The Jose Flash Review
Gold

Di Indonesia hockey mungkin bukan termasuk olahraga yang populer. Namun di beberapa negara, termasuk India, tim hockey justru menjadi kebanggan nasional. Sebagai salah satu industri sinema yang solid, India tentu tak mentah-mentah mengangkat genre sport ke layar lebar. Bertepatan dengan hari kemerdekaan India 2007 silam ada Chak De! India yang dibintangi Shah Rukh Khan dan menyelipkan tema feminisme, pemisahan India-Pakistan, rasial, dan bentrokan agama di dalamnya. Tahun 2018 ini, sinema Bollywood kembali mengangkat tema olahraga hockey dengan formula yang serupa. Hanya saja kali ini didasarkan dari kemenangan bersejarah India pada tahun 1948, yang merupakan pertama kalinya memenangkan Olimpiade sebagai negara yang merdeka, bukan negara persemakmuran Inggris. Meski diinspirasi dari karakter nyata legendaris, Kishan Lal, tapi sutradara sekaligus penyusun naskah, Reema Kagti (Talaash) menyatakan bahwa semua yang ditawarkannya di Gold adalah kisah fiktif yang diinspirasi dari kejadian nyata saja. Juga dirilis bertepatan dengan hari kemerdekaan India, Gold menjadi salah satu film Hindi yang paling ditunggu-tunggu tahun ini. Apalagi ada Akshay Kumar (yang pilihan filmnya semakin berkualitas, terakhir Jolly LLB 2, Toilet - Ek Prem Katha, dan Padman) dan debut Mouny Roy di layar lebar setelah sebelumnya dikenal luas sebagai sosok Naagin di serial TV berjudul sama. 

Setelah memenangkan medali emas di Olimpiade 1936, kehidupan Tapan Das, manajer tim nasional hockey India mengalami titik terendahnya. Pemerintah tak lagi mengalokasikan dana untuk olahraga hockey, ia harus luntang-lantung dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dan mulai menenggelamkan diri dalam adiksi terhadap alkohol. Titik cerah terlihat ketika membaca berita bahwa Olimpiade akan kembali digelar setelah 12 tahun absen karena Perang Dunia II. Kebetulan sekali diadakan di London yang mana bisa menjadi semacam misi balas dendam bagi tim India terhadap penjajahan selama ini. Masih ada waktu 2 tahun untuk mempersiapkan tim nasional tapi ini tentu bukan hal mudah. Pertama-tama Tapan harus meyakinkan pemerintah untuk mengucurkan dana untuk pelatihan tim nasional di tengah persiapan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris. Mengumpulkan tim nasional juga bukan hal mudah. Apalagi pasca perpecahan India dan Pakistan yang turut mempengaruhi keutuhan tim. Namun bagaimanapun misi merebut medali emas di Olimpiade 1948 sebagai pembuktian India di mata dunia tetap harus terus berjalan.
Menggabungkan tema olahraga dan nasionalisme mungkin terdengar sudah jamak dilakukan di film. Indonesia pun sudah beberapa kali melakukannya meski masih pada skala tertentu. Namun melakukannya dengan melibatkan kejadian bersejarah sepenting kemerdekaan suatu negara harus diakui menarik untuk diangkat. Beruntung India punya momentum otentik demikian. Materi yang sudah menarik ini diracik oleh Reema Kagti bersama formula-formula lainnya. Tak hanya nasionalisme biasa, tapi juga melibatkan fakta sejarah perpecahan India-Pakistan yang dimanfaatkan sebagai salah satu elemen cerita yang punya impact cukup besar, dan juga elemen personal tentang ego, teamwork, serta mental karakter utama, Tapan Das sendiri. Di tangan yang salah, semua formula-formula ini bisa jadi perpaduan yang kacau. Untungnya Kagti tahu betul bagaimana merangkai kesemuanya dengan proporsi dan peletakan yang logis sehingga justru menjadikan tiap komponen formula ini saling mendukung menjadi kesatuan plot yang padu dan utuh. Menjadikannya sebuah roller-coaster jatuh-bangun tim nasional yang jauh dari kata menjemukan, justru malah menggugah penonton. Tak melulu terasa depresif, Kagti juga masih membubuhkan canda dan nuansa-nuansa ceria di beberapa titik, termasuk lewat performa musikal al a 40’s Jazz maupun musik khas Punjabi yang menambah nilai hiburannya.
Keberhasilan dalam mempermainkan emosi penonton tak lepas dari peran para aktornya. Terutama sekali Akshay Kumar yang dipasang di lini terdepan dengan porsi personal yang cukup banyak dibandingkan karakter-karakter lainnya. Dengan kharisma dan tampang ‘klasik’-nya, Akshay dengan mudah membuat karakter Tapan Das begitu loveable bagi penonton, bahkan di balik sisi-sisi negatifnya yang manusiawi. Chemistry yang dibangunnya bersama Mouni Roy mungkin tak begitu solid, tapi setidaknya membentuk banter komedi yang berhasil. Sementara di lini pendukung ada Amit Sadh sebagai Raghubir Pratap Singh, Sunny Kaushal sebagai Himmat Singh, Kunal Kapoor sebagai Samrat, dan Vineet Kumar Singh sebgai Imtiaz Shah berhasil mengemban beban porsi menonjol dengan performa yang tergolong baik pula sesuai kebutuhan peran masing-masing.
Dukungan teknis makin memaksimalkan kebutuhan-kebutuhan sinematis Gold. Sinematografi Álvaro Gutiérrez yang menyajikan shot-shot sinematik nan dramatis dengan camera work yang dinamis tanpa mengabaikan emosional di beberapa bagian. Begitu juga kebutuhan ‘energi’ untuk adegan pertandingan yang mampu tersaji dengan mendebarkan bahkan bagi penonton yang awam dengan hockey (well, sebenarnya yang akrab dengan sepak bola pun akan dengan mudah memahami jalannya pertandingan). Editing Anand Subaya memperlancar flow plot dengan proporsi yang serba pas dan berbagai momentum emosional yang terasa kuat. Tim desain produksi pun patut mendapatkan penghargaan lebih lewat berbagai properti vintage era ’40-an yang berkelas, cantik, tapi tetap realistis, terutama untuk desain kostum Payal Saluja. Terakhir, musik ilustrasi dari Sachin Sanghvi dan Jigar Saraiya semakin mempertegas kebutuhan-kebutuhan emosi yang ingin disampaikan, serta nomor-nomor musikal dari Arko Pravo Mukherjee, Tanishk Bagchi, Javed Akhtar, dan Chandrajeet Gannguli yang menambah daya tarik sekaligus nilai hiburan film (terutama Monobina dan Chad Gayi Hai).
Apa yang diangkat oleh Gold merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang penting bagi India. Apalagi dengan adanya upaya memasukkan berbagai elemen yang bak merangkum kejadian-kejadian penting yang membentuk wajah sosial India hingga saat ini. Perilisan yang bertepatan dengan hari kemerdekaan India adalah pilihan yang luar biasa pas. Bagi kita di Indonesia pun punya kedekatan tersendiri meski hockey bukan olahraga yang populer di sini. Setidaknya bertepatan dengan hari kemerdekaan yang kebetulan tak berbeda jauh dengan India dan perhelatan Asian Games 2018, Gold merupakan pilihan tontonan yang menggugah semangat nasionalisme sekaligus sportivitas (termasuk di dalamnya teamwork) secara general dan global. Salah satu film India terbaik tahun ini dan bahkan baik dalam konteks film olahraga maupun tema nasionalisme, ia layak menjadi salah satu yang terbaik sepanjang masa.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.