Sabar Ini Ujian
Drama Timeloop
Reflektif nan Kocak
dengan Pilihan Kreatif
Beresiko


Konsep time loop (pengulangan waktu) memang bukan barang baru di perfilman dunia. Tercatat pertama kali dikenal sejak tahun 1983 lewat live action Toki o Kakeru Shojo (The Girl Who Leapt Through Time) yang diangkat dari novel karya Yasutaka Tsutsui tahun 1965, sudah ada puluhan film yang mengusung konsep time loop dengan berbagai genre, mulai drama, romantic, komedi, fiksi ilmiah, aksi, thriller, hingga horor. Yang paling populer di antaranya seperti Groundhog Day (1993), Triangle (2009), Source Code (2011), About Time (2013), Edge of Tomorrow (2014), Predistination (2014), Miss Peregrine's Home for Peculiar Children (2016), Happy Death Day (2017) beserta sekuelnya, Happy Death Day 2U (2019), Before I Fall (2017), A Day (2017), dan yang belum lama ini jadi buah bibir di Hulu, Palm Springs (2020). 

Menariknya, sedikit berbeda dengan tema time-travel (time loop bisa dianggap sebagai percabangan dari time-travel), time loop tidak harus selalu mengandalkan mesin waktu untuk menggerakkan plot, tapi bisa juga menjadikan fantasi apa pun (termasuk takdir dan kepercayaan) sebagai plot device utama.  yang membuat penonton lebih penasaran. Sayang, belum ada film Indonesia yang tercatat pernah 'berani' mengusung konsep time loop. Alasannya sederhana, belum ada film Indonesia dengan konsep fantasi (apalagi fiksi ilmiah) yang benar-benar terbukti sukses. Maka keberanian MD Pictures menghadirkan Sabar Ini Ujian, sebuah drama komedi pertama Indonesia yang mengusung konsep time loop patut mendapatkan apresiasi tersendiri. Dengan latar cerita yang masih sangat dekat dengan masyarakat kita, diharapkan Sabar Ini Ujian bisa menjadi tonggak baru sejarah perfilman Indonesia. Film yang naskahnya ditulis (dibantu Gianluigi dan Erwin 'Majelis Lucu Indonesia') dan disutradarai Anggy Umbara (Mama Cake, Comic 8, 3: Alif, Lam, Mim, Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss, DOA: Doyok, Otoy, Ali Oncom, dan Si Manis Jembatan Ancol) ini meletakkan Vino G. Bastian di lini terdepan, didukung Ananda Omesh, Estelle Linden, Rigen Rakelna, Ananta Rispo, Widyawati, dan Luna Maya. Tayang secara eksklusif di Disney+ Hotstar Indonesia mulai 5 September 2020.


Sabar sebenarnya enggan hadir ke pernikahan Astrid, sang mantan yang ditinggalkannya ketika dulu hampir menikah. Apalagi calon suami Astrid yang sekarang adalah salah satu teman dekatnya, Dimas. Namun akhirnya Sabar membuktikan diri bahwa dirinya baik-baik saja dengan menghadiri pernikahan tersebut. Ajaibnya setelah merasa semua dilewati dengan lancar, keesokan paginya Sabar kembali mengulangi hari pernikahan Astrid. Sabar jadi berpikir jangan-jangan takdir memberikan kesempatan kepadanya untuk menggagalkan pernikahan tersebut dan memenangkan kembali hati Astrid. Maka berbagai akal-akalan pun dilakukan tapi tetap saja ia terbangun di hari yang sama. Sabar pun makin penasaran dan terus mencari aspek lain dari kehidupannya yang harus diperbaiki sehingga kutukan pengulangan hari yang sama tersebut bisa berhenti. 

Meski mengusung konsep time loop yang dari catatan selama ini baru kali ini diusung di film Indonesia, Sabar Ini Ujian menggunakan latar cerita yang masih sangat dekat dengan hampir seluruh masyarakat Indonesia: ditinggal mantan nikah dan keengganan menghadirinya. Penonton yang lebih dewasa mungkin sudah paham solusinya ada di mana: berdamai dengan masa lalu, tapi Sabar Ini Ujian rupanya tak mau menggerakkan plotnya sestandar dan semudah itu ditebak. Apalagi ini adalah film Anggy Umbara yang dikenal suka menyelipkan 'twist' di karya-karyanya. Maka ketika penonton dewasa merasa sudah bisa menebak arahnya, film berusaha untuk membuatnya 'kecele' dan tak banyak memberikan petunjuk hingga benar-benar saatnya 'dibongkar'. Pengulangan yang bertujuan terus-terusan mencari tahu apa masalah sebenarnya ini bagi sebagian penonton mungkin bisa dianggap kelewat bertele-tele, tapi jika mau dinalar sebenarnya jika mengalami hal serupa dan tanpa petunjuk apa pun, sama sekali tidak terkesan sudah disiapkan semuanya seperti di film, wajar-wajar saja untuk mencoba berbagai kemungkinan. Toh editing Cesa David Luckmansyah cukup mampu dan tahu bagaimana membuat pengulangannya seefektif mungkin dengan pace yang masih terasa nyaman diikuti, ditambah gelaran humor 'receh' yang menghiasi hampir di sepanjang film. Alhasil durasi pun sebenarnya bisa dianggap terlalu panjang untuk drama komedi romantis sejenis, yaitu mencapai 126 menit. Beresiko bagi beberapa tipe penonton yang kurang bisa kena humor 'receh' dan sudah terbiasa dengan tipikal drama sejenis yang mana mungkin sudah bisa dengan mudah menebak arah plot ke mana. Ada kalanya plot terasa kehilangan arah mau dibawa ke mana saking tidak ada clue-nya, tapi lagi-lagi, secara logika di kehidupan nyata yang minim petunjuk, masih sah-sah saja mencoba berbagai kemungkinan. Ini merupakan sebuah pilihan kreatif dengan resikonya tersendiri.

