Overview
Ini dia film yang paling
ditunggu-tunggu oleh banyak moviegoers di Indonesia. Tak hanya jadwal tayangnya
di Indonesia terus tertunda karena harus
mengalah dengan film-film blockbuster yang tentu saja mendapatkan prioritas
lebih utama karena faktor komersial, nyatanya jadwal rilis world premiere nya
juga sudah tersendat-sendat. Setelah rampung produksi di tahun 2009, The Cabin in the Woods (TCITW) masih
memiliki kendala distribusi yang dilempar ke sana-kemari hingga akhirnya
Lionsgate bersedia mendistribusikannya dan juga perdebatan mengenai konversi ke
format 3D. Sampai-sampai jadwal rilis internasionalnya melewati jadwal film Thor yang dibintangi Chris Hemsworth dan
The Avengers yang disutradarai Joss
Whedon (penulis naskah TCITW). But that’s okay, mungkin melambungnya dua nama
ini bisa menjadi daya jual yang kuat untuk TCITW saat dilempar ke pasaran.
Susah untuk menulis tentang TCITW
tanpa mengurangi sedikitpun kenikmatan ketika menonton secara langsung tapi
menarik perhatian yang membacanya, but I’ll try to. Benar, jika ada yang
menyarankan untuk mengetahui seminim mungkin hal berkaitan dengan film ini,
termasuk menonton trailer atau membaca sinopsis yang berlebihan. Semakin
sedikit yang Anda tahu, semakin Anda akan menikmati TCITW. Memangnya sehebat
apa sih nih film? Pertanyaan yang sama juga sempat terbersit di pikiran saya
kala itu hingga saya menyaksikannya sendiri.
Sebenarnya tidak ada yang begitu
istimewa dari TCITW di mata saya. Jika Anda penggemar film horor (khususnya
Hollywood) dan pernah menyaksikan hampir semua sub-genre horor yang pernah
dibuat, maka Anda akan mendapatkanya semua dalam satu kemasan ini, mulai dari
gaya Evil Dead hingga Friday the 13th. Cliché? Iya,
tapi kapasitasnya sebagai sebuah paket tribute, kesemuanya itu dimasukkan hanya
untuk membuat Anda bersenang-senang dan mengenang adegan-adegan serta juga
unsur-unsur yang pernah ada di film-film horor favorit Anda. Sometimes, they
also made fun of it.
Kejutan yang ada sebenarnya tidak
begitu luar biasa atau original sekali (setidaknya bagi saya). Saya
menggambarkannya sebagai : it’s not how far the things have gone, but how
things have turned into. Penonton (termasuk saya) akan dibiarkan sok pintar
menebak jalan cerita yang sedang berjalan berkat ke-cliché-annya, termasuk jika
Anda mengira adegan-adegan yang berjalan paralel dengan plot utamanya adalah
segala rahasia di balik cerita. Anda tak perlu memperhatikan perkembangan
karakter-karakter yang ada, tak perlu pula peduli siapa yang survive, siapa
yang bakal mati, atau siapa pelaku semuanya (karena Anda sudah tahu semua dari
referensi film-film horor yang pernah Anda saksikan sebelumnya). Silahkan
duduk, nikmati segala adegan mengerikan, menegangkan, dan gore yang tersaji dan
bersenang-senang sepanjang film, hingga Anda melongo di akhir film. Tidak, saya
tidak sampai geleng-geleng kepala atau berujar ‘watdefak’. Toh saya berpikir endingnya berlebihan secara logika, tapi harus diakui pertautan antar plot
hingga akhir serta penjagaan intensitas film sangat baik dan rapi untuk film horor
sejenis.
Membahas TCITW mengingatkan saya
akan tuduhan plagiarism police Indonesia yang serta merta menuduh Modus Anomali mirip dengan TCITW. Well,
setelah menyaksikan filmnya secara langsung saya hanya bisa menertawai mereka. What the fuck man? Konsepnya saja sudah sangat jauh berbeda.” Jika kehadiran
kabin di tengah hutan dianggap sebagai persamaan yang penting, bagaimana dengan
Cabin Fever dan Friday the 13th? Sangat sok tahu tetapi referensi
filmnya sangat kurang. Dengan silogis yang sama, saya bisa juga lho menuduh
franchise Harry Potter mirip Doraemon karena sama-sama memiliki
invisible robe.
The Casts
Di sini Anda akan melihat Chris
Hemsworth sebelum ia terkenal berkat peran anak dewa, Thor. For a jock role,
I’d prefer him a lot rather than the flat and boring Channing Tatum. Fran
Kranz, pemeran Marty menjadi aktor kedua yang saya favoritkan sepanjang film.
Sementara di seberang plot,
Richard Jenkins (Sitterson) dan Bradley Whitford (Hadley) yang disebut-sebut
menggambarkan Joss Whedon dan Drew Goddard (sutradara-penulis naskah TCITW)
tampil mengesankan dengan humor-humornya yang segar dan terkadang kelam. Oh
iya, jangan lupa penampilan aktris legendaris yang akhir-akhir ini sering
tampil sebagai villain kejutan di akhir film. Surprise! :D
Technical
Tentu saja special effect dan
make up menjadi keunggulan utamanya. That’s all I can say here to keep the
surprising effect preserved.
The Essence
Humanity. Hahahaha… segitu aja
yah yang saya bocorin tentang esensinya. Nanti disimpulkan sendiri setelah
menonton langsung filmnya. It’s not heavy at all koq. Have a fun vacation in
the cabin!