The Jose Flash Review
Jurassic World:
Fallen Kingdom

Jurassic World (2015) yang ditujukan untuk meneruskan warisan salah satu franchise paling ikonik sepanjang sejarah perfilman dunia, Jurassic Park, terbukti merupakan upaya yang berhasil dengan membukukan US$ 1.672 miliar di seluruh dunia. Maka konsep pengembangan yang digagas oleh Colin Trevorrow (The Book of Henry) segera mendapatkan lampu hijau dari Universal Pictures. Namun memenuhi janjinya, Trevorrow tak lagi duduk di bangku penyutradaraan yang kali ini ia operkan kepada sutradara Spanyol, J. A. Bayona yang dikenal sekaligus menuai pujian berkat The Orphanage, The Impossible, dan A Monster Calls. Sementara ia sendiri duduk di jajaran produser sekaligus penyusunan naskah yang kembali dibantu oleh Derek Connolly (Safety Not Guaranteed, Kong: Skull Island). Chris Pratt, Bryce Dallas Howard, dan bahkan Jeff Goldblum kembali mengisi peran-peran ikonik mereka. Didukung Rafe Spall (Life of Pi, Prometheus, The BFG), Ted Levine, James Cromwell, Toby Jones, bintang muda dari The Vampire Diaries, Daniella Pineda, Justice Smith (Paper Towns), hingga pendatang baru cilik yang menjanjikan, Isabella Sermon. Mengisi slot musim panas 2018, Jurassic World: Fallen Kingdom (JWFK) jelas menjadi salah satu blockbuster yang paling ditunggu-tunggu penggemarnya di seluruh dunia.

Tiga tahun semenjak insiden di Jurassic World, para dinosaurus dibiarkan mendiami Isla Nubar sebagai habitat baru mereka. Sampai ketika diprediksi ada gunung vulkanik yang akan mengalami erupsi di pulau tersebut, perdebatan antara penyelamatan atau pembiaran terhadap para dinosaurus terjadi. Pihak pemerintah memilih untuk membiarkan dan menganggapnya sebagai campur tangan Tuhan sebagaimana dinosaurus punah dulu. Lagipula apa yang dikembangkan oleh pihak swasta bukanlah ranah yang perlu campur tangan pemerintah. Claire Dearing yang kini membentuk organisasi penyelamatan dinoasuarus mendapatkan tawaran dari Benjamin Lockwood, partner John Hammond dalam melahirkan Jurassic Park, yang berniat untuk mengamankan dinosaurus-dinosaurus di Isla Nubar ke sebuah pulau terpencil yang dianggap lebih aman. Claire pun meminta bantuan Owen Grady dalam menangani Blue, satu-satunya spesies velociraptor yang tersisa. Turut bergabung dua anak buah Claire, Franklin Webb dan Dr. Zia Rodriguez, serta Ken Wheatley (Ted Levine) bersama para tentara bayarannya. Tak hanya dengan dinosaurus, mereka harus berpacu dengan erupsi vulkanik yang semakin destruktif. Bahkan ternyata ada  tujuan terselubung di balik upaya penyelamatan para dinosaurus ini.
Sejak awal franchise Jurassic Park sudah menawarkan sebuah fantasi yang luar biasa mengagumkan dalam membawa dinosaurus yang sudah jutaan tahun punah kembali ke dunia modern sekaligus petualangan mendebarkan yang memicu adrenalin. Jika The Impossible dan The Orphanage berhasil membuat Anda sport jantung sekaligus terenyuh oleh dramanya, maka kualitas yang setara dapat Anda harapkan dari JWFK ini. Di tangan Bayona, berbagai adegan kejar-kejaran, jumpscare, bahkan beberapa melebihi kebrutalan seri-seri sebelumnya tapi masih cukup aman untuk rating PG-13, terasa begitu mendebarkan dan bahkan membuat Anda berkali-kali berteriak secara spontan. Dengan dukungan sinematografi Oscar Faura (langganan Bayona sejak The Orphanage) yang dan editing Bernat Vilaplana (juga langganan Bayona sejak The Impossible dan Guillermo Del Toro), adegan-adegannya memberikan impact yang powerful terhadap penonton dan timing yang serba presisi. Musik gubahan Michael Giacchino menambah picuan adrenalin serta kemegahan di banyak momen penting. Tak hanya menempatkan skor-skor orisinil Jurassic Park yang ikonik di momen-momen tepat sehingga menggugah kembali alasan kita pertama kali terpana melihat para dinosaurus ini hidup nyata, tapi juga menambahkan elemen paduan suara untuk meningkatkan kadar kemegahannya. Tentu saja tak ketinggalan beberapa momen dramatis yang dengan mudahnya membuat penonton tersentuh, bahkan mungkin sampai berkaca-kaca berkat sensitivitas Bayona.
Konsep pengembangan cerita pun harus diakui sangat berani dan cerdas. Pertama-tama, memasukkan elemen erupsi vulkanik yang tak hanya menambah faktor ketegangan selain para dinosaurus, tapi juga punya korelasi yang erat dengan fakta realita bahwa dinosaurus memang pernah punah karena faktor tersebut. Meski ujung-ujungnya tetap meng-highlight ketamakan manusia sebagai konflik utama, penonton juga dihadapkan pada dilema moral untuk menyelamatkan para dinosaurus sebagai sesama makhluk hidup atau menyelamatkan umat manusia dari ancaman para predator ini.
Selain chemistry Chris Pratt dan Bryce Dallas Howard yang makin kuat sebagai highlight akting utama, penampilan pengisi peran-peran baru pun cukup berhasil mencuri perhatian dan mungkin bahkan, simpati penonton. Lihat saja bagaimana Rafe Spall yang membuat karakter Eli Mills mampu mengecoh penonton tanpa terkesan terlalu serius, James Cromwell yang tampil kharismatik sebagai Benjamin Lockwood, atau karakter eksentrik Ken Wheatley yang diisi oleh Ted Levine dan Gunnar Eversoll yang dibawakan oleh Toby Jones. Di lini berikutnya ada bintang muda Daniella Pineda yang membuat karakter Dr. Zia Rodriguez menjadi menarik dan Justice Smith sebagai Franklin Webb yang jenaka di balik screentime yang tak banyak. Terakhir, tentu tak boleh melupakan penampilan debut dari gadis cilik, Isabella Sermon sebagai Maisie Lockwood.

Meski masih terasa seru dan fun di berbagai momen, tapi harus diakui secara garis besar JWFK menyuguhkan tone yang lebih gelap dibandingkan installment-installment sebelumnya. Apalagi di bagian akhir yang seolah menyiratkan ke arah mana franchise ini akan dibawa selanjutnya. Berani, gelap, dan mungkin tak semua penonton akan menyukainya. Namun bagi saya pribadi, justru makin menarik untuk memprediksi akan seperti apa konsep besar yang telah digagas Treverrow untuk franchise ini sekaligus gambaran dunia paska JWFK.
P.S.: Jangan buru-buru keluar dari teater! Ada after credit di paling ujung yang sedikit memberikan gambaran seperti apa installment selanjutnya.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.