The Jose Flash Review
The Post

Salah satu skandal terbesar dalam sejarah Amerika Serikat adalah skandal Watergate di era pemerintahan Nixon. Saking populernya, ada beberapa judul film yang berkaitan dengan skandal tersebut dari berbagai angle. Mulai yang sifatnya serius dengan keakuratan sejarah seperti All the President’s Men (1978) yang diganjar 8 nominasi Oscar dan memenangkan 4 di antaranya, hingga yang sekedar hiburan ringan dengan latar belakang Gedung Putih era pemerintahan Nixon lewat Dick (1999). Paska syuting Ready Player One, Steven Spielberg sangat antusias untuk menggarap naskah dari Liz Hannah (yang kemudian ditulis ulang oleh Josh Singer - The Fifth Estate, Spotlight) tentang peranan pers dalam membongkar skandal besar Amerika tersebut. Film bertajuk The Post ini tergolong kilat. Pengambilan gambar hanya dilakukan selama 2 bulan saja. Bahkan Spielberg sudah punya first cut hanya dalam tempo 2 minggu setelahnya. Antusias Spielberg begitu besar mengingat topiknya yang dianggap relevan dengan kondisi pemerintahan dan media Amerika Serikat saat ini. Didukung aktor-aktris sekaliber Meryl Streep, Tom Hanks, dan Sarah Paulson, agaknya The Post juga mengejar untuk masuk bursa musim award 2018. Hasilnya tak sia-sia. Ia berhasil mendapatkan enam nominasi Golden Globes dan dua nominasi Oscar, yaitu untuk kategori Best Motion Picture of the Year dan nominasi Best Actress in a Leading Role ketujuh belas kalinya bagi Meryl Streep.

Selepas kematian sang suami, Kay Graham harus mengemban tanggung jawab sebagai pimpinan surat kabar Washington Post. Sebagai seorang wanita, Kay kerap diragukan kemampuannya dalam mengambil keputusan yang tepat demi perkembangan perusahaan. Bertepatan dengan rencana akan dijualnya saham Washington Post di bursa saham publik, New York Times tersandung kasus pempublikasian dokumen rahasia negara di balik Perang Vietnam selama beberapa generasi kepresidenan. Ini menjadi kesempatan Washington Post untuk mendapatkan dokumen rahasia yang sama, berani mempublikasikannya, dan menaikkan reputasinya secara nasional. Namun di sisi lain resikonya adalah dibredel oleh pemerintah dan diblokir penuh dari Gedung Putih. Didukung sang editor-in-chief, Ben Bradlee, dan salah satu anggota direksi, Arthur Parsons, Kay harus membuat keputusan penting. Tak hanya sebagai pembuktian kemampuannya memimpin Washington Post, tapi juga masa depan perusahaan.
Kepiawaian Josh Singer menyusun naskah investigatif yang pernah ditunjukkan lewat Spotlight kembali diaplikasikan pada naskah The Post. Namun tak hanya meletakkan plot investigasi sebagai sajian utama, naskah memperkuatnya dengan kedalaman dua karakter utama yang ‘diadu’, Kay Graham dan Ben Bradlee. Selagi penonton dibuat seru dan penasaran menyimak perkembangan skandal Watergate, karakter-karakter yang ditampilkan, terutama Kay dan Ben dijadikan pion-pion storytelling yang sangat menarik untuk dianalisis lebih dalam dan diikuti perkembangannya. Lihat bagaimana karakter Kay bergelut dengan berbagai tekanan yang dihadapi maupun keputusan sulit nan penting yang krusial. Menjadikan highlight terkuat (dan terpenting) dari film justru terletak pada tema kepemimpinan (leadership), terutama sisi tanggung jawab, kebijaksanaan, dan keberanian. Juga bagaimana Ben dan keluarganya yang menjadi semacam sedikit comic relief di tengah-tengah ketegangan yang dibangun. Tak ketinggalan pula koneksi antar karakter yang memperkuat plot utama sekaligus bisa jadi sub-plot tersendiri yang tak kalah menarik.
Menjadikan perkembangan karakter sebagai salah satu daya tariknya, ada sebabnya mengapa The Post memilih aktor-aktris berkaliber award-winning di lini utama. Meryl Streep seperti biasa tampil luar biasa memikat, baik secara kharisma kebintangan maupun detail karakter yang ditunjukkan lewat gestur tubuh, ekspresi wajah, cara berbicara, dan pilihan kata yang diucapkan. Tom Hanks pun menyeimbangkan lewat kharisma performa yang tak kalah kuatnya meski secara keseluruhan detailnya tak semenonjol Streep. Di lini berikutnya sebenarnya tak ada yang benar-benar menonjol gara-gara porsi yang memang sekedar sesuai sejarah, tapi tetap tampil baik sesuai kebutuhan masing-masing karakter. Misalnya Sarah Paulson sebagai Tony Bradlee, Bob Odenkirk sebagai Ben Bagdikian, Bradley Whitford sebagai Arthur Parsons, dan Bruce Greenwood sebagai Robert McNamara.
Tema drama sejarah investigatif seperti The Post memang bukan sesuatu yang baru bagi Spielberg. Treatment-nya tak berbeda jauh dari Munich dan Bridge of Spies. Memang tak ada yang terasa terlalu istimewa ataupun baru, tapi jelas lebih dari cukup dalam memenuhi kebutuhan storytelling-nya. Kolaborasi kesekian kali bersama Janusz Kaminski selaku pengarah kamera, Michael Kahn dan Sarah Broshar selaku editor, komposer ilustrasi musik dari John Williams, serta desain produksi Rick Carter kembali membangun The Post menjadi satu kesatuan film yang tak hanya berhasil tapi juga memikat. Tak ketinggalan pula desain kostum Ann Roth yang selalu tahu bagaimana mendandani para karakter dengan tema periodik tertentu menjadi serba menonjol secara visual.
Sebagai sebuah sajian sejarah, Spielberg lagi-lagi memilih angle yang tepat dan menarik dalam menyampaikan kisahnya. Meletakkan tema leadership sebagai highlight utama dengan latar profesionalisme jurnalis dan skandal terbesar presiden Amerika Serikat, The Post punya banyak relevansi yang penting dengan kondisi global saat ini. Aspek-aspek yang sekali lagi membuktikan bahwa sejarah selalu berulang, maka belajar dari sejarah adalah hal yang bijak. Apalagi lewat sebuah pengalaman audio-visual yang memanjakan panca indera.
Lihat data film ini di IMDb.

The 90th Academy Awards Nominee for:

  • Best Motion Picture of the Year
  • Best Performance by an Actress in a Leading Role
Diberdayakan oleh Blogger.