4/5
Awards winner
Based on a Play
Comedy
Drama
Psychological
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Carnage
Overview
Jika tidak dihiasi jajaran cast
papan atas seperti Jodie Foster, Kate Winslet, Christoph Waltz, dan John C.
Reilly, dan disutradarai sineas legendaris, Roman Polanski, mungkin judul Carnage tidak begitu menarik perhatian saya.
Terdengar seperti film gore kelas B straight-to-video. Tapi jangan salah, film
black comedy yang diangkat dari drama panggung bertajuk God of Carnage ini ternyata sempat menjadi nominee
Golden Globe 2012 untuk Foster dan Winslet.
Carnage mengangkat isu manner
dengan segala latar belakangnya melalui argumen verbal yang terjadi antar
karakternya; dua pasangan suami istri yang anaknya terlibat perkelahian di taman. Awalnya kedua pasangan ini bersilaturahmi
dengan maksud baik lengkap dengan berbagai atribut manner dan sungkan di
sana-sini hingga perlahan berubah menjadi konfrontasi verbal yang menjurus ke
mana-mana, mulai tentang cara mendidik anak, moralitas orang tua, hingga battle
of sexes. Penonton pun diajak untuk turut berpikir tentang pemikiran-pemikiran
realistis dari dialog karakter-karakter yang sedang perang mulut ini. Jika mau
jujur kesemuanya tidak ada yang salah, namun juga tak ada yang lebih benar.
It’s just human nature.
Seperti yang pernah dilakukannya
untuk film horor klasik Rosemary’s Baby,
Polanski kembali membawa ruang sempit ke dalam dramanya kali ini. Sepanjang
film, selain prolog dan epilog di taman, Anda akan ‘dikurung’ bersama empat
karakter utama di dalam sebuah apartemen. Tentu ada kekhawatiran akan kebosanan
dari penonton. Namun nyatanya hal tersebut tidak terjadi pada saya. Polanski merangkai dialog demi dialog seiring dengan isu yang dibahas serta tersusun dengan sistematis dan masuk akal. Ketika dialog mengalami kebuntuan, dengan cerdas pula Polanski memasukkan isu-isu baru yang masih berkaitan dan membuat permasalahan semakin menarik. Asal Anda
tertarik dengan topik-topik yang diperdebatkan, mengerti dan bisa menikmati
setiap subjek yang diperdebatkan, Polanski tidak hanya berhasil membuat film
dengan alur dan pace yang terjaga dengan rapi dan stabil, tetapi juga berhasil
membuat penonton semakin penasaran akan dibawa kemana lagi perdebatan yang
terjadi sekaligus terhibur berkat tingkah karakter-karakter yang ‘melanggar’
manner-nya sendiri.
Keterbatasan karakter dan ruang
geraknya menurut saya justru menjadi sebuah keuntungan tersendiri. Selain
cerita yang lebih fokus, kedalaman karakter pun dapat dieksplorasi lebih
sehingga kedekatan penonton dengan karakter-karakter di layar dapat maksimal.
Beruntung dengan sutradara dan jajaran cast papan atas berhasil memenuhi
konseptual film yang sudah dibangun sejak awal.
Ada penonton yang merasa menonton
Carnage seperti sedang menonton drama
panggung, Tak heran, film ini memang diangkat dari drama panggung dan tak ada
salahnya mengusung gaya seperti itu ke media film. Drama panggung kan tidak
mungkin disebarkan seluas media film?!
The Casts
Hanya ada empat aktor yang
bermain dengan porsi yang sama besarnya sepanjang durasi, sisanya bisa dibilang
hanya cameo (termasuk Roman Polanski sendiri) dan figuran di opening dan credit
title. Dengan reputasi masing-masing, tentu tak perlu diragukan lagi penampilan
mereka di sini. Di antara keempatnya, Kate Winslet dan Jodie Foster terasa
tampil paling menonjol, tentu saja berkat karakter-karakter mereka yang lebih
dominan menyetir alur film. Namun tetap saja Christoph Waltz dan John C. Reilly
telah tampil maksimal mengisi perannya masing-masing.
Technical
Ruang sempit apartemen (terutama
ruang tamu) yang ditampilkan sepanjang durasi harus diakui berhasil
dieksplorasi maksimal tiap sudutnya sehingga tidak terasa membosankan.
Aspek menonjol lainnya adalah
komposisi yang diarahkan oleh composer film yang sedang naik daun, Alexandre
Desplat (Harry Potter and the Deathly
Hallows part 1 and 2, The Ghost
Writer, The Tree of Life). Nuansa
witty tapi berkelas berhasil dihadirkan berkat score-nya.
The Essence
It’s a human nature to survive.
Apa yang dilakukan oleh keempat karakter utama dan juga anak-anak yang terlibat
perkelahian (yang menjadi subjek pertemuan para orang tua ini) semata-mata
untuk membela diri. Di saat terdesak, siapapun akan mengeluarkan sisi
terburuknya untuk membela diri. Seperti yang disampaikan oleh Alan, peraturan
dan manner yang pernah dibuat manusia semuanya dibuat atas dasar sifat dasar
manusia tersebut. Tak salah jika pada satu titik manusia melupakan manner yang
selama ini dijunjungnya dan mengeluarkan sifat dasarnya. Bukan tidak mungkin
melalui konfrontasi yang mengesampingkan basa-basi, manusia justru saling
mengenal dan mengerti satu sama lain. Pada akhirnya mungkin pihak yang berkonfrontasi tidak akan pernah menemukan satu titik yang sama, namun life goes on dan kemungkinan besar pula yang terjadi sebenarnya tidak seburuk yang diperdebatkan dan dikhawatirkan.
