3.5/5
Action
Asia
Based on a True Event
Drama
Family
Hindi
History
military
Politic
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Parmanu:
The Story of Pokhran
Salah satu ironi terbesar dunia adalah bom nuklir. Semua negara sepakat bahwa bom nuklir adalah eksperimen berbahaya yang mungkin bisa membumi-hanguskan peradaban manusia dalam skala besar hanya dalam hitungan menit hingga kemudian penelitian dan penggunannya dilarang. Namun di sisi lain percobaan dan pengembangan teknologi bom nuklir juga menjadi simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Setidaknya itu yang terjadi di era ’90-an dan setidaknya lagi, menurut India. Mereka pernah diam-diam melakukan percobaan bom nuklir tahun 1998 dan berhasil lolos dari pengawasan CIA. Kisah yang membelalakkan mata dunia terhadap India, terutama dari segi iptek ini kini diangkat ke layar lebar oleh sutradara/penulis naskah Abhishek Sharma (Tere Bin Laden dan sekuelnya, Tere Bin Laden Dead or Alive), dibantu oleh Sanyukta Shaikh Chawla dan Saiwyn Quadras (keduanya pernah bekerja sama menyusun naskah Neerja). Daya tarik terbesar dari film bertajuk Parmanu: The Story of Pokhran ini terletak pada keterlibatan John Abraham yang biasanya dikenal sebagai aktor film aksi blockbuster yang sering kali mindless, didukung Diana Penty yang tampil semakin memikat setelah muncul di Cocktail dan Lucknow Central.
Tahun 1995 seorang karyawan Pelayanan Administratif India bernama Ashwath Raina mengajukan rencana pengujian senjata nuklir agar India tak kalah wibawa dengan Cina yang konon membantu Pakistan. Ide yang awalnya ditolak mentah-mentah ini ternyata diam-diam tetap dijalankan tanpa keterlibatannya. Setelah ketahuan oleh pihak CIA yang mencoreng India, justru Ashwath lah yang diminta bertanggung jawab dan harus melepaskan jabatannya di kantor pemerintah. Hidup off the radar selama tiga tahun, pihak pemerintah kembali tertarik dengan ide Ashwath untuk meletakkan India ke dalam peta iptek global. Mendapatkan kepercayaan, dukungan, serta kendali penuh terhadap proyek ini, Ashwath segera mengumpulkan tim untuk mengeksekusinya di Pokhra. Tentu saja rencana yang tak mudah karena mereka semua harus bermain kucing-kucingan dengan pengawasan pihak CIA. Sementara hubungannya dengan sang istri dan putra semata wayangnya semakin merenggang karena pekerjaan rahasia tersebut.
Tema yang diusung Parmanu harus diakui, kontroversial. Apalagi dengan iklim global saat ini yang semakin represif terhadap ide bom nuklir ataupun berbagai senjata pemusnahan massal lainnya. Maka tak heran jika sulit bagi saya untuk menaruh simpati terhadap apa yang diyakini oleh tim Ashwath meskipun ia telah berupaya untuk membangkitkan nuansa patriotisme lewat penanganan adegan dan skor musik dari Sandeep Chowta yang sebenarnya cukup berhasil untuk membuat bangga dan kagum terlepas dari keseluruhan temanya. Untung saja Parmanu tak meletakkan tema ini sebagai lini terdepan dari film. Fokus terhadap karakter Ashwath Raina sebagai sudut pandang maupun sentral konflik film adalah keputusan yang lebih bijak dalam menggaet simpati penonton. Latar belakang ketulusan patriotisme, rasa dikhianati, kegigihannya terhadap proyek, hingga dampak terhadap hubungannya dengan keluarga terbukti lebih mampu terkoneksi dengan penonton, sekalipun yang paling awam terhadap teknologi nuklir. Drama hubungan rumah tangga dengan bumbu kecurigaan dan salah sangka perselingkuhan mungkin terdengar cheesy a la opera sabun, tapi untungnya masih dibubuhkan dengan porsi yang sesuai sehingga tak sampai membuat keseluruhan film ikut menjadi cheesy.
Parmanu juga memanfaatkan misi utama yang sejatinya menjadi highlight terbesar; bagaimana detail proyek Pokhran yang harus dieksekusi dengan cerdas, teliti, dan kucing-kucingan dengan pengawasan CIA. Mulai metafora tokoh-tokoh Pandawa Lima dari Mahabharata yang menjadi elemen menarik untuk terus diingat hingga sajian thriller saat eksekusi proyek yang tergarap sangat baik oleh Sharma, terutama berkat timing dan iringan musik skor yang tepat. Highlight yang berhasil tergarap seru, menegangkan, dan menghibur, berpadu seimbang dengan drama kemanusiaan yang masih berhasil mengundang simpati sebagai kemasan terluarnya.
Penampilan John Abraham sebagai Ashwat Raina mungkin memang tak kelewat istimewa ataupun punya tingkat kesulitan tertentu. Namun dibandingkan penampilan biasanya yang seringkali sekedar menjadi action hero yang dangkal dan mindless, peran Ashwat menjadi lebih serius dan ternyata berhasil dibawakan dengan cukup baik pula oleh Abraham. Setidaknya momen-momen dramatis, seperti kekecewaan, cinta, dan passionate dibawakan dengan meyakinkan. Bahkan mungkin berhasil menggugah simpati penonton di klimaksnya. Di lini pendukung, penampilan Diana Penty yang makin mempesona berhasil mencuri perhatian lewat peran Kapten Ambalika Bandopadhyay. Sisanya, seperti Boman Irani sebagai Himanshu Shukla, Aditya Hitkari sebagai Dr. Viraf Wadia, Vikas Kumar sebagai Mayor Prem, Yogendra Tiku sebagai Dr. Naresh Sinha, Ajay Shankar sebagai Puru Ranganathan, dan Anuja Sathe sebagai Sushma Raina, istri Ashwat tampil sesuai dengan porsi masing-masing yang tak banyak dan juga tak begitu punya kesan tersendiri. Sementara yang mungkin sedikit lebih menarik adalah penampilan Darshan Pandya sebagai mata-mata Pakistan yang meski tipikal another atagonist dan agak komikal tapi masih cukup berkesan.
Sinematografi Aseem Mishra dan Zubin Mistry mungkin memang tak istimewa tapi untuk sebuah sajian drama-thriller, apa yang dihadirkan cukup sinematik dan tepat guna dalam menyampaikan tujuan-tujuan emosionalnya. Editing Rameshwar S. Bhagat pun menghantar flow plot dengan nyaman dan pada porsi dan pace yang serba pas. Sementara lagu-lagu yang ditampilkan sekedar cukup menyatu dengan adegan-adegan yang diiringinya tapi tak ada yang sampai menjadi memorable.
Di balik tema yang kurang suportif di era kini, apa yang diangkat Parmanu setidaknya sebuah kepingan sejarah penting India yang patut diketahui secara global. Paduan pendekatan manusiawi dan thriller sebagai kemasan menjadikannya sajian yang menghibur tanpa harus berusaha keras menjadi terlalu scientific yang hanya akan membatasi akses penonton yang luas. Pilihan treatment yang cukup bijak dan ternyata hasilnya cukup berhasil meski tak lantas sampai membuatnya menjadi sajian historis nan patriotis yang eksepsional.
Lihat data film ini di IMDb.