3.5/5
Based on a True Event
Biography
Drama
Indonesia
Politic
Romance
The Jose Movie Review
War
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Soekarno: Indonesia Merdeka
Overview
Soekarno adalah sosok
tokoh paling penting sepanjang sejarah republik ini. Maka mengangkat kisahnya
dalam media film biopik adalah sebuah keharusan yang ditunggu-tunggu banyak
pihak. Tentu saja penggarapannya tidak boleh main-main. Maka nama Hanung
Bramantyo yang sudah punya reputasi dalam menggarap film-film dengan tingkat
kedetailan tinggi adalah pilihan yang sebenarnya tepat dalam menggarap proyek
ini. Sempat dihebohkan berbagai kontroversi dengan pihak keluarga yang
disinyalir merupakan bagian dari promosi terselubung, membuat Soekarno jadi salah satu film Indonesia
yang berebut penonton di akhir tahun.
Harus diakui Soekarno memang sebuah karya yang
dikerjakan dengan tingkat kedetailan cukup tinggi, seperti karya-karya Hanung
sebelumnya. Namun karena faktor Hanung pula, film yang diproduksi MVP ini
menjadi formulaic. Dan bagi yang rajin mengikuti film-film Hanung, membosankan.
Menurut saya, singkatnya, Soekarno
sekedar memindahkan runtutan-runtutan kejadian yang ada di buku sejarah ke
dalam rekonstruksi di layar. Ada sih beberapa adegan yang berusaha memberikan
kedalaman dan kejelasan karakter, namun jumlahnya yang sangat sedikit belum
mampu membuat penonton mengenal sosok-sosok karakter yang ada secara personal.
Formula biopic yang diusung Hanung di sini sebenarnya sudah terlampau basi.
Coba bandingkan pendekatan yang dilakukan The
Iron Lady dalam mengajak penontonnya memahami kepribadian Margaret Tatcher
atau penggambaran karakter King George VI di The King’s Speech. Gaya biopic memang bebas, hak dari
filmmaker-nya. Namun yang menjadi masalah adalah masih efektifkah gaya tersebut
dalam mencapai tujuan dari pembuatan film?
Memang di sana-sini
ditampilkan adegan yang mengupas kehidupan pribadi Soekarno, seperti rumah
tangganya dengan istri pertama, Inggit, dan istri keduanya, Fatmawati. Namun
kesemuanya hanya memberitahukan penonton tentang keberadaan fakta ini. Bukan
menampilkan efek kehidupan rumah tangga tersebut ke dalam kepribadian maupun
karir seorang Soekarno. Atau bisa saja menampilkan kepribadian Soekarno melalui
bagaimana ia meng-handle rumah tangganya. Seperti yang saya sebutkan
sebelumnya, saya hanya mendapatkan dua adegan yang menampilkan relasi antar
karakter yang cukup mendalam. Keduanya menggambarkan relasi Soekarno dan Bung
Hatta. Dua adegan favorit saya adalah dialog di bangku belakang mobil tentang
keraguan Bung Hatta atas masa depan Indonesia dan ucapan selamat ulang tahun
kepada Bung Hatta semalam sebelum proklamasi.
Isu-isu politik yang
diangkat pun tidak lepas dari seperti sekedar ‘informasi’ saja. Tak ketinggalan
sempalan-sempalan sosial terutama tentang kemajemukan bangsa Indonesia yang
sudah menjadi concern Hanung lewat karya-karyanya beberapa tahun belakangan.
Masih relevan sih, tapi lama kelamaan menjemukan. Kemasan yang berusaha dibuat
pop dengan harapan agar lebih mudah diterima masyarakat, dilakukan di
sana-sini. Misalnya penempatan humor-humor tidak penting. Mungkin berhasil bagi
mayoritas penonton kita, tetapi jujur saja bagi saya cukup mengganggu estetika
film secara keseluruhan.
Selain dari segi angle
cerita yang diusung, Soekarno adalah
karya yang just fine. Good, but not great. Malah cenderung forgettable dalam
jangka waktu beberapa bulan ke depan. Enjoyable bagi yang sudah akrab dengan
kisah hidup Soekarno sehingga film ini terasa seperi semacam konfirmasi visual.
Namun bagi yang tidak akrab dengan kisah sejarah Soekarno, versi Hanung ini
bisa jadi membingungkan.
The Casts
Ario Bayu semakin
mengukuhkan diri sebagai aktor yang patut diperhitungkan. Setara dengan permainan
Reza Rahadian tahun lalu di Habibie &
Ainun, Ario Bayu benar-benar melebur dan menghidupkan karakter Soekarno
seperti yang selama ini dikenal masyarakat. Intonasi bicara hingga gesture
tangannya begitu hidup. Lukman Sardi juga berhasil menghidupkan karakter Bung
Hatta, meski masih terdapat kekurangan di aksen yang aslinya berasal
Bukittinggi.
Pujian juga patut
disematkan kepada Maudy Koesnaedi yang meniupkan emosi terbesar sepanjang film.
Pendatang baru Tanta Ginting tampil menonjol dan patut diperhitungkan sebagai
Sjahrir. Sementara Tika Bravani mengalami kenaikan yang cukup besar, seiring
dengan porsi peran yang semakin banyak.
Technical
Tak perlu diragukan lagi
mengingat Hanung sangat detail dalam hal artistik yang sesuai denga jamannya.
Kostum yang dianggap terlalu bersih oleh banyak pihak sehingga terlihat tidak
alami pun masih acceptable. Tata musik Tya Subiakto tak hanya mampu
menghidupkan berbagai dramatisasi yang ada. Pun sekaligus mewakili
adegan-adegan sesuai dengan jaman serta budaya.
The Essence
Sebesar apapun sosok
seorang tokoh, adalah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan.
Keraguan juga pasti pernah muncul. Namun yang membedakan adalah bagaimana ia
fokus terhadap kelebihan dan menjadikannya sebagai alat mencapai tujuan.
They who will enjoy this the most
- General audiences, terutama yang sudah akrab dengan kisah hidup Soekarno dan sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id