2.5/5
Adventure
Based on Book
Comedy
Drama
Friendship
Indonesia
Romance
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
5cm.
Overview
2012
boleh jadi tahun yang cukup penting bagi perfilman Indonesia. Meski
tren angka penontonnya menurun, namun jumlah judul dan varian
genrenya bolehlah dianggap sebagai kemajuan. Setelah tak ada judul
lain yang berhasil meraih 1 juta penonton selain The Raid,
bisa jadi inilah film Indonesia yang setidaknya bisa duduk di posisi
kedua terlaris tahun ini. Bagaimana tidak, di 5 hari pertama
penayangannya saja sudah berhasil mengumpulkan 500.000 penonton.
Rasanya tidak mustahil untuk meraih 1 juta penonton, meski harus
bersaing dengan Habibie & Ainun
yang juga berpotensi mendulang banyak penonton.
Akan
tetapi saya tetap berpijak pada teori, “angka penonton yang tinggi
bukan jaminan kualitas sebuah film”. Berkali-kali teori ini
terbukti bagi saya. Apalagi penonton Indonesia rata-rata nonton film
di bioskop karena faktor tulisan “based on best seller book”,
atau bagian dari franchise, atau asal ada gambar orang membawa pistol
di posternya. Tak terkecuali kasus 5cm. dimana
sebelum nonton filmnya saja saya sudah diwarning oleh seorang teman
yang membaca versi novel grafisnya (film 5cm.
diangkat dari novel dan pernah juga diangkat dalam format novel
grafis) bahwa ini bukanlah karya yang bagus secara rangkaian plot
meski memiliki esensi yang menarik. Oke baiklah, saya menurunkan
ekspektasi saya yang sempat tinggi berkat trailernya.
Ternyata
apa yang saya saksikan di layar masih jauh di bawah ekspektasi yang
sudah saya turunkan tersebut. Keganjilan paling mengganggu yang saya
rasakan adalah logisme runtutan alur yang seolah dipaksakan dan tidak
tahu arah hendak ke mana. Kita mulai saja dari titik tolak
petualangan lima sahabat ini yang memutuskan untuk tidak bertemu
sementara waktu. Tiba-tiba saja karakter Genta mencuatkan
uneg-unegnya yang merasa bosan dengan persahabatan mereka. Akan
terasa lebih wajar jika ada satu masalah yang spesifik mengarah ke
isu kebosanan tersebut. Misalnya ada salah satu karakter yang
kesusahan mendapatkan koneksi karena tidak pernah bergaul dengan
orang lain selain mereka berlima. Tak hanya sampai di situ, menjelang
akhir cerita ketika mereka berlima tiba di puncak Mahameru, tiba-tiba
saja isu menggapai cita-cita dan cinta tanah air menyelinap begitu
saja tanpa ada indikasi apa-apa sebelumnya. Sampai titik ini saya
merasa 5cm. terlalu
ambisius menyampaikan pesan ini-itu tanpa tahu bagaimana caranya yang
efektif. Bahkan Cita-Citaku Setinggi Tanah
atau Tanah Surga... Katanya
yang secara nilai produksi jauh lebih simpel memiliki cara yang jauh
lebih baik dan halus dalam menyampaikan esensinya. Alhasil,
pesan-pesan tersebut hanya seperti ucapan verbal saja tanpa dapat
dirasakan secara emosional oleh penonton.
Konflik
yang terasa sangat dipaksakan untuk ada tersebut diperparah oleh
perkembangan cerita yang kalau mau dipikir-pikir lagi, sama sekali
tidak berkembang. Kalaupun ketika adegan kelima sahabat ini sampai di
puncak Mahameru dianggap sebagai klimaksnya, maka 5cm.
masih mengalami kendala post-climax yang terlalu bertele-tele dan menjadikan keseluruhan alur tidak enak untuk dinikmati. I mean, perlukah isu persahabatan, penggapaian cita-cita,
dan “nasionalisme” masih ditambah isu perjodohan yang semakin
jauh menyesatkan alur cerita? Baiklah, cukup. Sebagai film yang
memiliki alur cerita, 5cm.
sangat buruk. Ada yang berpendapat bahwa dari novelnya memang sudah
seperti itu ceritanya. Well jika sudah menyadari buruk, kenapa tidak
ada usaha untuk memperbaikinya di film? Yah rupanya faktor kepuasan
fans novel yang sudah terlanjur fanatik lagi-lagi (masih) harus lebih
diutamakan.
