The Jose Movie Review
Cinta/Mati


Overview

Selama beberapa minggu terakhir, absennya film Indonesia yang bermutu dan layak disaksikan di bioskop membuat saya memendam rasa rindu. Akhirnya ada satu karya yang dari trailernya saja sudah terlihat keunikannya. Disutradarai, ditulis, sekaligus diproduseri oleh seorang Ody C. Harahap atau yang akrab dipanggil Ochay, sutradara yang pernah menangani Kawin Kontrak dan Punk in Love, Cinta/Mati (C/M) memang bisa dibilang seunik trailer dan materi-materi promosinya.

Jangan salah, judulnya saja sudah menimbulkan ambiguitas. Jika Anda membacanya sebagai Cinta Mati (seperti judul lagu Agnes Monica), menurut saya adalah salah. Setelah menontonnya, maka Cinta (atau) Mati adalah cara membaca yang paling tepat. Tanda [/] di tengah-tengah ternyata bukan tanpa maksud. Let’s get back to the film itself.

Ada seorang teman yang mengira C/M adalah film horor thriller. Terutama dari posternya yang terkesan suram. Belum lagi Astrid Tiar digambarkan sedang memegang gunting rumput besar di depan Vino G. Bastian yang terlihat ketakutan di balik selimut. Jelas fantasi calon penonton dengan mudah termainkan. Eit, Anda salah lagi. Bukan bermaksud misleading, tapi (lagi-lagi) setelah menyaksikan filmnya, Anda baru akan mengerti relevansi materi-materi promosinya ini dengan cerita.

C/M adalah sebuah film komedi satir (atau black comedy?) yang didominasi sekaligus memiliki kekuatan utama pada dialog antara dua orang sepanjang durasi. Dalam film ini, seorang gadis yang hendak bunuh diri bernama Acid, dan seorang pemuda bertampang rock n’ roll, Jaya. Jangan lebih dulu membayangkan dialog-dialog cerdas bin manis ala trilogi Before (Before Sunrise, Before Sunset, dan baru saja, Before Midnight). Tidak. Dialog Acid-Jaya mungkin tidak secerdas dan tidak se-ngalor-ngidul Jesse dan Celine. Menjadi suram dengan tema bunuh diri-nya. Namun keduanya memiliki ups and downs dialog yang rapi, natural, sekaligus menggelitik. Terasa terjadi repitisi di beberapa bagian, tapi tidak sampai jatuh membosankan. Jangan lupakan juga ending yang sukses membuat banyak penonton shocked. Tidak relevan dengan keseluruhan tema? Mungkin saja, tetapi ia berhasil menjawab pertanyaan judulnya sendiri; Cinta/Mati, sekaligus membuatnya menjadi memorable secara instan. Tak lupa sindiran-sindiran sosial yang disematkan sebagai background cerita di banyak bagian. Menggelitik namun tak sampai terasa berebut porsi dengan cerita utama.

C/M mungkin bukan film yang istimewa, tapi dengan segala keunikannya, mampu dengan mudah disukai serta menancap lama di ingatan penontonnya. Manis, dengan caranya sendiri.

The Casts

Karena tergolong dialog-driven film dimana kekuatan akting Vino G. Bastian dan Astrid Tiar menjadi tulang punggung keberhasilan film dalam mencuri hati penonton. Apalagi porsi keduanya jauh lebih mendominasi ketimbang karakter-karakter lain yang bisa dibilang porsinya setara figuran. Untunglah Vino dan Astrid berhasil membangun chemistry yang believable. Rangkaian proses terbangunnya chemistry pun terasa masuk akal. Sebuah peningkatan tersendiri bagi Astrid Tiar yang baru kedua kalinya tampil di layar lebar setelah Badai di Ujung Negeri dua tahun lalu.

Technical

FYI, C/M adalah film yang disebut oleh Ochay sebagai “film gerilya”, bukan “film indie”. Alasannya jelas, Ochay tidak ingin image “apa adanya” ala film indie menjadi alasan berbagai pemakluman teknis di sini. Tetapi dengan semangat “gerilya”-nya ini, jelas segala keterbatasan teknis bisa ter-handle dengan sangat baik. Saya sendiri tidak menyangka jika C/M direkam hanya dengan kamera DSLR. Memang di banyak bagian masih terlihat grainy. Apalagi lebih dari 90% adegan bersettingkan malam hari. But it’ s still tolerable. Ketajaman warna di lebih banyak adegan masih mendominasi dan membuat saya memaafkan beberapa bagian yang grainy tadi. Apalagi penataan kamera dari Patri Nadeak dan artistik yang cantik ala Lovely Man; membidik temaram urban Jakarta di malam hari.

Sementara divisi sound yang masih terasa kedodoran. Dialog-dialog yang menjadi kekuatan utama memang masih terdengar dengan jelas, namun kejernihan dan ke-crisp-an suaranya masih terasa kurang mantap.

The Essence

Cinta dan Mati adalah dua takdir yang pasti dijalani oleh setiap manusia. Jika Anda percaya tiap kejadian di dunia ini tidak mungkin merupakan sebuah kebetulan, maka keputusan dari maksud pertemuan antara Jaya dan Acid adalah untuk (saling jatuh) Cinta atau Mati, ada di tangan mereka berdua sendiri. Ada di hasil analisa persepsi Anda sebagai penonton juga, mungkin?

They who will enjoy this the most

  • Black comedy lover
  • Dialog-driven-movie’s enthusiast
  • Vino G. Bastian’s fans
  • Coupled audiences
  • General audiences, especially young adults
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id
Lihat situs resmi film ini. 
Diberdayakan oleh Blogger.