3/5
Action
Adventure
Based on Book
Disaster
Drama
Family
History
Hollywood
Psychological
religious
Survival
The Jose Movie Review
War
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Noah
Overview
Noah bisa jadi film
paling kontroversial tahun 2014 ini. Setidaknya di negara-negara yang akhirnya
melarang pemutaran film ini di negaranya, seperti Indonesia. Memang,
subjek-subjek agama masih sangat sensitif di kalangan yang tergolong kuat aspek
religi-nya, terutama jika film yang bersangkutan dibuat berbeda dari sumber
agungnya, kitab suci. Apalagi kisah Noah alias Nabi Nuh dimiliki oleh
setidaknya 3 agama besar; Yahudi, Kristen, dan Islam. Namun tentu pihak studio
sendiri pasti punya pertimbangan tersendiri meluluskan visi Darren Aronofsky
sebagai nahkoda film.
Saya tidak akan memperdebatkan
sejauh mana Noah melenceng dari
sumber agungnya. Selain tidak akan ada habisnya, setiap agama pasti punya
persepsi sendiri-sendiri yang jelas berbeda. Secara garis besar Darren memang
punya konsep besar yang berusaha menyatukan aspek iman (religi) dengan logika.
Lihat bagaimana ia membuat Noah tidak lantas menerima wahyu dari Tuhan. Beliau
masih butuh tuntunan dari kakeknya. Atau bagaimana Noah berada di persimpangan
antara memenuhi (yang dianggapnya) perintah Tuhan atau kasih kepada keluarganya
sendiri. Konsep ‘what if’ pada karya yang berdasarkan kitab suci bukan kali ini
saja digunakan. Yang paling kontroversial tentu saja The Last Temptation of the Christ karya Martin Scorsese. Konsep ini
memang rentan kontroversi karena termasuk lancang dalam mengubah sumbernya,
meski secara esensial sebenarnya tidak banyak berbeda dengan sumber aslinya.
Yang dilakukan Aronofsky di sini sebenarnya masih tergolong ‘aman’ dan sah-sah
saja. Dalam arti, ia hanya berusaha membuat kisah Nabi Nuh lebih realistis,
logis, serta manusiawi. Saya sangat menghargai usahanya untuk membuat konsep
ini. Begitu juga dengan sentuhan magical dari CGI yang harus saya akui, cukup
membuat terkagum-kagum.
Namun yang menjadi permasalahan
bukan itu semua. Pada akhirnya Noah
jatuh menjadi sebuah kisah bernuansa kelam dan depresif yang kurang nyaman
untuk dinikmati. Dilema yang dialami karakter-karakternya, terutama Noah
sendiri, dikembangkan dengan biasa saja dan sudah kita semua ketahui bersama, atau
setidaknya sudah bisa kita tebak dengan mudah. Kisah Bahtera Nuh yang
seharusnya menjadi sebuah kisah gembira karena anugerah dan mukjizat Tuhan
berubah menjadi depresif gara-gara gejolak karakter Nabi Nuh sendiri. Alhasil
durasi yang mencapai 138 menit terasa sangat membosankan.
Akui atau tidak, tujuan utama
mayoritas penonton adalah menjadi saksi serta merasakan efek CGI dari banjir bandang yang
diturunkan Tuhan ke bumi. Sayangnya adegan tersebut hanya diberi porsi beberapa
menit. Untungnya adegan tersebut memang menarik. Kehadiran makhluk pohon hidup
sebagai The Watcher yang entah punya tujuan apa untuk ditampilkan, gagal untuk
membuat cerita menjadi lebih menarik bak Lord
of the Rings. Jatuhnya malah konyol dan membuat penonton spontan berujar, “What
the hell?”.
Dengan berbagai kelemahan dan kelebihannya,
Noah tak lebih dari sekedar
visualisasi ulang dari kisah abadi Bahtera Nuh dengan efek CGI termutakhir.
Upaya grand design cerita yang seharusnya bisa jadi menarik, harus gagal karena
storytelling yang melelahkan dan tidak menarik. Sayang sekali bakat-bakat besar
yang digunakan.
The Casts
Meski menjadi karakter utama dan
punya porsi terbanyak, Russell Crowe terasa kurang greget dan kurang punya
kharisma yang kuat di sini. Padahal karakteristiknya sedikit banyak
mengingatkan akan peran Javert di Les
Miserables. Justru Jennifer Connelly, Emma Watson, dan Logan Lerman mampu
terasa lebih mengena dan membekas. Bahkan Anthony Hopkins yang porsinya
tergolong sedikit masih mampu mencuri perhatian.
Sementara penampilan Douglas
Booth sebagai Shem dan Ray Winstone sebagai Tubal-Cain bisa dilupakan dengan
mudah.
Technical
Efek CGI jelas menjadi magnet
utama Noah dan memang berhasil
menampilkan visualisasi banjir bah yang impresif meski tak sampai membuat
penonton merasa merinding atau terancam ketika menyaksikannya di layar. Efek
binatang-binatang liar yang menghampiri bahtera Nuh dan ketika mereka tertidur
oleh asap dupa dari keluarga Noah masih terasa lebih miraculous. Efek pepohonan
yang tumbuh dengan cepat juga tampak mengesankan.
Efek suara yang mumpuni juga menjadi faktor penting dalam membangun feel banjir bah. Tak ada komplain tentang efek suara meski juga tak terasa bombastis. Efek surround pun tak begitu banyak memberikan kontribusi. Terakhir, score Clint Mansell lebih terdengar aneh ketimbang berkelas ataupun epic.
The Essence
Grand design kisah Nabi Nuh versi
Aronofsky agaknya berusaha ingin menyeimbangkan antara iman dan logika, seperti
halnya manusia jaman sekarang yang susah membedakan mana yang menjadi kehendak
Yang di Atas. Apakah harus bersikeras dengan pendapat pribadi secara kaku, atau
mungkinkah Tuhan ingin menyampaikan maksud lain dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi namun bertentangan dengan iman.
They who will enjoy this the most
- Penonton yang suka mendiskusikan esensi film, terutama yang punya source material pakem
- Penonton umum yang mencari hiburan berupa efek CGI megah dan spektakuler