4/5
Blockbuster
Box Office
Drama
Family
Franchise
Hollywood
Horror
Psychological
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Insidious: Chapter 2
Overview
Tahun ini
bisa dibilang tahunnya James Wan. Belum lama sukses besar dengan The Conjuring bulan lalu, kini horor
yang sudah mengantongi kesuksesan luar biasa sebelumnya, Insidious, merilis sekuelnya, Insidious:
Chapter 2. Dengan budget yang tergolong rendah, Wan terbukti berkali-kali
mampu “menggandakan” keuntungan. Tak heran Universal lantas meng-hire sutradara
berwargakenegaraan Malaysia
ini untuk menyutradarai installment Fast
& Furious selanjutnya (ke-tujuh).
Agak susah
untuk tidak membandingkan Insidious:
Chapter 2 dengan prekuelnya dan The
Conjuring. Bukan untuk menemukan mana yang terbaik, namun untuk memahami
style penyutradaraan Wan. Jika Insidious
adalah basic yang seolah memberikan semacam sample atas karya Wan, maka Insidious: Chapter 2 adalah bagian utama
yang mengembangkan cerita basic-nya sedemikian rupa. Menganalisis struktur
cerita Insidious: Chapter 2,
mengingatkan kerapihan dan kekuatan skrip dari The Conjuring. Jelas, saya melihat kepiawaian Wan dalam merangkai
cerita dan menitik beratkan pada sisi humanis dalam kisah-kisah horornya. Jika The Conjuring berfokus pada kekuatan
kasih seorang ibu untuk menjauhkan putri-putrinya dari pengaruh setan, maka Insidious: Chapter 2 sebaliknya. Ia
berfokus pada upaya seorang ayah untuk menyelamatkan keluarganya. Ok, enough
with the comparison. Let’s get into Insidious:
Chapter 2 itself.
Secara garis
besar, apa yang dijabarkan di Insidious:
Chapter 2 merupakan penjelasan apa yang terjadi pada Insidious pertama. Bagi saya, Insidious
pertama adala cerita horor yang paling standard, namun memiliki elemen-elemen
horor yang memang kuat. Saya tidak yakin ketika Insidious pertama ditulis, penjelasan-penjelasan yang diceritakan
di Chapter 2 sudah berada di benak penulisnya. That’s why I have to admit, Chapter
2 ini merupakan pengembangan cerita yang tersusun dengan rapi, baik, dan masuk
akal. Sedikit banyak mengingatkan saya pada premise Psycho milik Alfred Hitchcock, namun tetap saja harus saya akui
digarap dengan baik.
Untuk urusan
elemen-elemen horor dan nuansa sepanjang film, jujur saya lebih merasakan evil
di Insidious: Chapter 2 ini ketimbang
Insidious pertama, apalagi The Conjuring yang menurut saya lebih ke
arah drama humanis. So, in my opinion, Insidious:
Chapter 2 lebih menawarkan suasana-suasana mencekam dan momen-momen yang
membuat Anda terhenyak dari kursi bioskop.
For the
next, of course there will be the third installment. Ending installment ke-dua
ini dengan jelas menyiratkan hal tersebut. Agak aneh sih, tapi saya tidak mau
berkomentar banyak sebelum melihat hasil akhirnya yang kemungkinan besar
dirilis tahun depan. Anyway, I’m not a big fan of Insidious’ franchise, but I have to admit it’s a good one.
The Casts
Semua
aktor-aktris pendukung mengisi peran masing-masing dengan pas, baik Rose Byrne
yang mendominasi layar. Patrick Wilson juga patut diberikan kredit berkat peran
gandanya yang berbeda sama sekali. Barbara Hershey yang memerankan Lorraine
Lambert mendapatkan tambahan porsi daripada seri sebelumnya, dan mampu ia
jalankan dengan baik. Ty Simpkins yang memerankan karakter Dalton juga menunjukkan peningkatan kualitas
akting, seiring dengan porsi peran yang bertambah.
Namun
penampilan Tom Fitzpatrick sebagai Parker jelas menjadi “momok” sepanjang
durasi, bersama-sama dengan Danielle Bisutti yang sebelumnya lebih banyak hanya
menghiasi layar kaca.
Technical
What makes a horror, more than the technical supports? Yes, Wan tahu itu dan memaksimalkan hampir semua aspek teknisnya. Terutama sekali score eerie dan pergerakan kamera yang banyak mengingatkan saya pada gaya-gaya film horor Hollywood era 70-80’an. Seperti karya-karyanya yang lain, Wan memang pandai memainkan emosi penonton melalui ketepatan pace dan timing. Beruntung dia didukung oleh editor yang tahu betul style bercerita Wan.
Untuk set,
wardrobe, dan props, sedikit banyak masih senada dengan Insidious dan The Conjuring.
Namun masih cukup efektif membuat penonton merinding.
The Essence
Tidak
berbeda jauh dengan Psycho nya
Alfred Hitchcock, trauma masa kecil bisa berdampak besar pada kondisi
psikologis anak. Hanya family value yang kuat yang mampu menangkal pengaruhnya
terhadap orang lain. Tema yang kerap digunakan Wan di film-filmnya. Semoga saja
ia segera melakukan penyegaran sebelum penonton merasa bosan.
They who will enjoy this the most
- They who also enjoy the first Insidious and The Conjuring
- Classic horror fans