi pada saya. Polanski merangkai dialog demi dialog seiring dengan isu yang dibahas serta tersusun dengan sistematis dan masuk akal. Ketika dialog mengalami kebuntuan, dengan  cerdas pula Polanski memasukkan isu-isu baru yang masih berkaitan dan membuat permasalahan semakin menarik. Asal Anda tertarik dengan topik-topik yang diperdebatkan, mengerti dan bisa menikmati setiap subjek yang diperdebatkan, Polanski tidak hanya berhasil membuat film dengan alur dan pace yang terjaga dengan rapi dan stabil, tetapi juga berhasil membuat penonton semakin penasaran akan dibawa kemana lagi perdebatan yang terjadi sekaligus terhibur berkat tingkah karakter-karakter yang ‘melanggar’ manner-nya sendiri.

Keterbatasan karakter dan ruang geraknya menurut saya justru menjadi sebuah keuntungan tersendiri. Selain cerita yang lebih fokus, kedalaman karakter pun dapat dieksplorasi lebih sehingga kedekatan penonton dengan karakter-karakter di layar dapat maksimal. Beruntung dengan sutradara dan jajaran cast papan atas berhasil memenuhi konseptual film yang sudah dibangun sejak awal.

Ada penonton yang merasa menonton Carnage seperti sedang menonton drama panggung, Tak heran, film ini memang diangkat dari drama panggung dan tak ada salahnya mengusung gaya seperti itu ke media film. Drama panggung kan tidak mungkin disebarkan seluas media film?!

The Casts

Hanya ada empat aktor yang bermain dengan porsi yang sama besarnya sepanjang durasi, sisanya bisa dibilang hanya cameo (termasuk Roman Polanski sendiri) dan figuran di opening dan credit title. Dengan reputasi masing-masing, tentu tak perlu diragukan lagi penampilan mereka di sini. Di antara keempatnya, Kate Winslet dan Jodie Foster terasa tampil paling menonjol, tentu saja berkat karakter-karakter mereka yang lebih dominan menyetir alur film. Namun tetap saja Christoph Waltz dan John C. Reilly telah tampil maksimal mengisi perannya masing-masing.

Technical

Ruang sempit apartemen (terutama ruang tamu) yang ditampilkan sepanjang durasi harus diakui berhasil dieksplorasi maksimal tiap sudutnya sehingga tidak terasa membosankan.

Aspek menonjol lainnya adalah komposisi yang diarahkan oleh composer film yang sedang naik daun, Alexandre Desplat (Harry Potter and the Deathly Hallows part 1 and 2, The Ghost Writer, The Tree of Life). Nuansa witty tapi berkelas berhasil dihadirkan berkat score-nya.

The Essence

It’s a human nature to survive. Apa yang dilakukan oleh keempat karakter utama dan juga anak-anak yang terlibat perkelahian (yang menjadi subjek pertemuan para orang tua ini) semata-mata untuk membela diri. Di saat terdesak, siapapun akan mengeluarkan sisi terburuknya untuk membela diri. Seperti yang disampaikan oleh Alan, peraturan dan manner yang pernah dibuat manusia semuanya dibuat atas dasar sifat dasar manusia tersebut. Tak salah jika pada satu titik manusia melupakan manner yang selama ini dijunjungnya dan mengeluarkan sifat dasarnya. Bukan tidak mungkin melalui konfrontasi yang mengesampingkan basa-basi, manusia justru saling mengenal dan mengerti satu sama lain. Pada akhirnya mungkin pihak yang berkonfrontasi tidak akan pernah menemukan satu titik yang sama, namun life goes on dan kemungkinan besar pula yang terjadi sebenarnya tidak seburuk yang diperdebatkan dan dikhawatirkan.

Lihat data film ini di IMDB.
Diberdayakan oleh Blogger.