Tak
hanya sampai di situ, masih ada banyak sekali awkward moment di
beberapa perpindahan adegan. Yang paling terasa adalah akhir adegan
pertemuan terakhir lima sahabat sebelum berjanji untuk lost contact.
Beruntung beberapa komedi yang sangat khas Hilman (salah satu penulis
naskahnya) berhasil menyegarkan suasana, kecuali guyonan-guyonan yang
melecehkan fisik Saykoji.
Maka
dengan kesuksesan secara angka box office dan kualitas naskah 5cm.,
saya senang sekaligus sedih. Senang karena ada film nasional yang
mampu menjadi tuan di rumah sendiri. Begitu pula dengan antusiasme
penonton yang nyatanya maish punya kepercayaan pada film nasional.
Tetapi sekaligus sedih dengan selera dan pola pikir penonton kita
yang masih sedalam mata memandang. Semoga saja kesuksesan 5cm.
hanya sekedar menjadi batu loncatan akan kepercayaan penonton, tidak
dijadikan patokan para produser untuk membuat film dengan kualitas
skrip serupa.
The Casts
Sebagai
lima orang yang sudah bersahabat lama, chemistry antara Herjunot Ali,
Fedi Nuril, Igor Saykoji, Denny Sumargo, dan Raline Shah terbangun
dengan sangat baik. Semuanya mengalir dengan natural. Sayangnya,
akting sebagai personal masing-masing karakter masih tidak merata.
Fedi Nuril dan Igor Saykoji bisa dibilang tampil yang paling wajar
dan sesuai dengan karakternya (mungkin karena memang tak jauh-jauh
dengan kepribadian aslinya). Denny Sumargo pun masih tergolong baik
sebagai pendatang baru meski dalam berbagai kesempatan tatapan
matanya masih “bingung” dalam berakting. Raline Shah pun tampil
memikat lengkap dengan persona kecantikan fisiknya.
Yang
paling saya sayangkan adalah Herjunot Ali yang biasanya mampu tampil
baik dalam berperan. Meski pernah memerankan karakter yang sama-sama
poetic di Di Bawah Lingkungan Ka'bah
yang saya rasa jauh lebih natural, di sini tingkahnya terasa terlalu
dibuat-buat dan slapstick. Aktor mengganggu berikutnya adalah
karakter Pevita Pearce yang biasanya juga tampil menarik (termasuk
terakhir di Dilema).
Bukan sepenuhnya kesalahan ia karena karakter yang cantik, hot, namun
agak bodoh dan manja memang sudah ada di skrip. Tetapi cara ia
membawakan karakter tersebut membuat saya semakin sebal dengan
karakternya. Semenyebalkan karakter-karakter yang diperankan Sandy
Aulia di film-film produksi Soraya Intercine Films seperti Eiffel
I'm in Love.
Technical
Production
value menjadi satu-satunya penyelamat yang mampu membutakan mata
penonton. Excuse my language, tetapi siapapun bahkan yang menyadari
cacat besar dari 5cm.
akan setuju luar biasanya keindahan panoramik (khususnya alam Gunung
Semeru) yang berhasil terekam oleh sang director of photography (DOP)
Yudi Datau. Begitu pula score megah yang memberi sentuhan epic di
beberapa adegan. Art directing yang merangkai indah “markas”
berkumpulnya gank 5cm di rumah Arial, kamar Zafran (papan tulisnya
itu juara!), dan kantor Genta di akhir film juga patut mendapat
apresiasi.
The Essence
Any
friendship has its ups and downs. Jika selalu diisi hanya
senang-senang saja, di satu titik pasti sampai pada titik kebosanan.
Justru dengan hadirnya permasalahan dan kebersamaan dalam
menyelesaikannya akan semakin memperkokoh dinding persahabatan.
Those who will enjoy this the most
- Audiences who love magnificent panoramic scenery
- A bunch of friendship members