Pilihan kreatif dan resikonya kembali dilakukan Anggy ketika memunculkan twist yang menjelaskan lebih jauh latar belakang keluarga Sabar yang menjadi pemicu konflik utama karakternya. Kesalah-pahaman yang dilakukan oleh sang ayah kandung kalau dipikir-pikir kurang rasional dibiarkan berlarut-larut begitu saja tanpa upaya rekonsiliasi apa pun selama beratahun-tahun. Usia Sabar ketika sang ayah meninggalkannya pun masih menjadi tanda tanya yang cukup mempengaruhi logika cerita karena akan mempengaruhi bagaimana penerimaan Sabar terhadap kejadian yang dialami keluarganya. Jika ditilik dari usia adik tiri Sabar seharusnya kejadiannya ketika Sabar juga sudah menginjak usia dewasa dan seharusnya rekasinya terhadap kejadian semacam itu tidak semembabi-buta dan traumatis jika terjadi ketika masih kecil. 


Twist
berikutnya yang kelewat tiba-tiba juga terasa terlalu dipaksakan, yaitu kehadiran karakter Tiffany (Luna Maya). Sosoknya memang sempat diperkenalkan lewat percakapan Sabar dan sahabat-sahabatnya, tapi untuk titik balik sedrastis itu tetap saja sangat terasa kurang kuat. Mungkin ada elemen 'dakwah' (baca: ta'aruf?) yang ingin diselipkan Anggy, tapi sebagai sebuah jalinan cerita yang utuh untuk penonton umum, pilihan ini (lagi-lagi) beresiko menciderai pembangunan konsep dan plot yang sudah tertata cukup rapi sebelumnya. Andai saja porsi Tiffany di sebelumnya lebih banyak dan dibangun dengan lebih meyakinkan, atau jika mau memilih opsi yang lebih mudah tapi masih bisa diterima penonton umum, letakkan saja karakter Sherly (Anya Geraldine) pada posisi penting di akhir mengingat sudah ada setup adegan yang lebih masuk akal dan lebih dari cukup sebelumnya. Tak perlu buru-buru sampai tahap menikah, setidaknya berani untuk memulai hubungan baru sudah lebih dari cukup untuk menyampaikan poin terpentingnya. 

Masih belum puas dengan pilihan-pilihan twist yang sudah dibuat, film masih berusaha menutup film dengan sebuah adegan melodramatis yang sebenarnya tidak perlu. Memang ini bisa sangat potensial sebagai penghormatan terakhir terhadap Alm. Adi Kurdi tapi sebenarnya penampilannya yang singkat berkesan sudah lebih dari cukup dalam menyelesaikan konflik tanpa harus ditambah adegan kurang penting yang secara jalinan plot terasa kelewat didramatisir tanpa esensi krusial. 


Untungnya, sebagai sebuah drama penampilan para aktornya berhasil memberikan performa terbaik hingga mampu menggerakkan emosi penonton dan bagi beberapa penonton masih mampu mendistraksi 'pilihan-pilihan kreatif beresiko' yang sempat mengganjal. Terutama sekali Vino G. Bastian, Widyawati, dan Alm. Adi Kurdi yang masing-masing punya momen emosional istimewa. 

Begitu juga banter (tek-tokan) canda Rigen Rakelna dan Ananta Rispo (mampu pula diimbangi oleh Vino dengan baik) yang bagi saya selalu berhasil menyegarkan berbagai suasana di tiap penampilan keduanya. 


Iringan lagu-lagu dari DAT Band (masih ingat lagu tema Si Manis Jembatan Ancol?) cukup berhasil pula membangun nuansa dramatis di banyak momen, baik dari segi melodi maupun lirik, seperti Ini Ujian, Jodoh Tak Bisa Dipaksa, Denganmu Tanpamu, dan Doa yang Menuntunmu.

Di balik 'pilihan-pilihan kreatif yang beresiko' tersebut, menurut saya pribadi Sabar Ini Ujian masih mampu menjadi sajian film Indonesia yang paling menghibur tanpa mengabaikan esensi yang penting dan relevan dengan konsepnya selama masa pandemi COVID-19 ini. Sebagaimana yang disampaikan Vino maupun Anggy di berbagai kesempatan promo, kita sering merasakan time loop dalam kehidupan sehari-hari ketika kita belum benar-benar berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu. Time loop tak hanya dijadikan sebagai konsep tapi juga metafora yang relevan dengan konfliknya. Very well put! 

Lihat data lengkap film ini di IMDb.

Sabar Ini Ujian tayang secara eksklusif di Disney+ Hotstar Indonesia.

Diberdayakan oleh Blogger.