![]() |
Sejak pertama kali Brock digambarkan beradu argumen dengan Venom secara kocak, saya cukup terkejut dengan pengubahan vibe film kedua ini yang cukup signifikan dari film pertama yang terkesan gelap nan serius menjadi ceria dan kocak bak Deadpool. Karakteristik Brock pun turut berubah menjadi tak beda jauh dari sosok Wade Wilson. Untung saja Tom Hardy masih mampu mengemban perubahan ini dengan luwes dan cukup natural, tak kalah dari Ryan Reynolds.
Secara pengembangan plot, harus diakui kali ini digerakkan dengan template generik film superhero, bahkan tak sedikit elemen cerita yang dengan sengaja dan obvious mencomot dari film-film Spider-Man utama versi mana pun. Misalnya kehilangan love interest yang akhirnya lebih memilih pria lain yang lebih memberikan jaminan keamanan, proses penerimaan perubahan diri setelah mendapatkan kekuatan superhero, interaksi antara superhero-villain, motivasi villain, hingga memanfaatkan love interest sebagai sandera. Semuanya tergelar dengan sangat straight forward, tanpa basa-basi, ataupun berusaha terlalu keras untuk memberikan kedalaman lebih terhadap karakter-karakter sentralnya. Dengan kata lain film lebih memilih untuk menggerakkan plot secara linear dengan pendekatan hukum sebab-akibat, ketimbang plot yang mengandalkan pengembangan karakter (characters development-base). Tak heran jika film hanya perlu durasi 97 menit untuk menggelar keseluruhan plot film. Well, setidaknya film cukup berhasil menyampaikan bahwa mau sekuat dan semudah apa pun seseorang pulih secara fisik, tapi luka batin jauh lebih sulit untuk disembuhkan. Atau jika mau ditelusuri lebih mendalam lagi, ia bisa juga dipandang sebagai metafora fase berkonflik dengan (ego) diri sendiri: berselisih, saling bermusuhan, menyadari tak mampu meninggalkan satu sama lain, berdamai dan saling menerima apa adanya, hingga tercapai kontrol dalam menjaga keseimbangan.
Andy Serkis yang sebelumnya lebih dikenal sebagai stuntman terutama untuk karakter-karakter CGI sebenarnya punya cukup pengalaman sebagai sutradara, seperti di film drama biopik Breathe dan Mowgli (2018). Ia tahu betul bagaimana memvisualisasikan adegan-adegan aksi yang seru, mendebarkan, dan bagaimana membuatnya terlihat keren. Didukung camerawork Robert Richardson, direktur fotografi langganan Quentin Tarantino, yang juga efektif menyampaikan cerita lewat visual sekaligus punya emotional impact yang cukup. Brutal, meski off-screen (tetap family friendly) tapi masih cukup impactful. Editing Maryann Brandon dan Stan Salfas makin mempertajam pace tiap adegan menjadi lebih lugas tanpa terkesan terlalu terburu-buru. Musik skor Marco Beltrami mungkin terdengar agak generik di genrenya, tidak terlalu signatural, tapi cukup efektif memberi 'rasa' lebih ke dalam adegan-adegan yang ada dan masih punya benang merah dengan skor musik yang sudah digarap oleh Ludwig Goransson di installment sebelumnya.
Selain transformasi karakter Eddie Brock yang cukup signifikan dari seri sebelumnya tapi masih mampu dilakoni Tom Hardy dengan cukup mulus dan natural, penampilan Michelle Williams masih tak beranjak banyak dari seri sebelumnya. Sementara Woody Harrelson seperti biasa mampu memberikan performa yang khas sebagai sosok villain meski masih tergolong generik dan tak sampai terlalu mendalam. Sebaliknya, penampilan Naomie Harris sebagai Shriek menurut saya justru lebih memorable dan punya kekhasan tersendiri.
Jika Martin Scorsese pernah berujar bahwa film-film Marvel bukanlah sinema melainkan theme park, maka Venom: Let There Be Carnage adalah salah satu contoh yang paling cocok untuk mewakilinya. Ia memang sengaja hanya menawarkan semua yang serba generik di genrenya, tak ada kedalaman lebih ataupun perkembangan yang cukup berarti, tapi memaksimalkan pengalaman audio-visual yang seru dan mengasyikkan, termasuk dengan mengubah tone film dari gelap dan serius menjadi fun. Dan sebagaimana ia dibuat demikian, what a ride!
P.S.: jangan buru-buru keluar dari studio karena masih ada mid-credit scene yang menjadi jembatan penting ke MCU, terutama installment Spider-Man berikutnya; Spider-Man: No Way Home yang dijadwalkan rilis Natal 2021.
Lihat data film ini di IMDb.